[6]. PART 4

35 10 16
                                        

S E N A N D I K A
.
.
.

Ini hanya kebetulan saja.

"Yakin kak Ica turun disini?"
"I-iya"
"Ya udah kalau gitu hati-hati kak!"
"Iya, makasih." Hameeza sempat melirik sebentar ke arah Khaleed.

Setidaknya ucapan terimakasihku tadi, sudah mewakili semuanya.

"Hati-hati kak!" Mengejutkan, Khaleed tiba-tiba berkata seperti itu.

Apa itu maksudnya hati-hati kak?

"Issh genit banget sih jadi orang!" Seru Zahra.
"Siapa yang genit?"
"Kakak lah!"

Khaleed tersenyum menyeringai sembari memutar setir mobil. Ia tadi hanya bercanda.

Syukurlah Hameeza segera turun dari mobil. Ia terpaksa karena tidak mau merepotkan mereka. Lagian pula ada kepentingan untuk menge-print scedhule harian dahulu di foto copy.

Ya maklum Hameeza tak punya mesin print di rumah. Ia hanya bermodalkan laptop tua pemberian almarhum pamannya dulu.

🌷🌷🌷

Ting satu pesan masuk. Hameeza membuka layar ponselnya dan membaca pesan tersebut dalam hati.

Jika saja kejadian dulu tak terjadi. Temui saya di didepan rumah Lani. Nasib dia berada ditangan saya!

Deg terlintas seseorang dipikirannya.

Ibu?

Hameeza panik. Pesan dari nomor yang tak dikenal itu membuat nya takut. Lantas ia sedang berada jauh dari rumah. Ditambah susana dijalan sangatlah sepi.

Gemericik air mulai turun. Hameeza masih berjalan berusaha untuk tetap tenang. Namun ia tak bisa. Ia tak kunjung menemukan ojek yang sering kali ia tumpangi.

Hari mulai sore dan hujan semakin deras. Dalam kepanikannya ia berdoa. Semoga ibu tak kenapa-kenapa.

Tampak 2 orang pemuda sedang menongkrong di pangkalan kecil. Disana ada sebuah motor terparkir. Langsung Hameeza mendekati, ia berharap ojek itu bisa mengantarkannya pulang ke rumah.

Sudah beberapa kali melambaikan tangan. Biasanya Ojek yang dimaksud itu segera datang. Hameeza kembali mengayunkan tangannya ke atas berharap ojek itu melihat.

Akhirnya 2 pemuda itu menyadari, dan langsung beranjak  ke tempat Hameeza berdiri. Tetapi mereka tidak mengendarai motornya. Munculah pikiran buruk dibenak Hameeza.

Lagaknya bukan seorang tukang ojek. Apa jangan-jangan...

"Hai neng, sore-sore begini huhujanan deui. Ikut sama Aa atuh berteduh disana," tukas salah satu dari 2 pemuda itu.

Hameeza menggelengkan kepala. Ia takut tak ingin mengikuti dua pemuda asing itu.

"Hayu atuh neng gelis, jangan malu-malu. Sini tas nya aa yang bawain bisi berat"

Dua laki-laki itu preman yang sering berulah sore hari. Nihilnya sekarang Hameeza yang menjadi korban.

Ia tak bisa berteriak meminta tolong. Hanya bisa melawan walaupun mereka terlalu kuat untuk dilawan. Dua kali lipat Hameeza panik setengah mati. Ia hampir menangis dalam ketakutan.

"Lumayan nih," preman itu berhasil merogok tas Hameeza, dan mengambil barang berharga. Kalung pemberian almarhum Ayahnya yang telah diambil.

"Hahaha baguuus terus cari barang yang lain!"

SENANDIKA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang