-Malik-
Setelah berbulan madu, akhirnya aku balik ke Jakarta dan membawa istriku Zeze. Patut aku apresiasi. Zeze adalah istri penurut dan tidak banyak menuntut. Masakannya pun selalu pas di lidahku. Dari segi fisik sebenarnya cantik juga tapi tetap hatiku sudah ada seseorang yang menempati.
"Mas gimana kerjaan hari ini lancar?" Tanyanya kala itu sambil menonton tv.
"Eh iya lancar-lancar aja kok. Kamu tumben belum ngantuk udah jam 10 loh sekarang?" Tanyaku heran
"Iya lagi ingin nemenin mas aja nonton. Hmmm.... Aku perhatiin tiap malam mas tidur tengah malam terus kayaknya ya," jawabnya serius
"Iya insom nih hehehe.... Kamu kalo ngantuk tidur aja duluan." Aku berharap Zeze segera tidur agar aku bisa menghubungi kekasihku. Tapi rencanaku sepertinya gagal.
"Gimana kalau kita ke kamar bareng dan tidur bareng?"
"Iya udah yuk!"
Kami pun ke kamar bersamaan. Zeze izin ke kamar mandi mengganti pakaian tidur. Tak selang berapa lama ia keluar dan sukses membuatku terpesona. Ku perhatikan baju yang di gunakan Zeze rasanya terlalu seksi untuk malam ini. Warna merah menyala dan terbuka di bagian tangan. Apakah dia sedang menggodaku? Apakah saatnya hubungan berpahala itu akan terjadi. Sial! Tubuhku meresponnya. Gairahku memuncak.
"Mas Bagus nggak baju ini aku pakai?" Tanyanya di depanku.
"Ehh..... Hmm bagus bagus." Aku menjawab dengan gelagapan.
"Ini hadiah dari ibumu mas katanya wajib dipakai," sambungnya lagi sambil tetap di depan ku.
Aku pun bangkit dari tempat tidurku dan mengikis jarak antara aku dan Zeze. Gairah sudah di ubun-ubun. Melati maafkan mas!
Shubuh menyapa kami. Iya, aku dan Zeze sudah menjadi kita seutuhnya. Melati maafkan mas! Aku menggeliat dan menghadapkan wajahku ke Zeze. Aku akui wajahnya cantik ketika terlelap tidur. Setelah kegiatan kami semalam tetap belum ada sesuatu yang membuatku nyaman di dekatnya. Egois memang. Tapi, apa yang bisa aku perbuat? Hatiku masih terpatri jelas nama Melati.
"Mas.... Duh telat ya kayaknya aku bangun," ucapnya sambil bangun.
"Nggak kok masih jam setengah 5. Kamu mandi dulu sana."
"I..iya mas aku mandi dulu ya."
Zeze meringis seperti menahan sakit. Apakah rasanya sesakit itu?
"Ze... Apa sakit sekali?" Tanyaku basa-basi.
"Agak perih mas... tapi nggakpapa kok."
Zeze perlahan jalan ke kamar mandi. Ada perasaan iba dalam hatiku. Tapi keegoisan masih menyelimuti.
Setelah shalat shubuh. Zeze sudah menyiapkan sarapanku. Aku terbiasa sarapan buah-buah segar dengan air putih hangat segelas. Tidak heran badanku bagus seperti ini.
"Mas... malam ini makan di luar yuk," ajaknya sambil menatapku.
"Hmmm... boleh mau dimana emang?"
"Di kafe sebrang kantor mas itu, gimana ?"
"Boleh juga kita ketemu disana ya jam 5 aku udah keluar kantor. Aku berangkat dulu ya," pamitku sambil mencium kening Zeze. Seperti keluarga harmonis saja.
Waktu tidak terasa sudah menunjukkan jam 5 sore. Waktunya untuk ketemu Zeze.
"Udah lama Ze,"
"Baru sekitar 5 menitan kok mas. Mas mau pesan apa?"
Aku perhatikan Zeze tambah cantik.
"Mas pesan nasi bebas gimana kamu aja. Soalanua lapar nih...."
"Oke deh!"
Kami pun makan dengan diam. Sesekali tertawa untuk topik receh yang Zeze lontarkan.
"Mas ..... "
Deg!
Apakah saatnya telat tiba?
Apakah harus hari ini?
Apakah dia mengetahui?
Bagaimana ini?Bersambung ......

KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE
Romantizm"kalian tidak merasakan luka dalam hatiku yang tiap harinya mengeras bagai batu. kalian yang membuatku tidak percaya apa artinya sebuah kebersamaan. tidak!" - Ariana Zaylendra - "kami memang salah tapi kami mencoba untuk memperbaikinya. tolong maaf...