On Track

407 66 11
                                    

Melepas penat di hari kerja menjelang matahari terbenam, aku menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Sorae Ecology Park. Sebuah tempat wisata dengan ikon berupa kincir angin berukuran sangat besar. Taman ini dulunya merupakan tempat produksi garam. Kemudian berubah fungsi menjadi taman ekologi dengan mempertahankan bentuk awalnya yaitu pantai berlumpur. Untuk sampai ke taman ala Belanda itu aku perlu menaiki subway melalui Incheon Line Suin--warna kuning--yang terkoneksi dengan subway Seoul line 1 atau line 4.

Aku turun di Stasiun Soraepogu dan diperlukan kira-kira 15 menit berjalan kaki untuk tiba ke pintu masuk Sorae Ecology Park. Sebenarnya cukup mudah menemukan tempatnya karena telah dibangun gapura dengan tulisan hangul. Mengingat area yang super luas, tidak disarankan untuk berjalan kaki. Ada penyewaan sepeda di area pintu masuk dengan tarif 5.000 won per jam untuk sepeda biasa dan

10.000 won per jam untuk sepeda tandem. Namun aku memilih berjalan kaki karena merasa tidak dikejar waktu, sore ini waktunya bersantai.

Tidak perlu bingung saat hendak masuk, cukup ikuti jalan utama, mengarah ke kincir angin yang terlihat dari kejauhan. Ada pintu kecil yang hanya bisa dilewati pejalan kaki untuk menuju areanya. Begitu sampai, mataku langsung tertuju pada kincir angin super besar yang berwarna coklat tua dengan genteng orange. Betapa sudah lamanya aku tidak memanjakan diri sendiri dengan memaksa bekerja selama 10 jam per hari.

Meski banyak dikenal untuk kincir anginnya, area Sorae Ecology Park ini sebenarnya sangat luas. Ada juga fasilitas seperti kolam kaki dan area pameran kecil. Musim terbaik untuk berkunjung adalah ketika ilalang berwarna kecokelatan. Namun aku datang saat musim panas berlangsung di mana suasananya didominasi warna hijau.

Setelah cukup berfoto di salah satu kincir dari tiga kincir yang berdiri kokoh, aku berjalan menepi untuk berteduh di gubuk kayu yang tersedia di bawah pepohonan rindang. Meski sinar mentari mulai meredup, namun cahayanya masih dapat menyilaukan mata. Aku menyipit, memerhatikan seorang pengunjung laki-laki yang terlihat panik saat anjing kecilnya terperosok ke dalam lumpur. Dikarenakan tidak begitu banyak pengunjung yang datang, aku mendekatinya untuk membantunya mengeluarkan anjing malang itu yang semakin bergerak semakin tenggelam--seperti lumpur hidup.

Tali yang terikat di lehernya terlepas. Berencana melempar tali tersebut pun pasti akan sia-sia, memangnya hewan bisa menangkap kemudian kita tarik seperti ketika menolong manusia yang terjerembap jatuh? Aku memberanikan tekat menjeburkan kaki dan menggapai anjing kecil itu yang hanya tersisa kepalanya menyembul ke permukaan. Tidak menyangka kedalaman lumpur sampai sedikit di bawah lututku. Aku takut jika semakin ke tengah maka semakin dalam pula. Tapi aku tidak bisa hanya berdiam diri menyaksikan anjing itu ketakutan, seperti yang dilakukan pemiliknya.

Dengan adegan dramatis, aku menyeret sebelah kakinya karena hanya bagian tubuhnya itu yang dapat kuraih. Sampai di pinggiran, aku terduduk dengan napas memburu bercampur lega. Aku melepas sepatu olahragaku yang tadi tidak sempat melepas. Kemudian membersihkan lumpur yang membungkus celana kerjaku sampai di lutut, meski tidak akan bisa kembali seperti semula.

Saat mengamati keadaan sekitar, ternyata pengunjung lain sudah bergerombol mendekati kami. Aku dibantu berdiri oleh dua gadis berseragam SMA dan mereka mendudukkanku di gubuk tadi, di dekat anjing yang mulai dibersihkan pemiliknya.

"Kak, saya punya tisu basah." Gadis berambut pendek mengeluarkan sekotak tisu beraroma wangi dari dalam tas jeansnya.

"Ah, itu yang aku butuh kan." Laki-laki di sampingku merebut sodoran tisu itu lalu digunakannya untuk mengelap pelan-pelan tubuh anjingnya. "Kalian tidak punya kain hangat?" Tanyanya lanjut, memandangku dan dua murid di hadapan kami.

Aku menggeleng. Tidak ada yang membawa syal atau memakai mantel di musim panas.

"Kakak harus membersihkan lumpur ini segera. Kalau bisa dengan air mengalir sebelum lumpurnya mengering." Gadis berambut pendek berbicara lagi. Jarang aku menemui anak-anak zaman sekarang yang begitu peduli terhadap orang lain.

BKLM ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang