Will Be Back

536 73 33
                                    

Matahari mulai menyingsing ke barat, ketika Wonwoo menginjakkan kaki di sebuah toko bunga kecil dekat persimpangan rumahnya. Laki-laki itu masuk ke dalam untuk mencari bunga yang sekiranya dapat menarik minat. Di sampingnya telah berdiri Im Nayeon, pemilik toko bunga yang juga merupakan teman kuliahnya dulu.

"Kau tidak bosan setiap hari membeli bunga?" Tanya perempuan itu sembari menunjukkan bunga anggrek hitam, koleksi barunya. "Ini sangat langka. Kau pernah menonton film Anaconda? Di situ para ilmuwan datang ke pulau yang ada di Indonesia untuk menemukan anggrek hitam ini, yang ternyata merupakan tempat tinggal kawanan ular besar. Sayangnya berakhir pulang tak mendapatkan apa-apa."

"Dan bagaimana bisa kau mendapatkannya? Kau berhadapan langsung dengan ular itu, eh?" Wonwoo tak berusaha menahan tawanya. Senang rasanya melihat wajah Nayeon yang berubah masam.

"Keluar saja jika hanya ingin mengejek."

Wonwoo berhenti tertawa lalu mengambil sekuntum aster berwarna putih bersih. Ia memandangnya lamat sampai akhirnya berucap, "Cantik. Berikan aku buket warna putih dan biru."

Nayeon mengangguk. "Aku juga punya bibitnya, kau mau? Diskon sepuluh persen karena baru kutawarkan padamu. Bagaimana?"

"Apa ada jaminan tumbuh? Aku rasa bunga ini jarang ditanam di daerah sini."

Nayeon enggan menjawab dengan menyibukkan diri merangkai bunga pesanan laki- laki itu. Wonwoo juga tidak berkata lanjut hingga ia mengeluarkan beberapa won dari dompet kulitnya.

"Jangan sering kemari. Ini bukan seperti aku tidak ingin mendapat pelanggan, tapi istrimu memiliki mata tajam yang kerap kali menatapku sinis."

Alis Wonwoo terangkat kemudian mengangguk asal. Di perjalanan pulang, ia terus berpikir tentang ucapan Nayeon barusan. Meski dekat dengan rumahnya, tapi apa mungkin Eunbi pernah mampir ke toko bunga Nayeon?

••

Minggu pagi Wonwoo isi dengan berolahraga ringan di taman kompleks. Ia mengajak putranya yang masih berusia empat tahun untuk bermain ayunan. Namun bocah ingusan itu merengek minta pulang dengan alasan lapar. Wonwoo merengut, namun tetap menggendong Jinu di belakang punggungnya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Jinu diasuh oleh susternya yang masih berusia awal dua puluhan. Wonwoo sendiri membersihkan diri di kamarnya sekaligus mencari keberadaan sang istri.

Eunbi tidak ada dimana-mana. Perempuan itu juga meninggalkan ponselnya di meja rias, hal yang selalu dilakukannya ketika akan keluar rumah tanpa ingin diketahui suaminya. Beruntung Wonwoo telah memahaminya, sangat. Bukankah memang selama ini Wonwoo selalu berada di pihak yang mengalah?

"Kau sudah makan?" Tanya Wonwoo yang baru saja melihat Eunbi datang dan hendak naik tangga.

"Sudah." Eunbi menjawab singkat kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Wonwoo bergerak mengikutinya dan menunggu Eunbi selesai mandi sambil membaca laporan keuangan perusahaan tempatnya bekerja. Ia menutup dokumennya dan melepas kacamatanya saat perempuan itu duduk manis di depan meja rias.

"Apa harimu menyenangkan?"

"Hm."

Istrinya merajuk, lagi.

Wonwoo mendekat untuk kemudian memeluk leher sang istri. Eunbi tidak menunjukkan reaksi yang berarti dan hanya terus melanjutkan sesi mempercantik diri.

"Aku akan merawat Jinu sendirian. Pecat saja gadis ceroboh itu."

"Memangnya apa yang dilakukan Yuqi?" Wonwoo mulai menciumi leher putih Eunbi dengan helaan napas panas.

BKLM ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang