Puncak dari Bahagia

42 23 0
                                    

Aku terinspirasi sekali dengan tokoh Kim soo hyun plus Seo ye ji dalam Psycho its Okay. Pengennya sih membangun character mereka di ceritaku yang ini. Tapi entahlah,kita liat saja nanti ya! Bisakah aku menumbuhkan karakter di ceritaku yang ini? Ceritanya tentu beda. Tapi dengan bentukan yang sama dan couple dalam drama Psycho its Okay. Uh aku sungguh tidak sabar untuk menantang diriku sendiri. Jangan lupa dibaca ya.. klik bintang,komen,kritik sarannya dan semoga kalian suka!.
=============


Cinderella sebenarnya tidak menyukai keadaannya selama ini. Dia hanya diberi makan sehari sekali ,bekerja dalam tawanan sang ibu tiri yang jahat,dan harus berurusan dengan paman ipar tiri yang selalu mengganggunya . Dalam keputuasaan,dia menatap cermin di kamar kecilnya.

"Stt,jangan menangis" seseorang berwajah seperti dirinya,tersenyum menenangkan. Ada yang berbeda dengan wajah itu. Cinderella memundurkan tubuhnya ketakutan. Namun bayangan itu enggan mengikuti apa yang dia lakukan. Raut yang ada dihadapannya terlihat kejam,bola matanya yang coklat nampak tajam,bibirnya terlihat tidak pernah tersenyum ikhlas,hanya wajah dan pakaiannya saja yang sama persis dengan Cinderella kenakan. Bayangan itu tertawa,tawanya tidak pernah Cinderella dengar,namun saat bayangan itu mengangkat kedua tangannya,menggiring Cinderella mendekat. Saat itu bayangan dan Cinderella menyatu. Dalam ingatan Cinderella dengan hati indahnya,hanya satu yang dia ingat. Bisikan puas dari sang bayangan yang memberikan janjinya.
"Serahkan saja kepadaku"

"Apa yang kau lakukan!" Sentakan sang ibu tiri bergema. Saat Cinderella yang kini beraut wajah dingin berdiri tenang. Kedua tangan Cinderella terangkat di dada. Menyeringai,saat kedua mata ibu tiri tersebut terbelalak. Menyadari kini kedua tangannya sudah direnggut paksa dua orang asing.
"Tidak..yang gila dia! Tidak! Lepaskan" Cinderella menikmati kehancuran wanita itu dalam diam. Raut wajahnya tetap tenang,tidak memperlihatkan rasa takut seperti dahulu. Salah satu tangannya memegang topi yang dia kenakan. Menggesernya perlahan,matanya melirik ke belakang tanpa menoleh,saat ibu tiri itu melewatinya,kaki yang dia pijakan terangkat naik. Menendang perlahan wanita itu yang kini melotot kesakitan.
"Argh,dia menendangku!" Wajah wanita itu pucat. Menahan rasa sakit yang muncul saat sepatu berunjung runjing menendang tulang keringnya paksa. Wanita itu meraung-raung,ketika dua orang asing yang memaksanya keluar dari rumah megah itu dengan kasar menyeretnya. Tanpa ampun dan belas kasihan. Cinderella terkekeh geli,tangannya menutup mulutnya tanpa menggeser tatapan puas saat ibu tiri yang selama hidupnya menyiksa dirinya kini menghilang.
"Terimakasih" dia menoleh,saat suara paman tirinya kini terdengar. Cinderella tetap bergeming,tidak menjawab suara yang kini juga ikut menjauh. Paman tiri yang selalu mengikutinya,kini juga tidak ada. Terusir secara paksa karena kakaknya tidak memiliki hak. Dia menyeringai kejam. Menatap sekeliling keseluruhan rumah yang memang miliknya. Memainkan topi yang tengah dia kenakan. Merasakan rasa bangga yang membuncah, berhasil mengusir ibu tirinya yang kejam.
============

Kepulan asap keluar dari bibir bergincu merah menyala perlahan. Membentuk gelembung-gelembung kecil,yang sengaja dia buat melalui mulut dan hidungnya. Asap itu perlahan menghilang,membaur pada kawanan oksigen yang sedang dia hirup.

Malam adalah hari yang paling dia sukai. Dengan menggunakan kimono sutra berwarna mustard, perempuan itu menatap kembali penampilannya melalui jendela apartemen yang memantulkan bayangan dirinya. Wajahnya tetap sama, tidak ada senyum yang tercetak melalui dua bibir indah yang kini tetap terkatup. Setiap hari masih sama.

Dalam kurun waktu dia hidup, semua berjalan seperti yang dia inginkan. Perempuan itu berbalik, jemarinya yang kini bercat merah mengangkat botol yang sendari tadi berdiri tegak di sampingnya. Kepulan asap kembali dia keluarkan. Menghirupkan udara nikotin yang masih saja menenangkan, lalu di dampingi segelas cairan pekat yang kini sudah dia pegang. Kaki kirinya terangkat naik, menambah rasa tenang yang kini mengalir di dalam tubuhnya, namun ternyata masih tetap hampa.

Aku, Kamu dan Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang