After Sad Ending (2)

34 28 1
                                    

Suara stiletto  bergema di seantero lobi sebuah jurusan dalam universitas terkenal . Mira melangkah cepat,membiarkan sepatu itu mengikuti langkahnya yang terburu-buru.

Setelah dua jatah kelas dia selesaikan,kini Mira menyesal dengan pilihan stiletto yang dia kenakan hari ini. Kakinya sudah terasa kebas karena tidak duduk sama sekali,mengajarkan para mahasiswa dengan total hampir 8 sks atau setara dengan 8 jam lebih di kelas.

Bertemu mereka semua adalah hal yang paling menyenangkan. Membagi ilmu yang dia dapatkan dengan susah payah dan kini ditambah dirinya harus menceritakan pengalamannya pada mahasiswa yang sudah antusias saat mengetahui Mira,dosen yang dahulu pernah mengajar disini kembali lagi setelah 3 tahun mengejar gelar doktor. Gelar termuda yang didapatkan pada jajaran dosen di universitasnya,diusia Mira yang kini 34 tahun. Hal yang membuat dirinya  bangga. Namun tidak dengan pilihan sepatu yang membuat kakinya berdenyut keras.

Mira menghempaskan pantatnya di bangku beroda di dalam kantornya. Melepaskan sepatu berwarna hitam tersebut dan melujurkan kakinya ke dalam kolong meja. Wajahnya mendesah lega,namun kemudian dia menegakan punggungnya kembali,menatap jam tangan yang melingkari tangannya selama ini. Jam sudah menunjukan pukul 5 sore.  Mata Mira terpejam,setelah ini dia harus menyiapkan materi untuk mahasiswa semester 5 besok. Dan materi tersebut harus dipersiapkan matang.

Namun  otaknya kini seperti tidak mendukungnya,peristiwa kemarin berkelebat kembali. Menyentakan Mira tentang kebodohannya dalam mengendalikan suaranya sehingga pernyataan yang dia ingin berikan kepada ibu terdengar juga di telinga ayah dan Fahbi. Mira mendesah kesal. Dia meraup wajahnya dengan perlahan,berusaha meredam peristiwa itu. Namun tetap gagal. Wajah Fahbi yang berusaha baik-baik saja dan malah meminta izin pulang terlebih dahulu terngiang di pikirannya. Setelah itu orangtuanya terlihat kesal dan menceramahinya berkali-kali. Mira paham,kalimat penolakan itu mungkin membuat Fahbi tidak nyaman.

Laptop yang kini sudah terbuka hanya memantulkan cahaya di wajah Mira. Tanpa Mira berniat menyentuhnya. Ingatan wajah Fahbi tetap berkelebat,bagaimana mimik wajahnya yang berusaha tetap tersenyum kepada kedua orangtuanya. Mira sebenarnya sadar,kalimat itu tidak menyakitkan. Apabila orang lain yang mendengar,Mira akan terlihat bagaikan seorang malaikat yang tahu diri bahwa dia masih percaya duda bisa bertahan mencintai satu wanita dan tidak menikah lagi. Namun Mira tau,bagi Fahbi hal itu adalah penolakan keras,bahwa Mira sudah tidak ingin menjadikan  Fahbi orang terpenting di hidupnya. Meski kini tidak ada  siapapun lagi di samping Fahbi.

Mira mendesah,dia mendongakan kepala keatas. Menatap AC yang kini sudah mati dan beralih pada lampu putih disana. Mira menggigit bibirnya,berusaha mengatur konsentrasinya yang belum juga ditemukan. Jarum jam sudah bergeser sedikit demi sedikit. Jam 6 sore,ruangan jurusan sudah harus ditutup. Dan Mira tidak ingin membawa pekerjaannya di rumah. Namun wajah Fahbi tetap berkelebat di hadapannya. Dengan wajah yang berusaha kuat sembari menahan kecewa. Mira tersenyum miris. Dia menarik rambutnya ke atas. Mengikatnya, menepuk kedua pipinya perlahan dan memutuskan berkosentrasi lagi dan kini dia berhasil.
__________________

Satu jam Mira berhasil menyelesaikan materi untuk besok. Dia tersenyum puas, tubuhnya beranjak dan mulai menata kantornya yang memang belum ada berkas apapun.

Ini hari pertamanya mengajar kembali,jadi tidak ada setumpuk tugas yang diberikan mahasiswa kepadanya selama ini. Namun tinggal menunggu waktu saja,kantornya berisi tumpukan berkas seperti dosen lainnya.

Mira melepas charger laptopnya sembari melipatnya sesuai lekukan yang sudah tercetak,menutup laptopnya dan beranjak untuk mengambil tas laptop yang dia sisipkan di lemari kosong sebelahnya. Dia menatap kembali kondisi kantornya dan tersenyum puas melihat kantornya sudah rapi. Tas berwarna navy yang dia bawa,kini sudah berada di genggamannya dan Mira melangkah keluar dari kantornya. Baru saja dia bersenandung riang,kini semua seperti berhenti. Saat tatapannya menangkap sosok Fahbi yang mengenakan jas berwarna hitam dengan dasi yang terpasang.

Aku, Kamu dan Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang