Puncak Bahagia (end)

35 26 5
                                    

Ini sudah puncak acara. Dan Valentine tanpa sadar menggigit bibirnya,setelah ini dia akan melakukan sesuatu yang besar. Lehernya memanjang,berusaha mencari subjek yang sendari tadi tidak terlihat. Dia tanpa sadar mencengkram meghaphone yang sendaritadi dia bawa. Tangannya yang bebas kini mengetikan deretan pesan ke arah Welas dengan cepat.

Valentine:pastikan Bani ada disini. Sekarang!
Welas:Pak Bani sudah ada disana daritadi ibu..saya melihatnya dari sini..di belakang ibu..bersama seorang nenek
Valentine:ok

Kepalanya menoleh,menatap Bani dan tersenyum sinis. Dalang yang menjadi penutup acara sudah selesai memberikan pertunjukan. Jemarinya mengusap rambutnya perlahan. Hari ini,dia akan melakukan sesuatu,yang membuat Baninya kembali. Dengan sebuah cara yang bagus. Dia terkekeh dengan suara datar. Menatap pembawa acara yang kini merasa terindimidasi karena tatapan Valentine yang menusuk dari deretan tempat duduk utama yang dia duduki. Saat namanya disebut,dengan pelan dia sudah berdiri dan membawa meghaphonenya keatas panggung.

"Selamat siang"dengan lantang Valentine memberikan sapaan awal.suaranya berat,seperti seorang kapten yang melatih anak buahnya. Namun para lansia berseru sumringah saat kemunculan Valentine  di panggung. Jemari tua itu bertepuk tangan meriah. Dan itu membuat Valentine menyembulkan segala keberaniannya sekarang.

"Siang oma..opa..saya Valentine..saya pernah menjadi relawan disini. Beberapa minggu yang lalu. Namun sayang sekali,bukan karena menjadi seseorang yang rela membantu disini,melainkan karena rela untuk memgambil seseorang yang menjadi relawan disini"suara kasak kusuk kini terdengar. Bani yang sendaritadi sibuk berbicara dengan seorang nenek kini menegakan tubuhnya. Tanpa menoleh Valentine yang kini menatapnya tajam.

"Beberapa bulan yang lalu,seorang yang membantu saya berpikir lari..karena saya memutuskan menyingkirkan salah satu keluarganya. Dan dia lari setelah saya mengabulkan rencana itu.Saya mencari keberadaannya dimanapun dan menemukannya disini. Menjadi salah satu relawan dengan wajah malaikatnya" Valentine tetap menatap Bani yang sendari tadi memunggunginya. Perempuan itu menyadari bahwa Bani juga mendengarkan setiap perkatannya. Dia tersenyum puas.

"Sudah berkali kali saya berkata. Berhenti dan ayo bersama. Namun entah ada apa dengan otaknya,dia tetap menjauh! Saya datang kesinipun,dia tetap bergeming dan mengatakan bahwa menyukai tempat ini" Valentine mengalihkan pandangannya,menatap para lansia yang kini menatapnya kebingungan. Untuk pertamakalinya Valentine tersenyum lembut.

"Namun dari hasil saya berada disini,ada satu orang yang bercerita kepada saya..bukalah kebahagiaan kamu,bukalah diri kamu..kejarlah cinta kamu..secara perlahan..dan itu masuk ke dalam diri saya hingga berminggu-minggu. Menyerapnya untuk kemudian menentukan langkah apa yang harus saya tentukan selanjutnya?"Valentin kini bisa melihat Bani yang sudah menatapnya dengan tubuh sempurna menghadap dirinya. Untuk pertamakalinya,Valentine memberikan senyuman lembut ke arah laki-laki itu.

"Izinkan saya memberitahu kepada anda sekalian. Bahwa saya hanya ingin meminta tolong,jagalah relawan itu untuk saya. Namanya Bani. Paman Bani..kamu dengarkan? Aku sudah memberitahu semuanya..tolong jaga dia untukku oma opa..bisakan?"

Tanpa sadar Valentine menitikan air mata. Sial,padahal rencananya bukan seperti ini. Tanpa sadar dia melihat wajah sendu Bani dan melihat kawanan lansia yang kebingungan itu dan membuat bibir dan pikirannya buntu. Kini rasa sakit terlanjur menyeruak melalui rongga dadanya. Dia menurunkan meghaphonenya. Menatap wajah Bani yang kini berkosentrasi menatapnya.

"Saya hanya ingin mengatakan itu..terimakasih. Siapapun investor yang memberikan kontribusi disini..saya ucapkan terimakasih" Valentine menundukan kepala. Air matanya tidak berhenti mengalir,namun kini lambat laun hatinya terasa ringan. Semua yang dahulu dia simpan rapat-rapat terasa menghilang sementara. Bahkan saat rencana aneh itu tidak terlaksana,Valentine merasa lega. Setidaknya Bani mengetahui apa yang dia pikirkan sekarang. Dia berbalik,menuruni tangga yang menghubungkan pada panggung kecil. Sayup sayup terdengar tepukan tangan dari kawanan lansia itu keras. Namun dia tidak peduli. Setidaknya,pamannya sadar. Bahwa Valentine sangat ingin Bani bersamanya,meskipun itu tidak akan pernah terkabulkan.

Dengan langkah gotai,kakinya kini berhenti di daerah sepi belakang panti. Matanya menatap pepohonan rindang yang tumbuh dengan subur. Alunan angin bersanding dengan hangatnya mentari di siang hari dengan desau indah yang mengiringi langkah Valentine disana. Dia menghapus air matanya perlahan,menghembuskan nafas keras dan menempelkan wajahnya di tembok bercat putih itu perlahan. Pikirannya buntu..tidak! Bagaimana bisa dia tidak melaksanakan sesuai rencana yang sudah dia bangun sedemikian rupa. Bodoh!.

Dia membenturkan kepalanya perlahan,berkali-kali hingga sebuah benda empuk yang hangat menghalangi pelipisnya yang beradu pada tembok. Valentine menyipitkan mata,berusaha mencaritahu benda apa itu saat menyadari bahwa sebuah tangan kini sudah berada di dahinya. Dia berbalik,mengira Welas yang akan menceramahinya panjang lebar saat Bani kini berdiri di hadapannya dengan wajah sendunya.

"Apa yang kau.."kalimatnya mengambang,saat bibir Bani kini melumatnya dalam. Kedua tangan itu kini berpindah ke pipi Valentine. Mengarahkan Valentine terpojok diantara tubuh Bani dan tembok di belakangnya. Kedua matanya terbelalak ,berusaha menyerap apa yang sedang dia rasakan sekarang namun pikirannya mendadak buntu. Bibir Bani kini  menggigitnya perlahan,berusaha meminta respon Valentine yang kini tetap terpaku diam. Hingga akhirnya tangan Bani mengelus lembut dahi Valentine dengan sorot mata geli,menjadikan Valentine kini menutup matanya perlahan.

Keduanya berciuman lama,berusaha mendalami apa yang terjadi selama ini. Hingga Bani melepaskan tautan bibir tersebut tanpa meninggalkan jarak di keduanya. Kedua dahi mereka bertaut dengan nafas panas keduanya.

"Paman.."bisik Valentine perlahan. Bani tersenyum,mencium kedua pipi Valentine yang kini merona merah.

"Aku kembali...maaf menunggu lama" Bani mencium dahi Valentine lama. Menyerap energi yang selama ini menghilang semenjak dia memutuskan pergi menjauh.

"Aku..tidak akan pergi lagi..aku janji" bibirnya turun ke kedua mata Valentine perlahan. Membiarkan seluruh kerinduan tersalurkan olehnya.

"Paman..apakah aku mimpi?"suara lembut Valentine kini kembali lagi. Bani memundurkan tubuhnya,melihat wajah cantik yang memerah itu dengan gelengan yakin.
"Tidak..ini nyata..aku kembali,maafkan aku karena harus menunggu lama" Bani memeluk tubuh itu erat. Berusaha mengalihkan beban berat yang dipikul Valentine  selama ini kepada dirinya. Tubuh Valentine yang hangat,yang dahulu selalu dia rindukan,kini berada dihadapannya,dipelukannya lagi.

"Paman..aku tidak akan melepaskan kamu setelah ini"bisik Valentine dengan suara terendam di dada Bani. Laki-laki itu terkekeh geli,dikecupnya puncak kepala Valentine berkali kali dengan senyuman bahagia.

"Iya..silahkan. aku milikmu selamanya" Valentine menjulurkan kepalanya,menatap laki-laki dihadapannya dengan wajah bahagia.

"Kita menikah sekarang saja" dengan serius Valentine memberikan permintaannya dan tidak disangka laki-laki itu menganguk setuju.

"Benar?"tanya Valentine memastikan. Bani menganguk,senyum tidak lepas dari laki-laki tersebut. Jemari Valentine kini sudah menjalin ke arah rambutnya berpikir dan mengambil ponsel di tas yang sudah terjatuh dari genggamannya.

"Aku akan meminta investor itu untuk menyiapkan semua..bagaimanapun aku sudah melepas proyek triliunan untuk menciptakan kerjasama ini" dengan wajah yang kini kembali seperti semula,valentine menghubungi Dani yang belum pernah dia temui. Namun sebuah bunyi ponsel yang ada didekatnya menarik perhatian Valentine.

"Tidak usah.." Bani merebut ponsel tersebut perlahan. Memojokan tubuh Valentine yang kini menatap curiga dirinya.

"Kamu taukan,aku bisa selicik kamu? Kenyatannya kita pasangan serasi sudah tidak terbantahkan bukan? Selamat bekerjasama dengan Dani,inverstor utama kamu disini. Perkenalkan aku Dani yang kamu maksudkan. Tapi sebelum itu,bisakah aku menciummu sekali lagi?" Dengan senyum manisnya Bani menatap Valentine yang kini mengangkat alisnya. Namun saat Valentine menganguk,bibir mereka bertautan sekali lagi. Mencairakan segala rasa kehilangan yang dahulu datang.

Karena meskipun ada rasa sakit,nyatanya bahagia itu saat obat dari rasa sakit hadir untuk saling menyembuhkan.

Aku, Kamu dan Kita (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang