5 Keluarga Kecil

605 51 10
                                    

Ada lomba masak di sekolah Acha.

Dara tertegun membaca pesan yang dikirim oleh Bara. Biasanya pria itu tidak pernah mengirim pesan pada Bara. Langsung telepon kalau memang ada urusan penting yang berkaitan dengan Acha. Kadang malah telepon melalui Elang. Dengan kening berkerut, Dara mengetik pesan balasan.

Terus?

Selang beberapa detik telepon Dara berdering. Video call dari Bara. Dara tergesa merapikan rambut. Untung selepas subuh tadi Dara sudah mandi. Ya, walau sehabis itu tidur lagi. Setelah mengaca sebentar, Dara menerima panggilan video itu.

"Tante Dara!" panggil Acha, heboh. Anak kecil lima tahun itu sedang duduk di samping Bara.

"Halo, princess," sapa Dara ikut ceria.

"Te, hari ini ada acara?"

"Nggak ada," sahut Dara. Di seberang sana, Acha dan Bara sedang berdebat. Acha meminta papinya untuk bilang maskud mereka telepon.

"Gini, Dar. Setengah jam lagi kamu saya jemput, ya. Besok Acha ada lomba masak. Hari ini kita latihan," terang Bara mengambil alih pembicaraan.

Dara semakin tertegun dengan penjelasan beruntun dari Bara. "Eh? Kok gitu?"

"Saya udah tanya ke Elang. Kamu belum dapat kerja, kan?"

Dara memutar mata dengan jengkel. Pamannya itu sering kali membocorkan masalahnya pada Bara. Minggu lalu, pagi-pagi harus memasak untuk bekal Acha. Sekarang harus jadi tutor masak, gitu? Kalau begini caranya, Dara lebih baik menerima tawaran Elang untuk bekerja di restoran pamannya itu. Tapi setelah dipikir-pikir, Dara tidak mau merepotkan Elang terus menerus. Dia ingin pamannya itu melihat Dara bisa mandiri tanpa bantuan Elang. Jadilah, tiap pagi Dara membuka pre order makan siang. Tapi cukup melelahkan dan menguras waktu serta tenaga. Rasanya benar-benar berat kalau sepenuhnya terlepas dari bantuan Elang.

"Iya," sahut Dara seraya mengangguk lemah. Wajahnya makin tertunduk lesu kalau diingatkan soal pekerjaan. Hari Minggu Dara closed order makan siang. Makin menipis pula uangnya. Teman-temannya lebih sering makan bersama keluarga dibanding harus pesan makanan dari Dara. Andai Dara masih punya modal, ingin sekali dia membuka restoran lagi. Tapi realitanya, uangnya sudah terkuras habis karena Golden Memories Resto&Course.

"Kalau gitu, anggap aja kamu lagi kerja sebagai tutor masak saya dan Acha," perintah Bara dengan wajah datar. "Siap-siap. Setengah jam lagi kami sampai."

Belum sempat Dara membalas, panggilan video itu sudah berakhir. Sambil melirik jam, Dara terburu untuk bersiap.

"Gawat!" pekik Dara panik. Dia segera gosok gigi dan cuci muka. Setelah itu, dia terdiam cukup lama di depan pintu lemari yang terbuka. Dia bingung memilih pakaian apa yang akan dipakai. Kalau memakai gaun, kesannya terlalu formal dan dikira mau diajak kencan. Padahal Cuma masak aja.

"Pakai kaos aja kayaknya udah cukup, deh," putus Dara lalu menyambar kaos putih dan segera berganti pakaian. Kurang lima belas menit dan Dara belum make up sekali. Baru duduk di depan kaca, telepon Dara berdering. Dari Bara.

"Tante udah sarapan?" tanya Acha di seberang telepon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tante udah sarapan?" tanya Acha di seberang telepon.

"Belum. Kenapa, Cha?" sahut Dara sambil meratakan pelembab wajah.

"Bagus, deh." Suara Bara terdengar. "Acha tadi minta buat beliin kamu bubur depan gang. Bentar lagi kita sampai."

Dara melotot dan segera mempercepat gerakan tangannya. Sama sekali tidak ada waktu lagi. Jadilah, dia cepat-cepat merias wajah dengan bedak dan memulas bibir. Sudah itu saja. Bahkan alisnya sama sekali tidak terjamah. Karena detik saat dia mengambil pensil alis, sudah terdengar bel pintu rumahnya.

Dara turun dari kamar dan mendapati Acha langsung memeluknya. Kadang, Dara berharap sikap hangat putri kecil itu menular ke papinya. Ngarep bener lo dipeluk Bara! Suara hati Dara mengingatkan.

***

"Mau beli apa lagi?" tanya Dara sambil memerhatikan troli belanja. Di sana sudah tersimpan berbagai macam sayuran, buah, telur, dan daging ayam. Ada juga berbagai snack kesukaan Acha. Makin lama memerhatikan Dara malah berpikir ini bukan belanja untuk lomba masak saja. Tapi belanja bulanan. Keyakinan Dara itu makin dikuatkan saat ibu-ibu yang menginterupsi kegiatan belanja mereka.

"Ibu silakan dibeli," sapa seorang karyawan berumur pertengahan tiga puluhan. "Ini beli satu kotak gratis satu kotak, lho."

"Nggak, Bu." Dara menggeleng karena memang tidak terlalu suka makanan manis.

Bara yang sedang menggandeng Acha mendekat dan mencoba mengambil satu potong brownis. "Cobain, Cha."

Acha tersenyum dan meminta Dara mencoba juga. "Enak."

"Itu istrinya nggak disuapin sekalian, Pak?"

Dara ingin menggeleng tapi tidak sempat karena Bara sudah lebih dulu mengarahkan potongan brownis ke mulut Dara. Bahkan setelah itu Bara memasukkan dua kotak brownis ke dalam troli.

"Semoga nambah momongan lagi ya, Pak," doa karyawan tadi yang hanya dibalas dengan anggukan kepala oleh Bara.

Seketika tubuh Dara membeku. Pria itu tidak komplain atau berusaha membenarkan ucapan karyawan? Apa ini artinya Bara mulai membuka diri untuk Dara? Dara berharap begitu. Tapi sayangnya, hati Dara harus siap terluka setelah tahu alasan Bara sebenarnya.

***

Ada yang mau nebak apa alasan Bara bersikap begitu? Kenapa alasan itu membuat hati Dara terluka?

Falling in Love to My Uncle's BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang