PM - 1

435 38 17
                                    

CHAPTER SATU

Dance! Dance Kau pikir akan jadi apa?

"Jinny! Mengapa lesu begitu? Apakah kau kurang istirahat!" pekik Soodam dengan raut secerah matahari. Pagi itu, seperti biasa, Soodam dan Jinny berangkat bersama. Ketika awal sekolah, banyak yang mengira bahwa Soodam dan Jinny adalah sepupu dengan latar belakang keduanya yang tidak jauh berbeda. Di waktu sekarang, mereka sudah paham dan tahu bahwa itu tidak terlihat seindah itu. Soodam, jelas, meskipun menganggap Jinny bagaikan sahabat kecilnya yang manis, tetap saja, terkadang, gadis itu memperlakukan Jinny bagaikan mereka berbeda. Berjarak. Berbanding terbalik.

"Aku baik."

"Ah, mukamu asam begitu. Ayo, temani aku dahulu ke perpustakaan. Aku bingung mencari beberapa buku.."

"Tapi kan, bel masuk.."

"Sudahlah! Tidak perlu dipikirkan? Siapa pengajar pertama? Tidak perlu khawatir. Ini lebih penting lagi!" katanya. Jinny berharap ada alasan logis dari semua ini. Karena apa? Terakhir kali Soodam menyerenya untuk bolos di jam pertama adalah untuk melihat kelas para senior kemudian bertukar nomor dengan mereka karena kebetulan mereka pun izin ke toilet. Di lain waktu, Soodam justru ingin dicarikan makanan kemudian minuman, di lain waktu lagi Soodam ingin agar Jinny membantunya untuk mengerjakan sisa tugas yang ternyata belum dikerjakan di ruangan sebelah gymnasium.

Jinny pun akhirnya mengangguk pasrah. Mereka berjalaan bersisian, sampai mereka tiba di koridor panjang tersebut. Seseorang mengejutkan keduanya. Jinny memiringkan wajahnya, bingung. "Uh? Bukankah ..." Dia melihat sosok tinggi itu berusaha mengajak obrol beberapa murid lain, sampai akhirnya, gadis itu pun memutuskan untuk mendekati. "Choi Soobin? Kau .. kau di sini?"

*

*

Ada banyak sekali yang mengoceh—keras maupun pelan—bahwa persahabatan antara perempuan dan laki-laki itu tidak benar-benar tulus. Satu pihak, entah karena faktor apapun, pasti dapat menaruh rasa lebih dari sekadar kepada satu pihak. Jinny percaya? Sedikit saja. Karena nyatanya, Choi Soobin memang patut untuk disukai. Dia punya senyuman menyejukkan, mata yang menggemaskan dan tutur kata yang bagus. Dia adalah "hadiah" dari Tuhan yang membuat Jinny merasakan sedikit angin segar.

"Kapan kau kembali?"

Soodam memberenggut menatap keduanya. "Jinny-ya, ke perpustakaan," rengeknya merasa terusik. Namun, Jinny tetap memandang Soobin yang sudah menggaruk tengkuknya. Keduany jelas tidak menyangka akan bertemu di waktu tersebut.

"Ceritanya panjang. Sebenarnya, aku sudah ingin menghubungimu tapi ada banyak hal yang harus diurus sekembalinya aku kemari. Dan Ayah, dia ingin aku membantunya juga di kafenya. Kami berencana untuk berbisnis sekarang."

"Uh, begitu. Makan siang ini kau ada waktu?"

Soobin mengangguk. "Tentu saja." Dia beralih kepada Soodam yang sudah melipat bibirnya, nampak tidak suka. "Hai, aku Choi Soobin." Soodam berdeham kemudian membalas jabatan tangan Soobin. Tangan pemuda itu besar dan hangat, agak mengejutkan Soodam.

"Lee Soodam, sahabat Jinny."

"Senang bertemu denganmu."

Jinny memiringkan wajahnya. "Maaf, apakah kita jadi ke perpustakaan? Ah, ya Soobin mari aku saja yang sekalian antarkan kau ke kelasmu, okay?" Soodam hendak memprotes; mengapa jadi sibuk dengan orang asing ini? Soodam pun hanya mengekori bagaikan anak kelinci yang pasrah. Soobin mulai mengangkat suara, menceritakan bagaimana selama dia di Jepang dan bagaimana sampai akhirnya dia kembali. Jinny merasa mood-nya pun berangsur-angsur membaik. Senin pagi ini nampaknya tidak seburuk di pikirannya. Kecuali sore nanti; saat Jinny akhirnya mengetahui bahwa dia benar-benar tidak dapat bergabung dengan kamp audisi itu.

Perfect Matches | txt x secret numberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang