CHAPTER DELAPAN
Soodam berdecak sengit. Sosoknya sudah separuh muak, lelah dan sangat kesal. Sekarang Soodam menolehkan wajah kemudian mencebikkan bibirnya. "Ayolah, apakah kau akan terus mengunci mulutmu? Begitu? Apa yang kau mau? Katakan saja dan kita akan atur perjanjian demi informasi soal Jinny. Apa yang kau mau, hah?"
"Tapi, Nona. Aku.."
"Tidak, tidak. Aku tidak mau dengar protesan basimu lagi. Cepat, katakan saja. Kau mau uang? Pakaian? Barang yang ingin kau beli tapi belum kau dapatkan? Katakan saja. Uang bukan masalah utamaku."
Soobin berdeham berat. "Serius. Aku tidak membutuhkan apapun. Terima kasih tapi dengarkan aku sekarang, aku tidak tahu apapun soal Jinny jadi sebaiknya berhenti berusaha karena semuanya takkan berhasil."
"Oh ya?!"
Soobin mengangguk, menatap lurus sepasang mata gadis itu. Soobin sudah cukup terkejut dengan kemunculan Soodam dan sikap gigih gadis itu patut diberikan dua jempol karena yah, dia sangat konsisten mendesak Soobin bagaikan jika sehari saja tidak mencerca Soobin dengan banyak pertanyaan seputar Jinny, bibirnya akan gatal-gatal. Entah di dekat kelas, kafetaria, bahkan dekat gerbang sekolah, Soodam terus mendesaknya. Bahkan karena Soodam sudah tahu letak kafe Soobin, gadis itu pun datang ke sana. Mengerikan sih tapi Soobin berusaha memahaminya.
Soodam melipat tangan di depan dada. Tidak berhasil. Payah. Padahal Soodam sudah berusaha sejak berhari-hari lalu dan dari pengalaman, biasanya Jinny tidak akan selama ini jika memang pergi mengunjungi neneknya. Ini sih bukan mengunjungi! Tapi benar-benar pindah alias angkat kaki dari rumah mereka. "Aku tidak akan mengusikmu.."
"Aku juga. Sebaiknya kau berhenti," tukas Soobin. Ia memperhatikan Soodam dengan wajahnya agak miring. "Kau juga pasti lelah kan? Aku pikir sebaiknya kau tunggu saja sampai Jinny pulang kemudian kau tanya-tanya sepuasnya. Sudah ya, aku sibuk."
Hih! Sok keren!
Soodam menghentakkan kakinya dan mengerang kesal. "Dia pikir dia itu keren?! Bersikap sedingin itu?" Soodam tidak habis pikir dan yang paling tidak dia pahami adalah Yeonjun juga tidak terlihat dimanapun, seakan Jinny dan Yeonjun... benarkah? Apakah mereka bersama? Soodam tersentak karena pemikiran mendadak itu dan dia bergegas pergi dari tempat itu.
.
.
Katanya ini jadi waktu diskusi sebelum mereka latihan bersama. Akan ada sesi brainstorming untuk menentukan perform apa yang akan mereka tunjukkan di hadapan juri dan para coach. Oh ya, ini juga penentu apakah mereka layak untuk melanjutkan ke tahap seleksi berikutnya atau berhenti sampai sini. Jinny tahu dia tidak mau pulang. Tidak sekarang setelah begitu banyak waktu dia habiskan di sini. Tapi ini sih bukan waktu diskusi yang wajar, apalagi dengan Yeonjun yang lebih banyak diam dan memandang serius buku di hadapannya. Apa yang ia pikirkan? Serius sekali sih.
Jinny sudah hendak menegur. Tidak, dia bahkan sudah ingin bicara dan memulai diskusi apalagi di sekitar mereka, ada banyak unir yang sudah mulai membahas dan nampaknya sudah sampai ke tahap memutuskan. Mereka? Mulai saja belum. "Yeonjun-ssi."
Pemuda itu mengangkat wajah dan mengerjap. "Ya?"
"Bukankah .. sebaiknya kita mulai? Maksudku, kalau kita tidak mulai juga, mungkin ada waktu yang terbuang dan kurasa sebaiknya kita juga bersiap untuk latihan," ujar Jinny, agak takut. "Maksudku, kau boleh saja berpikir tapi katakan sesuatu biar aku tidak bingung."
"Oh, maaf. Apakah kau punya ide?"
"Hm, sekarang? Aku belum yakin tapi aku terbuka untuk jenis tarian apa saja. Biasanya aku latihan dengan musik hiphop untuk permulaan tapi kalau kau punya saran, silakan saja."
Yeonjun mengangguk kemudian mulai menggerakan penanya. Ada beberapa konsep, jenis tarian dan musik yang dia jelaskan dan sejujurnya, dia jadi lebih banyak bicara daripada yang Jinny ingat. Cara bicara pemuda itu khas, seperti akan menarik perhatian siapapun dan membuat lawan bicaranya tidak berani menginterupsi dan ikut terhanyut dengan penjelasan yang disampaikan. Jinny bahkan sulit berkedip, dan terus mendengarkan begitu fokus. "Aku tahu kau pandai."
"Uh? Mengapa mendadak ..." Gadis itu agak tergelak. "Kau jauh lebih pandai."
"Di klub kita, kau selalu mendapatkan pujian. Aku tahu, kau juga menonjol dan saat aku dipasangkan denganmu, aku tahu aku tidak perlu khawatir." Untuk pertama kali sejak mereka berkenalan, akhirnya Jinny melihat senyum yang tertarik naik di bibir Yeonjun. Apakah ini yang pertama? Yah, Jinny tidak pernah ingat Yeonjun dapat senyum setulus itu.
Deg.
Jinny terhenyak dan meneguk ludahnya dalam. "Oh, terima kasih. Aku cukup tersanjung. Aku juga .. sama sepertimu, saat aku tahu ternyata aku dan kau akan menjadi unit, aku lega karena kau sangat dapat diandalkan." Atau mungkin aku akan di posisi terbawah karena disandingkan dengan penari handal sepertimu. Jinny tidak mau memikirkan kemungkinan buruk itu tapi dia gugup. "Mohon bantuannya."
"Mohon bantuannya pula."
Jinny jadi agak paham mengapa Soodam nampak tergila-gila dengan Yeonjun dan tidak berhenti membicarakan Yeonjun. Yah, dia punya pesonanya sendiri dan sejujurnya, dari dekat, Yeonjun memang setampan itu, Jinny sampai agak merona karena mereka yang berpandangan atau posisi duduk mereka yang berdekatan. Kendalikan dirimu, Jinny!
Jinny berdeham, mulai beralih ke buku Yeonjun. "Jadi, ada sekitar lima lagu yang dapat kita coba untuk permulaan, huh?"
[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Matches | txt x secret number
FanficBermimpi itu mahal. Jinny Park pikir dia akan debut dengan cepat kemudian mendapatkan penghasilan dari kerja kerasnya. Ternyata, jalan yang dia tempuh tidak semudah itu. Apalagi Lee Soodam, anak dari majikannya, berkali-kali menyeretnya dalam berbag...