"Rida, tolong kesini sebentar," Teriak seorang wanita setengah baya dari dapur.
Varida yang sedang mengikat tali sepatu di ruang tengah langsung melangkahkan kaki menuju tempat suara itu berasal.
"Iya Bunda?"
Leani-Bundanya Varida-menoleh, "Eh kamu udah siap berangkat kerja ya?" tanya Leani, melihat Varida yang sudah berpakaian rapi.
Varida menggeleng, "Belum kok Bun, cuma siap-siap doang, lima menit lagi Rida berangkat."
"Bunda mau minta tolong sama kamu. Beliin bawang merah ke warung sebelah, Bunda tadi lupa." Leani meniriskan gorengan tempe ke dalam mangkuk, lalu merogoh saku kecil di bajunya, mengambil sesuatu di dalam sana kemudian mengeluarkan uang kertas yang berwarna oranyee dan menyodorkannya ke hadapan Varida, "Ini uangnya."
Varida menerima uang itu, "Bentar ya Bunda, Rida belikan dulu."
"Maaf Bunda ngerepotin kamu, padahal bentar lagi kamu berangkat kerja," ucap Leani, merasa tidak enak.
"Gak apa-apa kok Bunda." Varida tersenyum sebelum melenggang pergi ke luar rumah untuk membeli bawang.
******
"Ternyata masa putih abu itu menyenangkan ya," ucap seorang gadis berambut ikal.
"Oh iya dong, kita jadi punya temen baru, suasana baru, lingkungan baru, terus bisa liatin kakak kelas yang ganteng-ganteng," Cewek berbadan gemuk itu menimpali, suaranya sengaja dikeraskan.
"Kita beruntung ya bisa sekolah, gak kayak Rida, masih remaja udah kerja. Kasian banget."
"Sutt, gak boleh gitu Rena," tegur gadis berponi kepada temannya.
"Loh emang benar kok Sa, Rida kan gak bisa sekolah."
Rida memejamkan matanya, dadanya mendadak sesak mendengar orang-orang yang tengah membicarakan dirinya.
Rida jelas tahu siapa pemilik suara-suara itu, mereka adalah teman-temannya sewaktu SMP.
Tidak mau moodnya ancur dan mentalnya down, Rida mengusap air matanya yang hendak menetes, kemudian melangkahkan kaki dengan cepat tanpa menoleh ke belakang.
***
Seusai membelikan bawang, Rida langsung menyalami tangan Leani, tanpa sarapan terlebih dahulu. Bukannya menolak ajakan makan pagi dari Leani yang menyuruhnya untuk makan, tetapi Rida tidak terbiasa sarapan, ia hanya meminum segelas susu putih yang sudah disiapkan oleh bundanya.
Rida menggoseh sepedanya, ia mempercepat laju gerakan mengayunkan sepeda karena sebentar lagi kafe dibuka, sedangkan dirinya masih di jalan dan jarak dari rumah ke kafe itu lumayan jauh.
Lima belas menit Rida sampai di kafe, kafe minimalis dengan kursi oranye dan hijau, juga sedikit gambar-gambar menambah kesan keunikan kafe tersebut. Kafe itu memang sederhana, namun siapa sangka setiap harinya selalu banyak pengunjung yang masuk ke kafe itu untuk makan atau sekadar hangout bersama teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Varida [Completed]
Teen FictionVarida Ardileani, seorang gadis remaja yang menghabiskan masa mudanya dengan bekerja. Bukan tidak ingin melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas, tetapi beberapa alasan yang membuat Varida harus menelan mimpinya untuk bersekolah. Hingga suatu...