Pagi ini dengan terpaksa aku harus berangkat ke sekolah menggunakan bus. Aku tidak bisa membahayakan diriku sendiri dengan mengendarai motor menggunakan tanganku sakit ini. Sebelum pergi Saber memberikan obat atau ramuan tadi agar aku bisa cepat sembuh.
"Obat ini efeknya agak lama, jadi jangan terlalu banyak menggerakkan tangan kirimu, Master!." pintanya kepadaku. Walaupun begitu, sepertinya obat ini sangat manjur, baru setengah jam saja rasa sakitnya sudah berkurang.Pagi ini cuacanya sedikit mendung. Dengan awan tebal yang mengawali pagi hari ini. Lucy sedikit mengeluh karena aku tidak berangkat menggunakan motor pagi ini. Tapi aku beralasan pagi ini akan turun hujan lebat, bagitulah perkiraan cuaca yang tadi pagi kulihat. Dianna seperti biasa naik bus, dan kali ini aku dan Lucy bersamanya.
Kehidupan yang tenang ini memeang yang paling terbaik. Sepertinya aku harus cepat-cepat membereskan Master Barserker itu, agar hidupku kembali tenang. Sebisa mungkin aku tidak ingin membunuhnya. Tapi kalau dalam situasi bahaya tidak ada pilihan lain selain membunuhnya.
Butiran air perlahan mulai jatuh dari atas langit. Ketika hampir sampai di halte bus hujan mulai deras. Karena sudah bersiap aku sudah membawa payung. Lucy juga sudah kuperingatkan untuk membawa payung. Ketika kami sudah hampir sampai tujuan sepertinya ada masalah kecil yang terjadi.
"Ah, gawat! Sepertinya aku cuma bawa satu payung saja kak, bagaimana ini?" Dianna mengatakannya dengan senyum kecilnya yang mengarah kepadaku.
"Tapi, kita kan bisa bersama di satu payung" balas Lucy.
"Itu tidak mungkin, kak! Payung ini terlalu kecil untuk kita berdua. Payung Kak Takuya tampaknya lebih besar. Benar kan, Kak Takuya?." sambung Dianna, dan kali ini dia benar-benar mengarahkan pertanyaannya kepadaku.
"Heh, jadi aku harus gimana?" tanya Lucy dengan polosnya.
"Ayo turun, sudah sampai" Aku beranjak dari tempat duduk.
"Ayo Lucy, kau denganku" perasaanku mengatakan apa aku butuh bantuan Dianna hanya untuk mendekati Lucy(huh).
"Ok, ayo Takuya!" dengan polosnya Lucy mengatakannya kepadaku.Mungkin karena kami sudah terbiasa bersama dan berdekatan, Lucy sepertinya menganggap itu biasa saja. Cukup mengecewakan sih, tapi kurasa ini sudah cukup untuk saat ini. Aku perlu menunggu hingga perang ini berakhir untuk mendapatkan Lucy, kalau tidak aku tidak bisa pergi kencan dengan tenang jika situasi terus membahayakan.
"Sudah lama kita tidak seperti ini kan, Takuya!" pikiranku langsung buyar perkataannya dilontarkannya kepadaku dengan senyum manisnya yang terbentuk dari bibir kecilnya itu.
"Seperti ini? Maksudnya?" aku sedikit bingung dengan pertanyaannya itu.
"Apa kau masih ingat saat kita sepayung berdua saat masih SD" perkatannya itu mengingatkanku tentang hari itu. Saat kami pulang sekolah di SD, hujan deras turun tiba-tiba. Saat itu aku tidak membawa payung ataupun jaket hujan. Aku berpikir untuk lari sekencang mungkin, tapi Lucy datang dari arah belakangku dan menawarkan payungnya agar dipakai bersama. Sebenarnya itu bukan kenangan yang indah. Sialnya beberapa meter sebelum sampai ke rumah, payung yang kami gunakan rusak karena angin yang sangat kencang. Alhasil kami tetap basah kuyup saat sampai ke rumah. Besoknya Lucy demam tinggi karena kehujanan. Aku sangat merasa bersalah pada saat itu."Sepertinya itu bukan kenangan yang indah" ucapku ke Lucy.
"Yah, itu memang bukan kenangan yang indah, aku demam tinggi hingga kepalaku ingin pecah" lanjutnya.
"hahahaha, apa itu sebegitu sakitnya. Apa dulu tubuhmu selemah itu, Lucy?" tawa kecilku dilanjut dengan godaan singkat yang membuat wajah Lucy sedikit memerah.
"Sekarang aku sudah tidak selemah itu" jawabnya dengan lantang.Obrolan kamipun berhenti setiba di sekolah.
Saat istirahat siang dan setelah makan siang, waktunya minum obat yang pahit ini. Di tengah teguka saat aku minum obat, orang tak tahu diri mengejutkanku dan membuatku hampir tersedak dengan pahitnya obat ini.
"Master!!!!"
"Hoek, cuih. Apa kau ingin membuatku mati dengan obat gila ini?. Hampir saja aku mati karena minum" bentakku kepada Saber yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
"Maaf, maaf." jawabnya dengan santai.
"Jadi, kenapa kau datang tiba-tiba ke sini?" tanyaku kembali.
"Aku berhasil menemukan Master Berserker." jawabnya.
"Wow, ternyata kau cepat juga, saber. Aku tidak perlu mengeluarkan manaku untuk memanggil makhluk aneh dari bawah tanah. Bagaimana caramu melakukannya?" tanyaku kembali."Aku menggunakan wewenang reporterku untuk menggali informasi dari polisi dan masyarakat sekitar" jawabnya sambil mengeluarkan catatan kecil yang ada di sakunya.
"Wah, bakal ada berita yang muncul besok pagi nih!. Jadi, kau sudah tahu siapa Master gila itu?" tanyaku kembali.
"Namanya adalah Indra Syahputra. Sebenarnya aku tidak bisa mencari tahu nama aslinya, tapi dia selalu menggunakan nama Putra saat melakukan transaksi barang haram. Lalu polisi menemukan dompet yang jatuh dari sakunya saat melakukan pengejaran dan ditemukan KTP dengan identitas Indra Syahputra" Saber berhenti di tengah penjelasannya.
"Kenapa kau berhenti menjelaskan, Saber" tanyaku.
"Apa aku juga harus menyebutkan kejahatan yang sudah dilakukannya" tanya Saber kembali kepadaku.
"Aku juga ingin tahu, jadi coba kau jelaskan!" perintahku."Dia adalah buronan polisi. Dengan kejahatan penjualan narkoba, perampokan, kekerasan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Dia adalah contoh terburuk dari manusia. Dia dituduh telah melenyapkan lebih dari dua puluh orang serta kasus hilangnya beberapa orang yang menunjukkan bukti yang mengarah ke Indra. Juga tuduhan pembunuhan beberapa orang yang hilang dan jasadnya ditemukan dengan tragis. Aku tidak tahu harus menjelaskan kejahatannya lagi." penjelasan Saber membuatku sedikit geram dan marah dengan orang yang satu ini.
"Sepertinya kita harus membereskan dia secepatnya, Saber!" kataku dengan suara agak meninggi.
"Tapi, kau masih terluka" jawabnya.
"Lalu kau pikir apa gunanya Servant?. Kita akan membereskannya malam ini. Apakah kau mau membantku, Pak tua?." pintaku kepada Saber.
"Ayo kita lakukan, Master!. Aku sudah lama tidak bertarung dengan serius." Jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate: Dark Side
FanfictionMenceritakan tentang perang yang diikuti oleh Master yang memanggil Servant untuk memperebutkan cawan suci.