4. Dikasari (2)

31 2 0
                                    




Terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca.

Taburi banyak bintang, ya.

Luv❤️.


***

"Bianca, kamu udah makan?"

Bianca terkesiap, nyaris memuntahkan jus alpukat yang ia sesap.

"Kok kaget? Kamu kenapa, Bi?" Wanita paruh baya yang bertanya tadi duduk, menyenderkan punggungnya pada sofa berwarna coklat.

"Eh, udah kok, Mi," alibi Bianca. Cewek dengan t-shirt berwarna hitam itu menghembuskan napasnya legah, benar-benar kaget tadi.

"Muka kamu kok tegang gitu, sih? Kamu kenapa? Cerita sama Mami, sini."

Bianca menggeleng pelan. Sangatlah tak mungkin jika ia bercerita kepada wanita berstelan jas formal yang ia panggil dengan sebutan mami ini. Bisa-bisa ia angkat kaki dari rumah kediaman keluarga Rajata.

Wanita paruh baya itu mengangguk singkat. "Yaudah, kalau nggak mau cerita, gapapa. Mami berangkat dulu, ya. Udah ditunggu client soalnya."

Bianca tersenyum simpul. "Hati-hati, Mi."

Wanita paruh baya itu menoleh. "Oh, ya, Mami lupa satu hal." Senyum wanita itu tiba-tiba saja merekah. "Kalau Zean udah pulang, suruh langsung makan aja, ya. Terus minum obat. Kasihan dia."

Bianca tergelak, nyaris pingsan rasanya.
"Siap, Mi," cicitnya pelan.

'Tuhan, tolongin gue. Gue belum siap untuk mati.'


***

"Sayang, lagi ngapain?"

Deg!

Bianca menggigit bibir bawahnya kuat, berusaha agar tak berteriak kencang. Wajah cewek itu pucat pasih, menandakan ketakutan yang teramat sangat.

"Gue seneng lihat lo nggak keluyuran lagi kayak dulu. Gue benci lo deket-deket sama cowok lain."

Bianca meremas jemarinya kuat, berusaha menutupi ketakutannya. "Zean, gue—"

"Jangan panggil gue Zean!" bentak cowok dihadapan Bianca dengan kasar. "Gue nggak suka! Panggil gue Regan! Nama gue Regan!"

Bianca mengangguk takut. "I-iya, Gan. G-gue bisa ke kamar sekarang?"

"Nggak!" balas Regan dengan cepat. "Gue kangen sama lo, Bi. Kasih gue waktu buat ngelepas rindu sama lo. Lo ... nggak ngerasain hal yang sama?"

"Sedikit," cicit Bianca untuk yang kesekian kalinya. "Lo nggak mau apa, gitu? Biar gue siapin. Mau makan, nggak? Tadi mami nyuruh gue nyiapin buat lo."

Regan menggeleng. "Nggak perlu, Bi. Cukup sama lo aja gue udah ngerasa keyang." Cowok itu tertawa hambar. "Ingat, jangan deket-deket sama cowok lain. Lo cuman punya gue."

Bianca tergelak, merasa dikekang untuk yang kesekian kalinya. Jika saja ia mempunyai cukup keberanian, sudah pasti wajah cowok itu babak belur ia hajar. Namun, rasa takut yang teramat besar didalam dirinya, membuat nyali cewek itu menciut.

"Nggak, kok. Gue nggak pernah deket-deket," jawab Bianca berbohong. Iya, berbohong. Mana mungkin ia mau dikekang begitu saja oleh cowok yang tak punya hati seperti Regan. Lagipula, ia dan Regan tidak memiliki hubungan apapun—kecuali satu hal yang sangat rahasia.

Nice To Meet You Too!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang