8.8K 1.3K 51
                                    

WALAUPUN baru saja terjatuh, Jeno tetap bangkit dan bermain sepak bola lagi. Bahkan ia berhasil mencetak gol. Jaemin yang berbeda tim dengannya sampai berteriak mengagumi kemampuan idolanya itu.

"Apa ini? Ia berada di pihak siapa?" gumam Hyunjin yang terduduk di lapangan. Ia baru saja terjatuh karena kewalahan menangani tendangan bola dari Jeno.

"Kau berlari dengan sempurna! Cedera pergelangan kakimu pasti sudah sembuh." kata Jaemin ketika dirinya berdiri berhadapan dengan Jeno.

"Kau...." Jeno memandang Jaemin kesal, "Malam ini, keluar kau dari kamarku."

"Apa kau sangat membenci berbagi kamar denganku?" Jaemin berubah lesu, "Apa yang harus kulakukan agar bisa satu kamar denganmu?"

"Tidak ada. Pindah saja ke kamar yang lain."

Jaemin menahan tangan Jeno yang hendak pergi, "Aku harus sekamar denganmu karena bagiku ini tidak adil."

"Kau bilang kau harus sekamar denganku?"

"Ya. Aku harus sekamar denganmu." jawab Jaemin cepat, "Tolong berikan aku kesempatan."

Jeno mengangguk kecil, "Baiklah. Jika seperti itu, cobalah untuk mencetak gol."

"Apa?" tanya Jaemin tak percaya.

"Jika kau bisa mencetak paling tidak satu gol, aku akan mempertimbangkannya."

"Baiklah." jawab Jaemin setelah terdiam beberapa detik, "Kau bilang yang harus kulakukan hanya mencetak satu gol, bukan? Jika aku mencetak satu gol, kau harus memegang janjimu."

"Aku tidak pernah menarik kata-kataku, terutama sebuah janji."

🦜

"Percayalah pada saya, Tuan Horton. Lee Jeno akan segera pulih dan ia berjanji untuk ikut dalam olimpiade selanjutnya. Ia kuat dan penuh ambisi. Saya menjamin ia bisa di pertandingan ini." Doyoung tersenyum pada laki-laki berkulit putih di sebelahnya. Mereka sedang di dalam van dengan Seungmin yang mendengarkan pembicaraan mereka di kursi belakang.

"Aku mengerti. Secara khusus aku juga memiliki ekspektasi besar padanya."

Doyoung tersenyum bangga setelah percakapan dalam bahasa Inggris mereka berakhir.

"Apa yang dikatakan orang ini?" bisik Seungmin pada Doyoung.

"Ia berkata bahwa ia mengantisipasi Jeno. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku memiliki firasat baik?"

"Tentu saja. Ini sebuah anugerah. Siapa yang menaruh semua itu ke dalam kerja keras?"

"Apa maksudmu? Menaruhnya dalam kerja keras?" Doyoung tertawa mengejek, "Dan kau harus berhati-hati. Apa yang akan kau lakukan jika kalian berdua bersama-sama dan ada skandal nantinya? Kau bahkan tidak perlu datang hari ini, tetapi kau bolos sekolah untuk ini."

"Direktur, haruskah kita mengambil kesempatan ini untuk mengumumkan bahwa kami berkencan?"

"Apa kau akan melakukan...." Doyoung langsung menghentikan makiannya pada Seungmin begitu ingat bahwa mereka tidak hanya berdua di dalam van itu. Sifatnya dan Seungmin memang sama-sama keras sehingga ia harus banyak berhati-hati.

🦜

Pertandingan sepak bola di lapangan Genie Athletic High School masih berlangsung dengan seru. Jaemin berusaha merebut bola dari kaki lawan, tetapi yang didapatinya malah dorongan yang cukup keras. Laki-laki bertubuh kurus itu terjatuh. Hyunjin yang bertugas menjadi kiper segera berlari untuk membantu Jaemin.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Ya."

"Santai saja. Kau pikir kau berada di Piala Dunia atau pertandingan apa?"

"Pertandingan ini lebih penting untukku dibanding Piala Dunia." Jaemin meyakinkan dirinya sendiri sebelum kembali bermain. Hyunjin hanya memandanginya dengan heran. Ia kembali menjaga gawang sambil tetap memandangi Jaemin.

"Pak guru." Hyunjin memanggil sang pelatih yang bersandar di sisi gawang sambil mengipas wajah, "Aku bisa berlari sekarang, bukan?"

"Tidak. Kau tidak bisa. Kau seorang pemain bola. Jadilah kiper saja."

"Ayolah. Ini karena aku merasa resah. Masih ada sepuluh menit lagi, bukan? Biarkan aku berlari sebentar saja."

"Kau tidak bisa."

Hyunjin tidak mengacuhkan perkataan pelatihnya. Ia malah berteriak ke kawan-kawannya yang berada di tengah lapangan, "Hei! Seseorang gantikan aku!"

Dan akhirnya Jaemin hampir mencetak gol karena bantuan Hyunjin. Ia menjadi lesu ketika tendangannya malah mengenai bagian atas gawang.

"Hei. Itu lemparanmu hampir masuk." Hyunjin menepuk bahu Jaemin.

"Itu operan yang bagus. Maaf, aku tidak bisa membuat gol."

"Tidak ada yang perlu disesali." Hyunjin terkekeh, "Tidak masalah untukku. Jika kita kalah dalam pertandingan ini atau tidak, tetapi melihatmu berlari, aku tidak menginginkan kemenangan, tetapi aku tidak ingin kalah. Ayo kita bermain dengan serius!"

"Iya!" Jaemin tersenyum. Ia benar-benar bersemangat hingga Hyunjin dan sang pelatih mengagumi betapa cepat ia berlari, tetapi itu semua berubah ketika Minho mendorongnya keras hingga mereka berdua jatuh terguling-guling di tengah lapangan.

🦄

to the beautiful you | nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang