Terungkap

81 11 4
                                    

    Hingga hari ini Abah masih belum pulang. Aku maupun Shofia sangat-sangat merasa kehilangan. Kami jadi sulit tidur siang karena tidak lagi ada Abah yang melantunkan sholawat sambil mengusap kepala kami.

"Kak....
Hmmm Abah kenapa pergi??"

Aku mencoba memberanikan diri bertanya pada kak Ali. Karena tidak mungkin aku menanyakan masalah ini langsung kepada mamak. Itu hanya akan menambah sakit yang menderanya.

Kak Ali tak lekas menjawabku. Ia pura-pura tidak dengar. Tapi dari sudut matanya aku melihat sudah ada yang hampir menetes di sana.

Seorang kak Ali yang berwatak keras bisa sampai ingin menangis saat aku menanyakan hal ini? Aku menjadi iba sekaligus semakin penasaran.

"Kak..."
Ku coba memanggilnya lagi. Kini dengan sedikit menarik lengan bajunya. Ia menoleh. Sama sekali tidak ada senyum di wajahnya. Aku meringis sok manis.

"Hmm Abah kak,
Kenapa pergi gitu aja ninggalin kita?"

"Nikah lagi dia".

Aku terperanjat mendengar pengakuan singkat kak Ali. Ah, dia selalu berkata sembarangan!

"Gak percaya kan? Makanya gak usah nanya-nanya kalau dijawab malah gak percaya!"
Ketusnya. Ia hendak beranjak dari tempat duduknya. Segera aku mencegah.

"Bentar kak. Emang Abah nikah lagi sama siapa?"

"Janda anak dua. Dia bawa kabur duit mamak buat nikah lagi Ama tu janda kegatelan".

Huhhh sulit dipercaya Abah yang bahkan jarang memarahi mamak ternyata seorang pengkhianat. Tapi kebencian yang terpancar di mata kak Ali cukup membuktikan bahwa yang ia katakan adalah benar.

"Kok bisa sih Abah kegoda Ama janda anak dua kak??"
Protesku. Mengingat Abah yang taat ibadah sangat kecil kemungkinan goyah imannya.

"Paling dia udah capek hidup susah sama kita".

Yaa Tuhan kenapa sakit sekali mendengar kalimat terakhir itu??

Kak Ali menyunggingkan senyum sinisnya. Aku tau bahwa saat ini ia sedang menahan amarah di dadanya.

"Kak, Mila tau kakak benci sama Abah sekarang. Mila juga kak..
Mila benci sama Abah". Batinku.
Ingin rasanya memeluk kak Ali lalu menangis bersama. Tapi aku tidak boleh melakukan itu. Kak Ali hanya seorang yang ku anggap kakak. Bukan kakak kandungku.

"Abah...
Kenapa Abah tega????!!!!".

Aku menjerit dalam diam. Tak ku sadari kini aku mulai menangis sesenggukan. Kak Ali hanya diam menatapku. Ia pasti mengerti karena kami merasakan kesedihan yang sama.

Siapa sangka Abah yang dulu sangat kami gandrungi, kini menjadi seseorang yang sangat kami benci?






Bersambung....

******

Terimakasih buat para pembaca setia..
Jangan lupa vote nya yaa... Hehehe

Aku nulis kaya sambil ngupas bawang nih.. :'(

Setelah ini bakal ada yang lebih bikin mellow lagi lho...

Selamat menantiiii :))))))

Wanita TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang