06

1.1K 253 72
                                    

Yuta pergi meninggalkan anak-anak itu. Menghilang dalam kegelapan dan tidak terlihat lagi. Suara hewan malam membuat bulu kuduk merinding dengan keringat dingin yang bermain di sekujur tubuh.

Jam besar belum berdenting kembali pertanda jika waktu yang mereka gunakan belum banyak. Sebelum tengah malam, setidaknya menemukan satu petunjuk dimana keberadaan anak yang di culik. Keluar dari ruang bawah tanah yang lembab dan gelap, mereka berlima berjalan menuju pintu utama Asrama.

Berhati-hati di setiap langkah kaki menuju pintu utama. Sepi, sunyi dan tidak berpenghuni. Tidak ada satupun yang mau berkeliaran tengah malam untuk mencari kematian mereka sendiri—bahkan para orang dewasa takut pada kematian sedang para remaja yang sok; merasa jika mereka tidak akan mati dengan mudah.

"Kau yakin tidak akan ada yang memergoki kita?" Bisik Haechan pada jeno yang sibuk membuka pintu utama dengan sebuah kawat kecil di tangannya.

Menautkan alis yakin, Jeno menganggukan kepala. Ia mempelajari cara membuka pintu dari kawat lewat google tidak ada salahnya menggunakan bakat dadakannya ini. "Tenang saja, bukankah tidak ada yang berani bertemu dengan dia itu sebabnya kita masih berkeliaran kesana kemari."

"....cepatlah. Perasaanku tidak enak." Desak Mark. Sejak tadi memperhatikan lingkungan sekitar untuk memastikan tidak ada yang akan memergoki mereka. Bulu kudukku berdiri dengan keringat dingin, ketakutan jelas berhasil mempengaruhinya. Mark mengalami sesuatu yang sangat jarang terjadi. Dentuman jantungnya berlomba-lomba.

YangYang memperhatikan dalam diam, sesekali melirik ke arah sekitar dengan wajah khawatir. Apa mereka sekarang bisa di sebut merauders versi modern? Berulang kali meyakinkan diri jika ini bukan dalam film harry Potter dimana Voldemort meneror mereka. Ini hanya sebuah situasi dimana terlalu banyak misteri yang disembunyikan.

Tidak melepaskan pandangan mata dari Haechan, Jaemin kebingungan di buatnya. Berulang kali memejamkan mata dan mempertajam pendengarannya. Jaemin bisa mendengar dentuman jantung Mark, Yangyang bahkan jeno tetapi tidak dengan Haechan. Apa yang membuat anak itu berbeda?

"—terbuka."

Jeno berhasil membuka pintu itu dengan dua buah kawat. Perlahan di dorong pintu utama satu persatu di antara mereka keluar dari asrama.

Sepasang netra berwarna hitam kelam memperhatikan apa yang dilakukan oleh anak-anak itu. Bersama dengan sosok lainnya yang ikut memperhatikan di sampingnya. "Yuta, bukankah kau seolah menyodorkan mereka pada kematian?"

"Tidak. Aku hanya menuntun mereka menemukan jawaban yang benar. Apa kau mau ada korban lagi? Ayolah Renjun, aku mendengar dengan jelas teriakan minta tolongmu waktu itu. Bukankah menyakitkan saat mereka menyayat tubuhmu dan membiarkannya begitu saja di lantai? Jangan naif. Aku dan yang lain tidak bisa meminta Johnny dan Teman-temannya untuk melakukan ini lagi, mereka sudah kehilangan. " Yuta menatap kosong pada pintu yang kini tertutup rapat. Bantuan? Omong kosong. Yang diinginkannya adalah anak-anak itu menemukan jawaban untuk pergi dari sini.

Dibalik dinding yang berdiri megah dan teror yang harus di waspadai. Salah melangkah, kau mati.

Renjun mengusap kedua lengannya, membayangkan apa yang terjadi padanya waktu itu. Melolong kesakitan saat tubuhnya di sayat, dilemparkan seperti hewan mati ke lantai lalu darah di kuras. Ia melihat dengan jelas apa yang mereka lakukan waktu itu. Menyakitkan dan tidak ingin ada yang merasakan hal sama lagi. "—kuharap keputusanmu tidak salah Yuta, jangan ada korban lagi."

"Aku tau," melirik sekilas sebelum seulas senyuman kelicikan terpantri diwajahnya. "—kembalilah ke kamarmu sebelum Jam berbunyi, dia akan menemukanmu jika kau terlambat bersembunyi."

1》I Can Hear Your Voice : Secret | Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang