09

1K 236 39
                                    

Jarum jam berputar cepat, mengikis waktu dengan sangat cepat. Yuta duduk tepat di puncak tertinggi asrama, memperhatikan langit malam yang kosong tanpa hiasan. Tangannya melemparkan bola ke atas dengan senyuman tipis. Kejadian yang sama akan terulang setiap tahunnya, lebih tepatnya saat siswa baru datang. Di saat itu taruhan akan di mulai, satu persatu anak-anak akan di seleksi secara diam-diam dan menghilang jika mereka terlalu percaya diri.

Larangan untuk tidak keluar berlaku untuk semuanya, kejadian ini sudah terulang sejak lama. Bahkan pada beberapa generasi sebelumnya memberikan perubahan yang drastis.

"Kau menikmatinya?"

"Sedikit," jawab Yuta. Memejamkan matanya sejenak menikmati hembusan angin malam yang menyapa ramah. "Anak-anak itu lebih lambat dari yang kuduga." Selama ini Yuta selalu bertindak sebagai orang yang memberikan petunjuk, siapapun mereka yang ikut ke dalam taruhan. Sebuah persahabatan dengan mudah hancur ketika keraguan muncul tapi ada juga yang mempertahankan persahabatan itu. Sungguh patut di acungi jempol.

Jungwoo melirik sekilas sebelum duduk di samping Yuta. "Seharusnya kau mengatakan yang sebenarnya pada mereka tentang Haechan."  Ia tidak bisa melakukan apapun, berinteraksi dengan teman-temannya saja tidak bisa. Hanya Yuta yang bisa berinteraksi dengan mereka—terkadang Jungwoo berpikir, Yuta bukan manusia. ".....dia bukan manusia lagi."

"Dia masih manusia hanya sedikit berbeda sekarang." Tidak ada yang tau kondisi Haechan selain dirinya. Johnny sekalipun yang merupakan saudara Haechan tidak sadar sama sekali tentang sesuatu itu. "Jika taruhan dimenangkan, si pemenang bisa meminta satu permintaan." Hal yang sama pernah terjadi, saat Jung Jaehyun dkk melakukan taruhan dan menang walau ada korban jiwa, mereka berhasil mengambil Haechan kembali.

Menggelengkan kepala heran, Yuta memang tidak memiliki hati. "Dan Na Jaemin akan mati. Begitu maksudmu bukan? Apa kau tidak merasa kasihan pada setiap anak yang mati tanpa tau dimana tubuh mereka? Kau seharusnya memberitahukan pada Jaehyun atau Taeyong, mereka bisa menemukan tubuh anak-anak itu." Sudah banyak anak-anak yang kehilangan harapan di tempat ini, berkeliaran dan meminta tolong pada manusia yang tidak bisa melihat mereka.

Si pencari pun sekarang mulai menargetkan teman-teman Na Jaemin. Ini sangat merepotkan.

"Kita tidak bisa menebak apa yang akan anak itu lakukan untuk hidup. Mimpi buruk akan selalu menghantuinya sampai rasa putus asa mencapai puncak." Jedah Yuta sembari melemparkan bola di tangannya. "Bukankah ini sangat menarik untuk di tonton?"

"Dasar gila." Umpat Jungwoo pelan.

•••

Akhir-akhir ini Jaemin selalu bermimpi buruk. Kepalanya di aduk-aduk oleh hal yang tidak diketahuinya. Tanda-tanda kemerahan secara perlahan muncul di punggung dan menyiksanya. Seolah ada benang tak kasat mata yang mengikat tubuhnya dengan sangat erat.

Terkadang rasa sesak datang dan menggeroti dari dalam, menyakiti tanpa memberikan sedikitpun kesempatan untuk menjerit kesakitan. "Kau tak apa?"

Lirikan sekilas pada pria yang menjadi teman akrab sejak datang kemari. Jaemin tidak mengerti sebenarnya, rasa sakit akan hilang saat tangan pria itu membungkus tangannya. Semua membingungkan karena tanpa sadar dia malah bergantung pada jeno. "Ya," jawab Jaemin.

Jeno tersenyum, semalam sangat buruk. Jaemin bertingkah seperti orang kerasukan, menangis dan menjerit tanpa suara. Hal buruk terus saja terjadi terutama pria aneh yang selalu berdiri didepan kamar menunggu mereka keluar. Jika mereka terus saja dihalangi, kapan bisa menemukan tubuh Hwang Renjun? Apa dia masih hidup atau sudah mati. Tidak ada yang tau hanya sebuah harapan kosong yang digenggam dengan erat. "Aku tidak akan melepaskan tanganmu, jadi tidurlah dengan nyenyak. Lehermu pasti sangat sakit bukan?"

1》I Can Hear Your Voice : Secret | Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang