Mata

184 7 0
                                    

“Ehh katanya besok kita udah bisa keluar dari gua loh.”

Mendengar celetukan Sarah di tengah grup-call membuat aku dan Rina tertawa. Entah kenapa suara sahabatku sejak SD itu terdengar sangat bahagia, seakan dia sudah tinggal di rumahnya selama bertahun-tahun tanpa keluar dari sana selangkah pun.

Tak lama setelah tawa kami berdua reda, Sarah kembali melanjutkan keinginan bahagiannya.

“Kita bisa kumpul lagi kan?
Untungnya masuk perkuliahan masih 1 bulan lagi, jadi kita bsia jalan-jalan lagi ke luar kota. Hmm, aku ingin ke Jogja, eh atau kita coba ke Malang ya? Jauh juga gak apa-apa, toh kita udah lama banget gak keluar.”

Aku menggeleng-gelengkan kepala mendengar suara cemprengnya lalu pandanganku teralihkan ke laptop yang ada mejaku. “Kenapa kamu begitu ingin pergi? Bukannya kita masih ada tugas walaupun sedang liburan?”

“Pergi kan gak lama, Din,” jawab Sarah.

“Paling cuma 3-5 hari doang.”

“Aku enggak ikut dulu deh,” tiba-tiba Rina menimpali dengan nada suara tidak enak hati.

“Maaf ya, aku masih parno nih, kalian pergi berdua saja gak apa-apa kok.”

Entah kenapa aku seakan bisa membayangkan bibir Sarah yang akan dimanyun-manyunkan jika ada salah satu dari kami yang tidak akan ikut suatu rencana. Tapi aku tau itu karena Sarah menyayangi kami berdua. Tak lama setelah Rina mengatakan itu, mereka segera berdebat kecil. Sarah yang mencoba memaksa, dan Rina yang terus menolak.

Aku menghela nafas panjang. “Tau kebijakan baru?” tanyaku saat mereka masih saling berdebat.

Tentu saja mendengar pertanyaanku yang tiba-tiba mereka semua terdiam dan mulai berpikir. Entah butuh berapa lama mereka berpikir, tapi yang lebih dulu menimpali pertanyaanku adalah Sarah.

“Tau, makanya aku mengajak kalian untuk keluar, karena pemerintah sudah memperbolehkan kita untuk keluar. Kita tidak bisa kan selamanya ada di rumah. Aku sudah cukup 3 bulan ada di rumah.”

Aku tersenyum mendengar jawaban Sarah yang dia ucapkan dengan nada suara seperti anak-anak miliknya.
Rina menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan sebelum dia mengatakan jawabannya.

“Tapi menurutku kebijakan itu bukan untuk sekedar itu. Bukankah lebih baik kalau kita tetap menjaga diri, selagi kita tidak ada kepentingan untuk keluar, kita mending di rumah saja.”

“Tapi walaupun kita keluar, kan sudah protokolnya, dan itu juga kita gunakan untuk menjaga diri,” kata Sarah dengan nada merajuk.

“Ayolah Rina, apa kamu tidak kasihan denganku yang setiap hari terkurung di kamar.”

Rina mendesah pelan mendengar rengekan sahabat yang berbeda 3 bulan lebih muda darinya itu.

“Bagaimana menurutmu, Dinda?”
Nah, kali ini aku juga yang harus menjadi penengah mereka. Memang salah juga sudah menanyakan pertanyaan itu ketika mereka berdua sedang berdebat. Kenapa tadi aku tidak melihat situasi dan kondisi lebih dulu?

“Ahh,” wah, aku sama sekali tidak tau apa yang harus katakan agar jawabanku tidak berat sebelah.

“Hmm, bagaimana ya? Aku bukan orang yang punya pendirian sekuat kalian jadi..”

Kalimatku sendiri tak bisa aku lanjutkan. New Normal? Aku merasa kebijakan baru ini tidak akan sesuai dengan ekspetasi mereka berdua ataupun aku. Bagiku ini hanya akan berlaku di awal kebijakan ini ada, setelah itu entah apa yang terjadi.

Jika aku mengikuti perkataan Sarah, aku tak punya kekuatan untuk melawan virus itu jika virus itu masih berbahaya di tempat yang bahkan belum pernah aku pijak. Apalagi di luar kota, tentu akan sangat berbahaya walaupun ada protokol kesahatan dan kita juga menggunakan segala macam perlindungan diri, pasti akan cukup berbahaya karena kita tak tau medan tempurnya.

Tetapi jika aku mengikuti pemikiran Rina, maka aku tidak akan tau kenyataan yang ada di luar sana. Aku akan terus berada di dalam perlindungan yang aku punya dan aku tidak akan tau, apakah di luar sana seberbahaya itu.

“Dinda?”

Suara Sarah yang memanggilku, membuat pikiranku kembali ke bumi. Aku berdehem lalu kembali terdiam. Apa yang harus aku katakan? Kenapa aku tidak punya prinsip dan pendirian seperti ini? Jika seperti ini aku akan hanyut dalam segala kebijakan yang ada, salah ataupun benar.

“Bagiku keluar tidak masalah karena memang cepat atau lambat kita pasti akan keluar dari zona teraman ini,” perkataanku langsung disambung dengan sorak gembira Sarah, tapi kemudian aku tersenyum kecil.

“Tapi menurutku kita tak perlu harus pergi terlalu jauh, karena kita belum tau apa bahaya akan yang akan mengahadang, apalagi kalau sampai pergi keluar kota.”

Entah kenapa aku terkejut dengan jawabanku sendiri. Aku sama sekali tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban seperti itu. Aku hanya berusaha untuk mengambil jalan tengah sesuai yang aku mau.

Tiba-tiba sesuatu muncul di kepelaku. “Bagiku kebijakan ini adalah model hidup kita yang baru, dan model ini cukup bagus,” tambahku.

“Sejak awal memang tidak bagus jika kita keluar dari rumah hanya untuk bermain-main dan berfoya-foya, tetapi kita juga tidka bagus jika hanya berdiam di rumah tanpa melakukan apapun.”

“Dinda, kenapa kamu pintar sekali?” puji Sarah.

“Ini hanya pikiran anak kecil sepertiku,” balasku.

“Pemikiran kalian juga tidak salah. Kita semua punya pemikiran masing-masing, dan aku menghargai itu, tapi kita juga harus tau bahwa kita juga butuh pemikiran yang berbalik dengan pemikiran kita untuk membuat kita tau, apa yang kurang dari pemikiran kita.”

Terdengar tepukan tangan dari Rina dan itu membuatku sedikit malu.

“Wah Dinda sudah tumbuh besar.”
Sarah dan Rina pun tertawa bersama.

“Kalau begitu bagaimana kalau kita ke rumah Rina saja?” tanya Sarah setelah tawanya selesai.

Aku mengangguk setuju walaupun aku yakin mereka tidak bisa melihat anggukan semangatku. “Ya. Aku setuju, dengan begitu kamu bisa keluar dari guamu tapi tetap aman karena kita tau keadaan kota kita tercinta ini.”

“Ide yang bagus, aman dan Aku juga tidak keberatan, karena aku juga ingin bertemu dengan kalian.”
“Siap 86!”

Biodata
Halo. Namaku Lintang Nur Hidayati atau biasa dipanggil Rin. Lahir di Manado, 13 September 2000, tapi sedang sekarang tinggal di Malang. Saat ini, aku duduk dibangku kuliah di salah satu universitas di kota yang sama dengan tempat tinggalku. Hobiku menulis sembari mendengarkan lagu. Ayo berkenalan denganku lewat IG @riiin00_

Bagaimana nih karya kak Lintang? Yuk langsung komen aja. Eits, jangan lupa vote yaa. Terimakasih

NEW NORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang