Menanti Pendemi Pergi

197 1 0
                                    

"Bang, kapan pulang? Adek rindu tau!"

Suara rengekan manja itu selalu mampu membuat perasaan hati lelaki yang sedang menatap layar laptop itu menjadi lebih baik.

"Eum... mungkin tahun depan, deh," jawab Rehan sembari tersenyum.

"Ih...! Kok lama, sih? Abang gak rindu Adek, ya? Abang udah gak sayang Adek, ya? Jangan-jangan Abang udah punya pacar gadis Jakarta, ya?!" sergah Tiara dengan tampang polosnya, membuat Rehan gemas tatkala melihatnya.

Rehan memegang dagu, pura-pura berpikir. "Punya gak, ya?"

"Tuh, kan! Abang jahat, ih!" Tiara memajukan bibi merah mudanya beberapa senti.

Rehan tertawa. "Gak dong, Dek. Abang, kan, cintanya cuman sama Adek Tiara Aprilia yang cantik dan ayu tiada tara!" ujarnya gombal. Tiara tersipu, pipinya yang chubby tampak memerah. "Cinta kita sudah terikat, Dek. Bukan lagi cinta monyet. Gak mungkin Abang selingkuh," tambahnya.

Tiara mengulas senyum paling cantik abad ini. "Eh iya. Nih, cincinnya juga masih ada," ucap Tiara memperlihatkan cincin emas yang melingkar di jari manisnya.

"Jaga cincinnya baik-baik, ya, Dedekku sayang. Jangan sampai hilang!"

"Iya, Abang ganteng."

Triingg... triiing...

Suara alarm ponsel berdering, mengisyaratkan kepada lelaki berusia 27 tahun itu untuk segera mengerjakan beberapa pekerjaan yang akhir-akhir ini menjadi kawannya ketika pandemi virus Corona berlangsung.

"Video call hari ini udahan, ya. Abang ada tugas. Adek juga lebih baik tidur, gih. Udah malem." Rehan pamit, dibalas oleh sebuah anggukan dan senyuman.

"Assalamualaikum, Abang." Tiara mengucapkan salam, membuat hati Rehan sejuk sesejuk embun pagi.

"Waalaikumsalam."

Rehan kemudian langsung beranjak pergi ke ruang kerjanya. Menenteng laptop berwarna biru muda yang menjadi perantara pelepas rindu ketika menjalani hubungan jarak jauh.

Sementara Tiara masih senyum-senyum sendiri. Meski terbilang singkat, obrolan tadi adalah sesuatu yang sangat membahagiakan. Kenapa tidak? Ia harus menunggu hingga malam hari agar bisa menatap mata cokelat bening calon suaminya itu. Kesibukan demi kesibukan di siang hari menyebabkan mereka harus lebih kuat lagi menahan rindu.

Tiara menutup layar laptopnya, menyimpannya di meja kecil sebelah ranjang. Ia menarik selimut bergambar Hello Kitty untuk membungkus tubuh proporsionalnya dari dinginnya udara malam Kota Jogjakarta. Ya, kota kecil tempat ia menemukan separuh hidupnya.

***

"Ma... liat flashdisk Hello Kitty milik Ara, gak?" teriak Tiara, kedua tangan sibuk mengacak-acak laci meja belajarnya.

"Coba cari di rak buku! Ibu kemarin kayaknya liat di sana deh!" sahut Ibu di dapur.

Tiara menutup laci, lalu berjalan mendekati rak buku empat tingkat yang merupakan rumah bagi puluhan buku-Ilmiah, novel, maupun komik-pemberian Rehan. Ya, Rehan adalah ketua Organisasi klub buku semasa masih berkuliah di UGM, sehingga buku-buku miliknya terlalu berjibun yang akhirnya diberikan kepada Tiara separuhnya.

Pertemuan pertama kali dengan Rehan juga di tempat yang tak terduga; Perpustakaan. Saat itu Tiara sedang sibuk mencari buku manajemen untuk tugas yang diberikan oleh Dosen. Karena terlalu terburu-buru mengejar deadline, Tiara tak sengaja menabrak Rehan yang juga sedang mencari beberapa buku untuk tugas tesis-nya.

Tiara saat itu masih kuliah S1 semester kedua, sedangkan Rehan telah S2 tahun terakhir di Universitas Gadjah Mada. Rehan yang waktu S1 di Fakultas dan Jurusan sama dengan Tiara, mencoba untuk sedikit membantu mengerjakan tugas milik Tiara. Ya, itu terkesan licik. Tapi Rehan tidak tega melihat Mahasiswi yang sudah keras masuk ke UGM harus di-DO gara-gara telat mengerjakan tugas.

NEW NORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang