"Kita udah bicarain baik baik tentang ini" Ucap Hanum.
Gavin menelan salivannya, matanya melirik ke arah gadis yang akan dijodohkan dengannya. Alayya Mahanipuna. Gadis itu juga ternyata tengah memperhatikannya. Sempat terjadi kontak mata antara Gavin dengan Ayya beberapa detik, namun Ayya memutuskannya dengan cepat. Gadis itu tersenyum canggung, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Gak bisa di undur, tante?" Gavin beralih menatap Hanum.
"Gak bisa, keputusan kita udah bulat"
Mendengar itu, Vano berdecak kesal. Mamahnya sangat keras kepala. Dengan malas, ia membuka suaranya, "Masa depan kita gimana?"
Fairuz tersenyum ramah. "Kalian gak usah khawatir, biar itu jadi tanggungan kami. Yang penting kalian mau nurut saja"
"Bagaimana bisa wahay Om Iruz?" Elak Alva setelah meneguk air yang ia minun sampai habis. Suaranya terdengar mendramatis sekali.
"Kakak, jangan lebay deh" Bisik Hasya seraya menyikut lengan Alva pelan.
"Yasudah, kalian persiapkan diri kalian dari sekarang. Karena sebentar lagi pernikahan akan segera dilaksanakan" Leo membuka suaranya.
Semua yang ada disana hanya bisa menghela nafasnya pasrah. Mereka tidak bisa melakukan apa apa lagi jika sudah begini. Sebenarnya bisa saja mereka kabur dalam waktu singkat, tapi bagaimana pun juga mereka tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya yang sudah membesarkan mereka hingga sekarang. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk mereka balas budi.
-------
Vano turun dari mobilnya. Ia baru pulang dari kampusnya jam tujuh malam. Laki laki itu terlihat sangat kelelahan sekali. Saat masuk kedalam rumahnya, Hanum sudah menyambutnya dengan tangan yang membawa Tuxedo berwarna hitam lalu wanita itu mendekatkan ke tubuh Vano. Tentu saja hal ini membuat Vano merasa kesal sekaligus risih.
"Mah, ngapain sih?"
Hanum hanya tersenyum, tangannya masih sibuk dengan tuxedo itu. Vano menghela nafas gusar, badannya sudah lemas sekali. Ia sangat lelah hari ini, akibat aktivitasnya di kampus seharian penuh. Ditambah lagi dengan kelakuan mamahnya ini.
"Mah, Vano capek" Ujar Vano, pelan.
"Yaudah kamu istirahat dulu sana, terus abis itu coba ajarin tuxedo nya. Muat apa nggak," Hanum memberikan Tuxedo itu kepada Vano. Mau tidak mau Vano menerimanya, setelahnya ia melangkahkan kakinya pergi menaiki tangga untuk sampai ke kamarnya.
Vano menaruh Tuxedo itu di sisi ranjangnya. Lalu setelahnya ia berjalan masuk kedalam kamar mandi untuk melakukan rutinitas seperti biasanya yaitu mandi, ah badannya sudah sangat terasa lengket sekali. Tidak butuh waktu lama, laki-laki bertubuh tinggi itu keluar dari kamar mandinya dengan handuk yang berbalut dipinggangnya.
Vano mencari baju yang cocok untuk dipakainya malam ini. Tak lama ia dikejutkan oleh kedatangan Adik laki-lakinya. Yap, siapa lagi jika bukan Alvaro Mikaidil Leonard?
Cowok tengil itu kini tengah tersenyum lebar seraya berjalan mendekat ke arah ranjang milik Vano, lalu ia merebahkan tubuhnya begitu saja. Hal itu membuat Vano berdecak sebal atas tingkah Adiknya itu. Tapi ini bukan yang pertamanya untuk Vano, karena setiap hari juga Alva melakukan seperti ini. Masuk ke dalam kamarnya, lalu rebahan di ranjang miliknya tanpa seizinnya.
"Ngapain sih?" Tanya Vano, risih.
"Ceileh kak, biasanya juga adik lo yang gantengnya melebihi Shawn Mandes ini kan suka gini" Sahut Alva dengan mata terpejam.
Vano berdengus,"Lo kan punya kamar, Alvaro!"
Alva diam, ia tidak menanggapi ucapan kakaknya. Tangannya malah sengaja mengusap usap sprei berwarna putih itu.
Vano menatap tajam Alva, tatapannya penuh dengan kekesalan. "ALVA KELUAR, GUA MAU ISTIRAHAT!" Bentaknya berhasil membuat Alva yang tengah santai rebahan lalu bangkit dengan wajah terkejutnya.
Cowok tengil itu tersenyum tidak jelas, tapi raut wajahnya terlihat sangat ketakutan "Iya kak, jangan marah ya kak. Kakak ganteng, ganteng banget deh." Ucapnya lalu berlari kocar kacir keluar kamar Vano.
"TAPI MASIH GANTENGAN AKU!" Teriak Alva lagi setelah diluar.
"ALVAROOO!!" Vano berteriak sangat kencang. Kesal? Sudah tentu. Adiknya itu selalu saja seperti ini. Mengganggu ketenangan saja. Decaknya dalam hati. Kenapa Vano di karuniai adik yang mempunyai otak sedikit sengklek itu. Ah sudahlah, tidak penting memikirkan hal yang tidak jelas. Mending sekarang ia tidur.
Vano merebahkan tubuhnya, lalu perlahan matanya terpejam sempurna. Mulai memasuki alam mimpinya.
----
Disisi lain Carissa tengah berkumpul bersama ketiga kakaknya diruang keluarga. Sesekali gadis itu tertawa terbahak bahak karena lelucon yang dikeluarkan dari mulut somplak Gavin. Ah kakak nya yang satu ini memang mempunyai selera humor yang sangat tinggi.
Maissha menggeleng pelan, tidak heran dengan tingkah kedua adiknya itu. Gavin yang suka melontarkan lelucon yang sangat amat garing menurutnya, tapi mengapa Carissa sampai tertawa terbahak bahak karena lelucon Gavin?
Padahal menurutnya, lelucon Gavin sama sekali tidak lucu. Sedangkan Davin, ia sibuk dengan tugas kuliahnya sampai tidak menoleh sedikitpun ke tiga adiknya itu. Aduh, udah ganteng, rajin, baik hati, penurut, cuek sama cewek yang gak dia kenal, pinter lagi. Nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan, Esmeralda?
"Syuutt! jangan berisik, Gavin!" Tegur Maissha.
Gavin menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Iyaiyaa ini ngga" Ucapnya memperlihatkan deretan giginya.
Davin menghela nafas, cowok itu kemudian membuka suaranya setelah sekian lama diam dan sibuk mengerjakan tugasnya. "Nggak apaan, ganggu tau gak?!" Tegasnya, Nada bicaranya sedikit ia naikan.
Carissa terkekeh kecil melihat ekpresi Gavin yang kena omel kakak kakaknya. Lucu sekali, rasanya gadis itu ingin sekali mencekik Gavin sampai dibawa kerumah sakit jiwa. Gadeng becanda, sayang.
"Kamu juga de, apa lucunya sih lelucon si Gavin?" Ujar Maissha.
"Eh sekate kate banget lo Mai kalo ngomong! Gini gini juga lelucon gue lucu tau. Yekan de?" Ucap Gavin seraya menoleh kepada Carissa.
Carissa menggeleng cepat," Sebenarnya sih gak lucu kak, ya cuma aku ngehargai kakak aja. Yaudah aku ketawa walaupun gak lucu juga. Aku kasian sama kakak. Aku baik kan?" Sahutnya, polos.
Ucapan Carissa sontak membuat Maissha tertawa puas. Tidak hanya Maissha, Davin pun yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan kini terkekeh kecil seraya menggelengkan kepalanya. Tangannya terulur mengusap pucuk kepala Carissa dengan gemasnya.
Sedangkan Gavin, cowok tengil itu mengerucutkan bibirnya. Hhaha ada ada saja.
"Pada jahat banget lo pada." Ucapnya, lirih.
Davin terkekeh kecil, "Emang jahat."
Gavin beralih menatap Davin, tatapannya seperti tengah memohon. "Tega kamu mass sama aku. Aku jijik sama kamu!" Gavin mulai mendramatis.
Davin bergidik ngeri,"Bacot."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Posesif Husband
Genç KurguPerjodohan antara tiga keluarga sekaligus? Bagaimana bisa? Baca teruss yukk! :)