Aku takut ini cinta

37 7 9
                                    

Pagi itu hujan menyambut dengan pelan, rintikannya membawa rindu kembali datang. Seakan alam tahu jika masih ada hati yang menangis seperti pagi itu, serasa alam ikut merasakan rasa luka yang kian membusuk.

Mata Lastri terbuka pelan, subuh sudah terlewat namun ia masih enggan bangkit. Tadi malam ia kembali menguras air mata mengenang kisah yang tak sejalan, dan paginya ia disambut dengan mata membengkak, hidung tersumbat serta pipi memerah padam.

Lastri melihat layar handphone disebelahnya, ia menatap wallpaper disana yang terpajang wajahnya dan seorang pria. Rizky Ananda, pacar yang kini berubah status jadi mantan.

Lastri melempar handphone nya kesembarang arah, ia menutup wajahnya pada bantal dan kembali terisak. Rintikan hujan masih terdengar dari dalam kamarnya menyambut hari dengan warna pelangi yang bersinar terang.

°°°

Setahun lalu, tepat di hari yang sama Lastri menerima pesan dari seorang pria, Rizky. Sudah sewajarnya Rizky mengirimi Lastri pesan, seperti bertanya 'sedang apa' atau 'sudah makan belum', tapi pesan pagi itu tak biasa untuk Lastri. Rizky meminta untuk mengakhiri hubungan mereka.

'Aku ingin kita berakhir sampai sini, maaf untuk semua yang sudah kita lewati.'

Tidak ada angin dan badai yang menyambut, namun hati Lastri sudah memunculkan petir lebih dulu. Hubungan mereka baik-baik saja selama ini, bahkan tidak ada pertengkaran apapun namun entah kenapa Rizky tak seperti biasanya. Ia sangat tidak gentleman sekali, setelah memutuskan untuk mengakhiri sepihak kini Rizky bahkan tidak bisa dihubungi lagi.

Lastri sudah di blokir setelah ia mengirim pesan menyeramkan itu. Saat Lastri mencoba menemuinya langsung, Rizky bahkan menghindarinya. Teman-temanya juga tidak ingin mengatakan kebenaran di balik kata 'putus' tersebut.

Lastri seperti barang yang dilempar kesembarang arah, barang yang tak lagi berharga.

Sejak kejadian tersebut, Lastri memutuskan untuk tak ingin cepat-cepat mencintai seseorang. Ia tak ingin menyesali sesuatu dan membuang-buang waktu dengan percuma. Lastri memutuskan untuk tak ingin jatuh cinta pada orang yang salah lagi.

"Beli minum yok!" Suara Eny membuyarkan lamunan Lastri.
"Aku haus, bentar lagi jam istirahat selesai. Yok beli minum dulu!"

"Aku gak haus, kita balik aja kenapa," ujar Lastri memelas.

Eny adalah sahabat Lastri, ia mengenal Eny setahun lalu saat mereka masih sama-sama anak magang. Sekarang Lastri dan Eny sudah jadi pekerja tetap di perusahaan, umur mereka yang sama membuat mereka sangat cocok satu sama lain. Apalagi sifat mereka yang saling bertolak belakang.

Eny anaknya pendiam di depan orang lain, saat hanya berdua dengan Lastri ia tak begitu. Eny anak yang ceria, tapi hanya untuk orang-orang terdekatnya saja.

"Issh kau ini, apa sih yang kau pikirkan? Dari tadi kok raut wajahmu galau mulu?" Tanya Eny penasaran.

Lastri menggeleng, "Cuma pirasat mu aja, aku gak apa-apa kok."

Setelah perbincangan tersebut akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke tempat kerja.

°°°
Sore harinya Lastri harus ijin pulang larut karena ada rapat dadakan dari timnya. Janjinya pada Eny untuk makan bersama juga harus ia batalkan.

'Pa, Lastri lagi rapat nih. Nanti kalau sudah pulang Lastri kabari Papa lagi.'

Pesan itu ia kirimkan, tak lama pintu ruang rapat terbuka. Agus Fikri Ramadhan, senior sekaligus ketua tim Lastri masuk dengan cara yang sopan.

Setahun lalu Lastri mengenal Abang itu, mereka sama-sama menjadi anak magang seperti ia dan Eny meskipun bang Agus setahun lebih tua darinya.

Lastri cukup mengenal Abang itu, ia bahkan tidak ada niatan untuk mengenal lebih karena bagi Lastri bang Agus hanyalah seorang Abang untuknya. Meskipun waktu telah mengubah pikiran tersebut.

"Jadi kemungkinan kita akan memakan banyak waktu untuk karya terbaru ini, kalian tahu kalau disini kalian tidak dibayar lebih jadi jika ada yang keberatan sebaiknya keluar dari sekarang." Ujar Agus.

Semua terbungkam termasuk Lastri. Dulu jika harus kerja ekstra tanpa imbalan seperti ini Lastri sangat tidak suka, semenjak Rizky memutuskannya Lastri bahkan bertingkah seperti bukan dirinya. Ia lebih memilih kegiatan kerja yang banyak, itu caranya untuk melupakan sesuatu yang sangat ingin ia lupakan.

Rapat terjeda saat suara adzan Maghrib berkumandang.

"Kita lanjut nanti, saat ini kita sholat dulu untuk yang muslim." Agus beranjak pergi bersama teman-temannya untuk sholat. Lastri juga bangkit dan ikut menuju musolah.

Setelah berwudhu, Lastri melihat sudah ada kak Vina disana. Lastri tersenyum menyambutnya begitu juga dengan kak Vina.

Sholat Maghrib dimulai, bang Agus yang menjadi imamnya.

Ini bukanlah sholat Maghrib pertama Lastri diimami oleh bang Agus, namun saat ayat suci Alquran dikumandangkan, hati Lastri begetar. Denyut nadi Lastri tidak karuan, seluruh otak Lastri terniang suara bang Agus yang merdu. Lastri bahkan tidak khusyuk dalam sholatnya.

Setelah salam selesai, Lastri langsung mengecek perubahan dirinya. Wajahnya memerah malu, tangannya bergetar dan lebih parahnya lagi suara serta wajah bang Agus tiba-tiba muncul dalam benaknya.

"Lastri!" Kak Vina memanggil.

"Eh? Iya kak?" Lastri bingung.

"Kau kenapa? Ngelamun?" Pertanyaan itu hanya dijawab Lastri dengan senyum kebungkaman.
"Yaudah, kakak luan ya,"

"Oke kak," jawab Lastri masih dengan tersenyum.

°°°

Lastri berdebar meskipun ia tidak berlari, nadinya naik turun tidak menentu. Sesekali ia melihat wajahnya di cermin tapi rona merah itu masih terlihat jelas.

Rasa takut mulai menghampiri Lastri, ia memegang kembali jantungnya untuk meredakan segala gejolak emosi.

"Lastri!" Eny memanggilnya.

"Iya? Aku di kamar mandi." Jawab Lastri.

Eny menghampiri, "Papa mu datang, cepat sana udah ditungguin loh,"

"Ohh, oke oke."

Lastri bergegas berkemas dan pergi meninggalkan Eny. Saat di gerbang keluar Lastri dapat melihat Papanya melambai, ia bergegas menghampiri.

Suara dari sebelah menghentikan langkah Lastri, ia menoleh dan melihat Bang Agus bersama Kak Vina sedang berbincang entah membicarakan apa. Hati Lastri kembali berdebar melihat Bang Agus.

Merasa ada yang memperhatikan, Agus pun menoleh ke arah Lastri. Tapi Lastri langsung memalingkan wajah menunduk malu, ia kembali berjalan pergi menjauhi keduanya.

'Aku takut, rasa ini mungkin cinta.' batin Lastri dengan wajah memerah.

°°°

To be continue

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang