Salahkah caraku ini?

13 4 0
                                    

Jalan terbaik bukan kita yang menentukan, kita hanya berusaha. Sebaik-baiknya usaha adalah keyakinan kita akan hikmah dalam setiap keadaan. Yang terlihat baik belum tentu baik, yang terlihat buruk juga belum tentu buruk jadi yakinkan aja dengan doa. -Annoying2020

°°°

Sesak memenuhi rongga dada, ingin keluar tapi tak ada jalan. Butuh oksigen, butuh udara segar dan butuh keluwesan. Tak ramai memang, tapi kenapa terasa sesak?.

Mungkinkah karena hati yang belum pulih?.

Lastri menjadi berbeda, menjadi sosok wanita yang sangat berbeda. Baik atau buruk perbedaan itu masih belum terlihat jelas, yang ia yakini hanya semua ini masih berantakan.

Salahkah Lastri menjauh? Dengan alasan apa? Takut zina? Atau hanya karena hati Lastri paham bahwa tidak pernah ada namanya dalam diri seorang Agus. Pria random yang pernah ia kenal.

"Ustadzah, Lastri takut." Hampir tetesan air itu jatuh dari matanya, namun ia mencoba tegar.

"Kenapa? Belum dapat jawaban?"
Ustadzah Aisyah mencoba menenangkan hati lemah lembut yang hampir runtuh itu.

"Mungkin aku gak pernah ada, mungkin aku gak pernah ia anggap sebagai sosok yang spesial. Ia mungkin tahu dengan rasa yang menyesakan ini, tapi ia juga tak bisa ambil keputusan karena baginya itu tak pernah ada." Tak tahan lagi, akhirnya air itu jatuh membasahi baju biru Lastri.

Sosok wanita lemah ini tak lagi setangguh dulu, dalam dirinya sering bertanya untuk apa semua perubahan ini? Memilih hijrah, tidak pacaran, meningkatkan sholat, puasa dan membaca Alquran serasa ingin imbalan yang pantas. Salahkah semua itu? Dalam benak Lastri pertanyaan-pertanyaan ini berputar-putat seperti gangsingan anak-anak yang bermain di teras rumahnya.

Ia takut, dengan hal yang belum ia yakini ketakutannya. Hanya saja ia takut.

"Menyukai tidak harus memiliki. Doakan nak, doakan dia jika kau menyukainya. Jika pada akhirnya karena doamu maka dia mendapatkan yang terbaik, berbahagialah." Ustadzah memberikan nasehat.

Ruangan sepi tempat anak-anak takliman mengaji itu hanya diisi oleh ustadzah Aisyah dan Lastri.

"Bagaiman mungkin ustadzah? Bagaimana bisa hatiku sekuat itu?" Lastri masih terisak-isak pelan.

"Dirimu jika belum sampai tahap itu maka masih ada godaan setan dalam rasa yang kau miliki, bahagia kah Lastri mendapatkan yang bukan di ridhoi oleh Allah? Istighfar nak."

Ustadzah mengelus kerudung abu-abu Lastri pelan.

"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah,"

"Jangan jadikan lelaki itu alasan Lastri hijrah, jadikan Allah yang membuat Lastri menjadi lebih baik. Ingat Allah dalam setiap tingkah Lastri, harus Istiqomah."

Sesi curhat tersebut membuat hati Lastri sedikit tenang, ia memeluk ustadzah Aisyah dan menangis dalam pelukannya.

Angin juga menyambut kesedihan hati Lastri yang lemah, mereka membawa perasaan tersebut terbang bersama butiran debu di angkasa.

°°°

Perubahan itu perlahan terlihat, Lastri yang dulu dikenal dengan hiperaktif perlahan menuju gadis baik-baik yang mencoba mencari jalan surga.

Lastri lebih sering menundukkan pandangan untuk kaum Adam, menghadiri acara pengajian mingguan di kantornya, membaca novel terfokus dengan Istiqomah dalam berhijrah, mencoba memperbaiki akhlaknya.

Perlahan-lahan namun pasti, itu keyakinannya.

"Ran, ingat gak dulu kita sering banget bertengkar." Ujar Lastri pada Rani, teman sejawatnya dalam hal kerjaan.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang