Kita Pernah Salah

10 1 0
                                        

Bilamana aku yang akan pergi maka aku tak mau kembali, tapi bilamana hati yang tak ingin beralih maka aku akan memohon. Untuk diriku, dirimu dan hati kita yang takdir tak ingin menyatuh maka ringankan rindu ini dan hilangkan rasa yang tak pantas. Aku hanya seseorang yang tak berhak atas itu. -Annoying2020

***

Vina meneteskan air mata tidak biasa, Lastri sudah merasa jika Vina memiliki sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan. Seperti batu yang tak ingin bilang jika ia sedang tergores oleh air yang lembut, Vina seperti itu.

Disambut juga dengan senyum keterpaksaan namun air mata tak ingin enyah, terus mengalir tanpa mau berhenti. Hatinya terluka tapi Vina masih terbungkam. Wanita itu bagi Lastri seperti sosok yang kuat dan hebat.

"Tidak masalah jika tidak ingin bercerita, tapi jangan paksa air mata itu membendung di hati Kak. Keluarkan saja karena itu cara meringankan hati yang tak menentu." Ujar Lia bijak.

Setelah beberapa menit yang lalu saat club badminton berhenti bermain dan memutuskan untuk makan siang bersama di luar, saat itulah terungkap air mata Vina yang tanpa sebab. Masih menjadi rahasia yang pastinya Lastri masih penasaran.

Saat bermain badminton dengan tiba-tiba Bang Agus mendatangi lapangan, mengambil dompetnya yang berada di tas Vina lalu pergi begitu saja. Apakah ada pertengkaran?

"Bang Agus kak? Apa karena dia?"

"Tidak Las, ini bukan karena Agus."Jawab Vina masih terisak. "Aku hanya tak ingin bercerita."

Setelah itu dalam pikiran Lastri hanya hal-hal yang ambigu, tak ada kepastian melainkan kecurigaan yang tak pantas.

"Astagfirullah!" batin Lastri mengenyahkan pikiran tak baiknya.

"Aku berlindung padamu ya Allah dari segala hal yang dapat merusak hatiku, aku juga berlindung padamu ya Allah dari rasa yang tak engkau ridhoi. Semoga engkau melindungi ku dan dirinya dari hal yang tak pantas."

***

Setelah semua kejadian itu entah mengapa Lastri dirudung kembali masalah baru. Pertemanan selama setahun yang ia jaga tidak begitu baik, memang ada kalanya setiap pertemanan itu tidak semulus keinginan. Tapi berkali-kali persahabatannya dengan Eny di hadapi masalah, Lastri selalu mencoba sabar dan kuat, namun kali ini masalah itu tak bisa dihindari.

"Las, Kenapa kau sekarang ini jarang bersama Eny? Kalian ada masalah?"

Rani yang sekarang sebagai teman sejawat Lastri dalam pekerjaan menunjukan raut penasaran karena kerenggangan hubungan pertemanan Lastri dan Eny.

"Tidak apa-apa, Cuma kami saling sibuk aja."jawab Lastri disertai dengan kebimbangan.

Siapa bilang pertemanan sejati tidak pernah dirudung masalah, malah sebaliknya. Pertemanan sejati itu hadir karena telah menuntaskan masalah yang ada. Entah bagaimana selanjutnya pertemanan Lastri dan Eny, tapi mereka memang saat ini saling diam.

Itu terjadi beberapa hari yang lalu, saat itu Eny sedang menceritakan masalahnya pada Lastri tetapi masalah yang Eny ceritakan adalah masalah yang berulang-ulang dan Lastri terlalu lelah untuk mendengar itu semua.

"Aku ingin pulang kampung bertemu dengan keluargaku Las,"ujar Eny sedih.

"En, saat ini kau bisa pulang dengan menggunakan Travel atau Bus dan juga harus dapat ijin perusahaan En."Lastri sedih tapi ia tak bisa apapun.

"Tapi Las, aku takut jika naik travel dan Bus. Juga yah kalau perusahaan ngasih aku ijin cuti."Eny masih bersedih.

Jujur Lastri sebenarnya sudah kesal, seperti ini dan selalu. Saat Lastri menyarankan jalan keluar Eny seakan menolak semuanya. Lalu untuk apa ia cerita ke Lastri? Kesabaran Lastri sedang diuji.

Cukup lama Lastri kembali menyarankan jalan terbaik tapi pada akhirnya Eny tak jadi pulang karena memikirkan dirinya sendiri, termasuk kerugian yang ada. Lastri semakin dibuat kesal.

Dan ini kembali lagi beberapa hari yang lalu juga, saat Eny menyuruh Lastri untuk membantunya mengambil paket diluar kos-kosan. Eny tidak ingin keluar karena di depan kos-kosan ada beberapa tetangganya yang sedang makan bersama.

Lastri juga bingung saat Eny memutuskan untuk tidak mau ikut gabung karena alasan males dan tidak betah. Lastri tahu Eny anaknya pendiam dan cuek di depan orang lain, tapi inikan tetangga dia. Saat Eny sakit maka bukan Lastri yang tahu lebih dulu tetapi tetangganya, mengapa tidak mencoba lebih dekat dan menjalankan silahturahmi yang baik.

"Jangan seperti ini terus, kau harus berbaur dan menyapa mereka juga. Jika tidak ingin gabung lebih baik kau memberanikan diri untuk unjuk diri dan tolak aja ajakan mereka. Sesekali menyapa juga tidak ada salahnya." Nasihat Lastri.

"Kenapa emangnya? Males kali loh harus jumpain mereka, aku gak betah bareng mereka. Yah biarin aja mereka mau bilang aku apa." Eny kesal.

Lastri berkali-kali menasihati hal yang baik tapi selalu ditolak. Kesabaran Lastri diuji lagi dan lagi dan karena muak akhirnya lastri bertindak. Lastri mengambil paketan Eny seperti permintaanya, kemudian dia pergi meninggalkan Eny.

Setelah kejadian tersebut reaksi keduanya berubah, saling mengabaikan dan tidak memperdulikan. Cukup hanya urusan kerja dan selain itu mereka saling tak mengenal

***

Kelelahan sudah Lastri hadapi, sampai rumah ia langsung mandi, sholat dan tertidur. Lastri hanya berharap besok hari liburnya ia nikmati dan melenyapkan semua masalahnya.

Seperti biasa, setiap pagi di hari libur Lastri sarapan bersama Mama dan Papanya. Mengantar Papa berangkat kerja, membantu Mama memasak dan membersihkan rumah. Hai ini juga kebetulan Lastri taka da takliman maka ia dan Mamanya bisa menghabiskan waktu mengurus rumah.

Sekitar pukul Sembilan pagi setelah Lastri selesai sholat Dhuha, ia dan Mamanya sudah berencana membuat masakan kepting asam manis kesukaan Lastri. Setelah berbelanja dan menyiapkan semua keperluan ternyata tamu mereka datang.

"Assalammualaikum,"

"Walaikumsalam,"

Lastri melirik Mamanya bimbang, "Ohh itu keluarga Bu Siti, Mama lupa bilang kalau mereka mama undang untuk berkunjung sekalian makan siang bersama."

"Ada acara apa Ma?" Tanya Lastri.

Mama Lastri tidak menjawab, ia berjalan menuju ruang tamu menyambut Bu Siti dan Ustadz Ali serta keluarganya.

"Bu Siti, silahkan masuk."ajak Mama Lastri.

Karena merasa tidak enakan, Lastri mengikuti Mamanya menyambut Bu Siti dan keluarga.

"Agus hati-hati, nanti kepitingnya lepas semua."

Lastri tercengang, Mengapa Agus datang kemari? Apa tujuannya?

"Las, kata Mamamu kau suka kepiting kan? Karena Agus baru pulang kampung jadi Ustadzah sengaja menyuruhnya membawakan beberapa untukmu."

Lastri tersenyum, ia bimbang harus bertindak bagaimana.

"Inikan yang kemarin berbagi obat di apotek kan Las?" Tanya Mama Lastri dan dibalas anggukan olehnya. "Wah kebetulan banget, silahkan masuk nak Agus."

Agus masuk membawa box kepiting ke dapur, Lastri mengikutinya sementara Mama dan Ustadzah Aisyah serta yang lainnya menunggu di belakang rumah sambil menyiapkan beberpa barang untuk persiapan masak bersama.

"Las,"
"Bang,"

Ujar keduanya bersamaan, karena canggung merekapun saling tersenyum.

"Gimana keadaanmu Las?" Agus bertanya.

"Alhamdulliah aku sehat, Abang?" Lastri memutuskan untuk tidak menatap Agus, ia memilih memperhatikan kepiting-kepting yang masih hidup dalam sebuah box.

"Alhamdulliah."

Kecanggungan menghitari mereka, saling diam tanpa mau bertatap namun hati ingin sekali bicara. Tapi sesuatu dihati tidak selamanya baik, karena itu mereka hanya diam dalam keheningan.

"Semua tahu jika ada kesalahan dibalik tindakan yang dilakukan, tapi sedikit orang yang ingin memperbaiki. Kini kita hanya orang yang ingin menghindar."

***

To be Continue

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang