Memang Takdir Kita Seperti Ini

12 4 0
                                    

Mungkin kelak aku tak akan mengingat tentang kisah ini, mengenang dirimu bukan hak ku lagi meskipun aku ingin. Mungkin takdir terbaik kita seperti ini, hanya cukup saling memaafkan bukan mengenang. -Annoying2020

°°°

Lucu, sesekali Lastri melihat raut wajahnya yang memerah. Cermin didepannya hampir aja teriak jika memiliki pita suara, bukan maksud apapun hanya saja Lastri sudah terlalu larut dalam pemikirannya.

"Meski aku belum yakin dengan rasa ini, tapi mengapa aku memimpikan hal seperti itu?" Tanya Lastri pada dirinya sendiri.

"Las, dengarkan baik-baik ya," Lastri diam dalam kebingungan, "Aku tahu kau takut dosa, aku juga sama Las. Jadi sudah siap Lastri Abang khitbah?"

Bahkan setiap kata-kata indah itu ia ingat dengan detail, rasanya Lastri sudah terbuai dengan angan-angan semu. Semua itu hanya sekedar mimpi yang cepat atau lambat ia akan terbangun.

Yah, hanya mimpi.

Raut wajah Lastri berubah, ia ingin mengutuk diri sendiri jika saja itu tidak salah untuk dilakukan.

"Astaghfirullah Lastri, stop mikirin Bang Agus! Nanti setan masuk dalam hatimu!" Lastri menampar pipi kanan dan kirinya bergantian dengan lembut.

Tinnn! Tinnn!

Papa Lastri mengkode anaknya untuk segera cepat bersiap masuk kerja.

"Iya pa, Lastri datang!"

Begitulah pagi Lastri yang tidak biasa, padahal tiga bulan ia sudah terbiasa dengan rasa semu itu. Tiap doa ia ingin kepastian dan keyakinan kadang ia ingin petunjuk namun masih saja khayalan semu yang menghampiri pikirannya.

°°°

Di perjalanan papa Lastri mengamatinya, akhir-akhir ini Lastri cukup berbeda namun ia takut menyinggung anak semata wayangnya ini.

"Las, kenapa ya?" Tanya papa Lastri memulai.

"Kenapa apa pa?"

"Kamu berbeda, kemana baju-baju mu yang bermodel itu? Jilbab tipis mu serta celana jeans mu? Kenapa dari ujung kepala sampai kaki kau menyerupai ibumu?" Tanya papa Lastri.

"Ya Allah pa, anaknya mencoba yang terbaik kok papa khawatir? Harusnya dukung lah pa, insyaAllah Lastri ingin Istiqomah." Jawab Lastri ramah.

"Bukan seperti itu nak, yah Papa tahu Lastri Uda ikut takliman dan ingin jadi muslimah sejati. Nak, tapi perubahan ini apa tidak terlalu cepat? Dan alasannya apa? Apakah benar semua itu karena Allah nak?"

Lastri terdiam, ia juga bimbang.

"Pa, Lastri juga takut jika ternyata setan dalam hati ini terlalu kuat hingga membuat Lastri hijrahnya tidak Istiqomah. Tapi Pa Lastri hanya punya doa dan keinginan, semoga Lastri Istiqomah nya kuat Pa."

"Amin Nak, insyaAllah nak."

Perjalanan itu membuat Lastri memikirkan lelucon pagi ini, saat ia terbangun dari tidurnya yang masih merasakan gejolak debaran jantung akibat mimpinya.

Kini Papa nya lah yang membuat debaran jantung itu datang kembali, entah hanya karena rasa yang terlalu terbawah sampai ke ujung tapi Lastri hanya ingin tersenyum bahagia.

°°°

"InsyaAllah besok aja, aku sepertinya terlalu lelah hari ini."

Telpon berdering, dilayar handphone itu tertulis nama Aini. Agus menghentikan percakapannya dengan Vina, ia bergegas mengambil handphone dan meminta ijin untuk pergi.

Vina mengangguk paham, ia melirik kearah Agus yang menjauh.

"Itu? Mungkinkah itu wanita yang akan beruntung?" Batin Vina.

Cinta dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang