Kurebahkan tubuhku diatas kasur yang sangat empuk, beberapa hari belakangan ini membuatku cepat lelah. Mulai dari mempersiapkan pernikahan Meisya, pernikahanku hingga kebutuhan lainnya. Aku mengerjakan kebutuhan pernikahanku sendiri, namun terkadang dibantu oleh Alina dan keluarga Alif.
Ya, seminggu yang lalu adalah pernikahan Meisya dan Bayuaji. Pernikahan yang terbilang cukup sederhana dan sangat tertutup hanya keluarga dan para sahabat yang datang. Pernikahan yang berlangsung secara diam-diam tanpa di ketahui oleh publik ditengah puncak karir Meisya dan Bayuaji sebagai artis. Sungguh melelahkan menutupi hal seperti ini, namun cara ini terbaik untuk menjaga reputasi dua keluarga.
Namun belakangan ini tersebar kabar pernikahan Meisya dimata publik, beberapa wartawan sempat datang kerumah orang tua menanyakan kebenarannya. Memang benar kata orang, serapih apapun bangkai di simpan pasti akan tercium juga. Maka dari itu sebelum semuanya terbongkar oleh publik, Meisya dibawa oleh Bayuaji lebih banyak berdiam diri dirumah.
Beberapa hari terakhir ini aku selalu melihat keseriusan Bayuaji terhadap Meisya sudah membuatku cukup bahagia, adekku bahagia akupun bahagia. Kini tinggal aku, berusaha melupakan masa lalu dan menerima masa sekarang toh saat ini aku sudah menemukan laki-laki sejatiku, Mas Alif Mahendra.
Berbicara mengenai Alif, dua hari yang lalu ia harus kembali menuju Kalimantan tempat ia mengabdikan diri sebagai prajurit karena ada beberapa berkas perpindahan dinas yang harus Alif penuhi maka dari itu ia harus segera kembali. Kalau mengenai aku, aku sedang merindukan prajuritku rasanya menuju pernikahan begitu lama. Aku tidak sabar ingin segera dihalalkan atas penantian yang panjang.
Suara koper terdengar disetiap penjuru ruangan, banyak orang beralu lalang membawa segala perlengkapannya dibandara internasional. Ya, aku sedang mengantarkan Alif menuju Kalimantan. Perasaanku berat sekali, rasanya tak rela melepaskan calon suamiku untuk kembali ke tempat dinasnya. Disusul dengan mendungnya langit sore, sepertinya langit mengerti bahwa aku tak rela Alif pergi meninggalkanku.
"Sayang, hati-hati dijalan ya."Ujarku dalam dekapan Alif.
Berkali-kali Alif mengusap halus rambut dan pundakku, berusaha menenangkan kegelisahanku."Iya sayang, aku akan segera kembali dan menikahkanmu."
Aku tak kuasa membendungkan air mata. Ya, aku menangis terisak dihadapan Alif. Aku tidak tahu mengapa kepergian Alif ke Kalimantan membuatku terasa berat sekali. Sepertinya aku tidak ikhlas jauh dari Alif, kekasih hatiku.
"Jangan dong, aku jadinya sedih sayang."Ungkap Alif berulang kali menenangkanku.
Ku peluk erat tubuh kekar Alif, berusaha menahan kepergiannya."Sayang, sebentar aja aku mau peluk kamu lebih lama lagi."Tahanku.
Aku tidak berdua dengan Alif dibandara melainkan dengan Maureen adekku dan Alina sahabatku, namun mereka berdua sedang membeli makanan di salah satu toko kue terkenal dibandara.
"Ini cake pesanan Maudya buat lo Lif."Ujar Alina pada Alif yang datang bersamaan dengan Maureen.
Maureen anaknya sangat pendiam, berbeda dengan aku dan Meisya yang lebih banyak berbicara. Ia hanya berbicara kurang lebih sepuluh sampai lima belas kata perhati, menurutku.
Alif melepaskan pelukanku."Makasih Sayang, Alina dan Maureen."Ujar Alif bergantian menoleh kearahku, Alina dan Maureen.
Suara pemberitahuan sudah terdengar dipenjuru ruangan. Penerbangan menuju Kalimantan segera berangkat, maka dari itu aku harus melepaskan sang prajuritku.
"Aku pergi dulu ya."
Aku menatap mata Alif dalam."Hati-hati dijalan Masku."Ujarku tak rela dalam hati, sangat menyakitkan.
"Alin, Maureen. Aku titip Maudya ya."Ujar Alif berlalu.
Kutatap terus punggung gagah nan tinggi itu, hingga akhirnya punggung itu berlalu dan hilang. Aku harus sabar, menunggu hingga waktunya tiba.
Kulihat jam diatas dinding, waktu sudah menunjukan pukul 19.45 malam. Aku hampir terlupa setengah jam yang lalu Maureen sudah meningatkanku jam makan malam, bahkan aku melewatinya 15 menit.
Dengan langkah cepat aku menuruni anak tangga, tak terhitung berapa anak tangga yang telah aku lewati dengan cepat. Suasana meja makan sudah ramai, sudah bersiap-siap untuk memulai makan.
"Maaf, maaf aku kelupaan." ujarku yang kemudian duduk diantara ayah dan maureen.
Ibu bersiap mengambilkan nasi untuk kami walaupun bisa saja Ibu meminta bantuan kepada kami. Sosok ibu yang penuh cinta kepada keluarga adalah contoh yang baik untukku ketika aku nanti menikah.
"Meisya mana yah?" Ujarku menanyakan keberadaan Meisya. Ya, Meisya tidak ada ditengah-tengah kami.
Ayah menoleh kearahku."Lagi kurang enak badan ka, Meisya makan dikamar."Jelas Ayah.
"Namanya juga trimester pertama ka, masih sering mual-mual. Nanti kamu juga seperti itu kalo sedang hamil."Jelas ibu yang aku jawab dengan anggukan.
"Ayah dengar kamu nangis dibandara ka?"Tanya Ayah yang membuatku terkejut, dari mana Ayah tahu hal itu? malu aku ditambah lagi dihadapan Bayuaji.
Aku menggelangkan kepala."Enggak yah."
"Bohong, orang ka Maudya di bandara nangis sambil peluk-peluk mas Alif."Sambung Maureen.
Aku mencubit paha Maureen kencang. Lancang sekali ia menceritakan hal itu kepada ayah. Maureen merintih kesakitan.
"Sakit tau ka."
Ibu menengahi kami."Sudah, sudah. Itu hal wajar Maudy, itu tandanya kamu mencintai Alif sepenuh hati. Iya kan yah? seperti ayah mencinta ibu." Ujar ibu menggoda Ayah.
"Cie...."
"Cie...."
Wajah ayah merah merona menahan rasa malu melihat tingkah ibu yang menggodanya didepan anak dan menantunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)
RomantikAku sama seperti orang pada umumnya ingin rasanya di cintai dan mencintai seutuhnya, bukan hanya di jadikan sebagai angin lewat. Aku wanita pada umumnya ingin rasanya mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang mencintaiku, bukan menjadi...