Zein Merindukan Bunda

73 4 0
                                    

•PoV-Bayuaji•
____________

Sudah seminggu sejak Maudya pergi meninggalkan rumah. Sekarang aku juga harus menjaga dan merawat Zein ditengah kesibukanku menjelang akhir tahun. Biasanya Maudya yang akan membantuku dirumah menjaga dan merawat Zein namun kini hanya aku sendiri, walaupun ada Bi Ian tetapi aku tidak bisa melepaskannya begitu saja.

Aku sudah membaca surat yang Maudya tinggalkan, semua kebutuhan Zein dan aku memang sudah di siapkan olehnya tetapi aku tidak bisa melakukannya seorang diri, aku membutuhkannya. Kemana Maudya berada? teganya Maudya meninggalkanku dan Zein.

Pekerjaanku terbengkalai, karena aku telalu pokus menjaga dan merawat Zein. Bahkan projek besarku dikantor harus di tunda hingga semuanya membaik, hingga Maudya kembali. Sebenarnya aku tidak tahu Maudya akan kembali atau tidak, namun aku yakin ia akan kembali untuk anak kami Zein.

Aku terlalu gengsi untuk menanyakan kabar Maudya pada keluarga dan sahabatnya. Aku tahu ini sangat menyiksaku dan Zein, namun aku harus bagaimana? aku tidak mau Maudya merasa bahwa aku mulai mencarinya dan mencintainya.

"Anak ayah yang pintar, sebentar ya." Aku menaruh Zein pada kasur dan segera bergegas menyiapkan susu untuk Zein.

Sebenarnya aku tidak pandai dalam membuat susu formula untuk Zein, namun Maudya menuliskan semua caranya. Dia meninggalkanku tapi kepeduliannya padaku dan Zein begitu terasa dengan ia menuliskan segalanya dalam secarik kertas.

Aku sebenarnya sudah jatuh cinta kembali dengan Maudya, sejak aku melihat bentuk nyata kasih sayangnya padaku dan Zein. Maudya memang mantanku, lebih tepatnya mantan yang pernah aku sakiti dan aku permainkan. Mengenai perasaanku pada Meisya, aku juga tetap mencintainya dan selalu bersyukur karenanya Zein hadir dihidupku.

"Susunya sudah jadi, diminun ya sayang. Ayah mau bekerja sebentar saja." Aku menyodorkan susu botol formula pada Zein tanpa menggedongnya seperti yang Maudya sering lakukan, sebab aku harus melanjutkan pekerjaan kantorku.

Zein menoleh kearahku dengan tatapan gemasnya. Aku tahu jika Zein merindukan bundanya, merindukan pelukan dan kasih sayang dari Maudya. Dan Ayah pun merindukan Bundamu Zein, walaupun sejujurnya Ayah malu mengakuinya.

"Oee.. Oee..." Zein menangis kencang.

Baru saja aku dua langkah meninggalkan Zein, ia menangis kencang. Aku mendekat kearah Zein dan memeluknya dalam dekapanku.

"Ada apa sayang?"

"Oe.. Oeeee..." Zein tetap menangis walaupun sudah aku gendong.

"Zein kenapa nak? Zein rindu ya sama bunda?" Aku terus menimang Zein. Bukannya tangisannya berhenti, namun Zein semakin kencang tangisannya.

Aku menyentuh kening Zein, seperti Maudya yang melakukannya ketika Zein terlihat manja dan uring-uringan.

"Ya ampun nak, badanmu panas sekali." ujarku.

Aku mengambil ponsel yang berada diatas nakas, mencoba menghubungi dokter yang biasa menangani Zein. Aku tidak tahu harus berbuat apa, mungkin kedokter adalah jalan yang tepat.

"Den Zein kenapa pak?" ujar Bi Ian yang melihat Zein menangis, dibawanya nampan berisikan makanan. Tadi aku meminta tolong pada Bi Ian untuk membawakan makan siang untukku.

"Bi tolong siapkan barang-barang untuk Zein ya." Aku membenarkan posisi Zein yang terus menangis dalam gendonganku.

Dokter yang aku hubungi ternyata ada dan sedang membuka praktek dirumah sakit. Aku memutuskan untuk membawa Zein kesana, agar kondisi Zein cepat ditangani oleh dokter.

"Ini sudah pak." ujar Bi Ian memberikanku tas keperluan milik Zein.

Aku mengangguk." Terima kasih bi."

"Iya pak, hati-hati dijalan. Semoga den Zein cepat membaik." ujar Bi Ian.

Aku membawa mobil seorang diri, di sebelahku Zein yang terduduk dalam car seat miliknya. Zein terus menangis walaupun aku sudah memberinya susu dan mainan kesukaannya.

"Sebentar ya nak, ayah bawa mobil dulu. Nanti Zein diperiksa sama dokter ya, biar Zein cepat sembuh."

Antara menyetir dan menenangkan Zein, sungguh membuatku bekerja ekstra. Perjalanan menuju rumah sakit memang tidak terlalu jauh dari rumahku, namun dengan kondisi seperti ini membuatku merasa lebih lama.

Setelah memarkirkan mobil hitam sport miliku, aku berjalan cepat menuju rumah sakit sambil menggendong Zein yang tetap menangis. Semua mata mengarah padaku, melihatku yang sedang menenangkan Zein.

Tanpa menunggu lama, nama Zein dipanggil oleh suster dan diperiksa oleh dokter yang biasa menanganginya.

Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang