•PoV-Bayuaji•
____________Usapan hangat yang aku berikan membuat Zein tertidur lelap dan tenang ditambah dengan balutan selimut hangat. Dalam ruangan serba putih akhirnya Zein harus dirawat karena demamnya yang sangat tinggi.
Aku tidak tega melihat anakku sakit seperti itu. Mungkin jika ada Maudya aku akan tenang karena ia yang akan membantuku merawat Zein. Dimana kamu Maudya? ternyata rindu itu berat. Bukan hanya Zein yang merindukan bundanya namun aku merindukan sosokmu yang hangat.
Sudah tiga hari Zein dirawat, namun kondisinya masih saja belum stabil. Dokter sudah mengupayakan kesembuhan untuk Zein, namun demamnya masih terus tinggi.
"Hallo,"
Suara bising jalan terdengar dalam sambungan teleponku pada Alina. Ya! akhirnya aku menyerah dan mencari Maudya. Sebelumnya aku sudah menghubungi keluarga Maudya namun mereka tidak tahu keberadaannya dan juga sudah beberapa kali menghubungi ponsel Maudya, namun ponsel nya tidak aktif. Mungkin salah satu caraku adalah menghubungi Alina yang aku kenal sebagai sahabat dari istriku sejak kami SMA.
Hah? istri sejak kapan aku mengakuinya istri. Oh apakah ini yang dinamakan aku sudah menerima Maudya dan mencintainya. Ha! ya sudahlah aku tidak ingin ambil pusing, mau mencintai atau tidak Maudya adalah istriku.
"Hallo, iya ada apa?" sahut Alina.
Aku menarik napasku panjang."Apakah Maudya bersama lo?" tanyaku.
"Oh Maudya, ada lagi sama gue. Tapi, dia lagi ga bisa diganggu." jelas Alina, ada rasa lega dihatiku. Akhirnya aku tahu keberadaan Maudya.
"Boleh ga gue bicara sama Maudya, sebentar aja." pintaku.
"Tapi, Maudya ga bisa diganggu. lo kalo mau bicara sesuatu buat Maudya, bilang aja sama gue. Nanti gue yang ngabarin ke Maudya." seru Alina.
Mengapa dengan Maudya? apakah ia marah denganku, mengapa ia menjauhiku? sikapnya tidak seperti Maudya yang aku kenal dulu. Apakah ia cemburu mendengar penuturanku waktu itu. Atau karena aku memukulnya dan ia merasa tersakiti olehku.
"Hm, yaudah tolong sampaikan bahwa Zein sedang dirawat dan merindukan bundanya." ujarku kecewa.
"Itu saja?" ujar Alina.
"Iya itu saja, terima kasih Alina." ujarku memutuskan panggilan telepon.
Ada rasa kecewa dihatiku, saat aku tidak bisa berbicara langsung dengan Maudya. Aku merindukan suaranya dan perhatiannya padaku, mungkin jika ada Maudya hatiku akan lebih tenang saat ini.
Selama Zein dirawat tidak sekalipun aku pulang kerumah, semua perlengkapan dibawa oleh Bi Ian dengan menggunakan taksi ke ruang sakit. Bahkan setiap malamnya aku tidak bisa tidur terlelap karena Zein sering sekali menggigil.
Maudya dimana kamu? aku rindu kamu? maaf jika selama ini aku terus menggoreskan luka padamu. Maaf jika kata-kata dan perbuatanku melukai kamu hingga kamu enggan bertemu denganku.
Ku baringkan tubuhku di sofa rumah sakit. Badanku sedang tidak baik-baik saja namun aku harus tetap kuat menunggu Zein yang lebih penting.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)
RomanceAku sama seperti orang pada umumnya ingin rasanya di cintai dan mencintai seutuhnya, bukan hanya di jadikan sebagai angin lewat. Aku wanita pada umumnya ingin rasanya mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang mencintaiku, bukan menjadi...