Aku tengah sibuk dengan pekerjaanku sebagai ibu sekaligus istri yang tak dianggap oleh suamiku sendiri. Ya, aku tetap melayani Bayuaji dalam menghidangkan makanan dan keperluan yang ia butuhkan. Aku tidak sungkan mengenai pekerjaanku sebagai istri, walaupun aku tahu semua yang aku kerjakan tidak akan bisa menggantikan cinta dan ketulusan Bayuaji terhadap adek kandungku Meisya.
Aku memulai dengan menumis semua bumbu dan merendam ayam dengan air yang mendidih dilanjut dengan memotong sayur mayur sebagai pelengkap sop ayam yang akan aku buat. Kemudian aku menyampurkan masakan dalam air yang mendidih dan memberikan sedikit penambah rasa agar masakanku menjadi lebih enak. Aku melakukannya dengan sepenuh hati dan ke ikhlasanku sebagai istri.
Perlahan aku menyusun makanan dan minuman untuk disantap sebagai hidangan makan pagi. Aku belajar semuanya dari Bi Ian dan juga dibantu Bi Ian dari mulai belanja bumbu hingga cara penyajian. Bi Ian sudah menjadi bagian dari keluarga Bayuaji sejak 10 tahun yang lalu, Bi Ian mengetahui segalanya mengenai keluarga Bayuaji.
"Bayu, makanannya sudah siap."
Aku berjalan kearah Bayuaji yang tengah bermain bersama Zein di taman rumah. Bayuaji adalah ayah yang baik untuk Zein, namun denganku ia hanya menganggapku sebagai Ibu asuh dari anaknya.
Bayuaji membalasku dengan anggukan cepat dan memberikan Zein padaku. Aku hanya bisa mengalah dan terus mengalah walaupun nyatanya hatiku terluka, Bayuaji telah menggoreskan banyak luka di hatiku. Namun, bodohnya aku tetap saja mencintainya dan menutupi segala perlakuannya padaku.
Sambil menggendong Zein dalam baby warp aku membantu Bayuaji menyiapkan makanan yang akan dimakan olehnya. Sejujurnya menjadi ibu dan istri sangatlah menyenangkan walaupun membuatku sedikit lelah, melihat anak dan suamiku ceria dan bahagia semakin menambah kebahagian untuku. Tapi berbeda dengan keluarga kecilku, suamiku dingin dan cuek karena tidak mencintaiku.
"Aku mau izin ke butik, boleh tidak aku membawa Zein kesana?" Tanyaku pada Bayuaji ketika ia sudah selesai menyantap sarapan paginya.
Aku berdiri dihadapannya, dipegang olehku tas kerja yang akan dibawa oleh Bayuaji dan memberikan padanya.
"Memang uang kebutuhan kamu dan Zein tidak cukup?" Tanyanya ketus.
Bayuaji memang menafkahiku secara lahir memenuhi segala yang aku butuhkan dan Zein butuhkan. Namun bukan aku tidak mensyukuri apa yang telah Bayuaji berikan padaku, tetapi aku memiliki tanggung jawab kepada para karyawanku untuk tetap bekerja selama aku masih hidup.
"Bukan seperti itu Bayu, ada hal yang harus aku selesaikan di butik." sahutku memberikan keyakinan pada laki-laki dihadapanku.
Tanpa menjawab Bayuaji melengos meninggalkanku dan Zein yang berada didalam ruang makan. Aku mengejarnya kearah parkiran mobil dengan langkap cepat sambil membawa tas yang akan ku berikan padanya.
"Bayu tunggu!" Ucapku tergesah-gesah mengejar Bayuaji sambil menggendong Zein dipelukanku.
"Apa lagi?" sahutnya dingin.
"Kamu izinkan aku membawa Zein ke butikkan?" Tanyaku lagi, aku harus menunggu persetujuan Bayuaji untuk mengahargai keberadaannya sebagai suamiku.
Bayuaji menoleh nanar kearahku, "Saya tidak mengizinkannya." Ucapnya dingin lagi seperti batu es.
"Untuk kali ini Bayu, aku mohon." pintaku memundukan kepala, aku sangat takut jika melihat Bayuaji marah dihadapanku.
"Saya bilang tidak, tidak Maudya!" bentaknya yang membuat aku kaget.
Zein yang berada didalam dekapanku menangis melihat ayahnya membentaku. Aku menenangkan Zein menepuk-nepuk halus pundak Zein.
Bayuaji menarikku kedalam rumah dan membawaku menuju kamar kami. Tarikan tangan kekar itu membuat tanganku merah dan sakit.
"Sakit Bayu," keluhku.
"DIAM!"
"Bayu pelan-pelan aku sedang menggendong Zein."
"DIAM MAUDY! DIAM....." Teriaknya semakin kencang.
Bayuaji melepaskan Zein yang sedang menangis dalam baby warp ku dan menaruhnya dalam box baby does berwarna hitam yang berada disudut kamar. Bayuaji kembali menarikku dan menghempaskan tubuhku keatas ranjang king size hampir mengenai kayu sandaran.
Aku hanya bisa menangis dan menahan isakan tangisku dengan mengigit bibir bawah. Aku tidak akan meminta untuk pergi ke butik jika akhirnya Bayuaji menyakitiku seperti ini.
"Sakit hiks.... Bayu hiks... aku minta ma-af, tolong hentikan." Ujarku dengan sekuat tenaga.
"DIAM! KAMU HARUS MENERIMA SEMUANYA MAUDYA!"
Plak!
Satu tamparan mendarat dipipiku, aku menangis menahan rasa sakit. Aku berusaha menahan amukan dan kekesalan Bayuaji, namun laki-lakiku itu sangatlah kuat. Hingga terjadi pukulan-pukulan berikutnya.
Plak!
Bugh!
Plak!
"Ma-afkan aku Bayu... Maaf....." Ucapku lemas
Aku tersungkur lemas, aku tak berdaya. Bayuaji menyiksaku sedemikian rupa, ia melukai wajahku dan tubuhku hingga merah merona. Darah segar mengalir dipelipis dan dahiku. Bayuaji bukan hanya menyiksa hatiku namun ia menyiksa tubuhku sedemikian rupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)
RomanceAku sama seperti orang pada umumnya ingin rasanya di cintai dan mencintai seutuhnya, bukan hanya di jadikan sebagai angin lewat. Aku wanita pada umumnya ingin rasanya mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang mencintaiku, bukan menjadi...