Seminggu setelah aku sadar dari semi komaku, aku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter dirumah sakit. Kondisiku sudah jauh lebih baik dan selalu belajar mengikhlaskan kepergian Alif selama-lamanya dalam hidupku.
Bukan hanya itu, seminggu juga aku tidak bertemu dengan Bayuaji setelah kejadian aku tak sadarkan diri. Bayuaji seperti menghilang dalam hidupku beberapa hari ini. Mengenai kejadian malam itu Ayah dan Ibu sudah mengetahuinya, aku sempat marah kepada mereka. Namun mereka memberikku nasihat dan menjelaskan alasan mereka menikahkan aku dengan Bayuaji.
Menurutku masuk akal, namun tidak semudah itu menerima hal yang akan aku jalani seumur hidupku. Kepergian Alif bersama dengan cintaku tidak semudah membalik telapak tangan, aku butuh waktu untuk mencoba merelakan dan mengikhlaskan semua yang terjadi.
Sebenarnya hatiku tidak sanggup memilih pilihan terberat seperti ini dalam hidupku. Setelah kehilangan Alif, aku begitu sulit membuka hatiku kembali walaupun nyatanya suamiku adalah cinta masa laluku yang masih saja terngiang dibenakku.
Kepulanganku kerumah sangatlah tidak siap untukku. Aku tidak ingin bertemu dengan laki-laki yang selama ini ku sebut brengsek itu. Laki-laki yang penah menyakitiku dan mengkhianatiku dulu, kini menjadi suamiku.
Aku melangkahkan kakiku kedalam rumah Ibu dan Ayah. Kulihat setiap sudut ruangan itu secara rinci, mencari keberadaannya yang tak terlihat batang hidungnya.
"Kamu langsung istirahat aja ya kekamar." Ujar Ayah. Aku dibantu Maureen menuju kamar.
"Terima kasih dek." Ujarku saat sudah berada didalam kamar.
Maureen membantuku untuk berbaring dikasur dan menutupi diriku dengan selimut hangat. Aku masih mencari keberadaan Bayuaji, dimana laki-laki itu berada. Tega sekali dia, istrinya pulang dari rumah sakit tidak menjemput atau sekedar menyambut kedatanganku.
"Zein udah kangen banget sama kaka, aku bawa Zein kesini ya." Ujar Maureen menawarkan padaku dan ku balas dengan anggukan kepala.
Ya, aku hampir saja melupakan Zein. Sejak kejadian tiga minggu yang lalu aku sudah tidak pernah memegang Zein atau sekedar melihatnya pun aku sudah tidak pernah. Pasti sekarang Zein sudah mulai banyak perkembangan.
Maureen memberikan Zein padaku. Zein si bayi mungil itu pun begitu lucu dan tampan. Ya, Zein sangat tampan seperti ayahnya hanya mata Zein yang sedikit berbeda namun mirip dengan Meisya.
Seharian selepas aku pulang dari rumah sakit aku menghabiskan waktuku berdua bersama Zein didalam kamarku. Merawat Zein membuatku semangat untuk kembali pulih dan kembali seperti semula. Walaupun aku belum mampu menerima pernikahanku dengan Bayuaji aku tetap mencintai dan menyayangi Zein sebagai anakku sendiri.
"Zein ngantuk ya sayang. bobok yuk, diminum susunya."Ujarku sambil memberikan susu botol padanya, karena waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Sudah waktunya bayi mungil ini untuk tidur.
Seperti biasanya saat aku menemani Zein tidur pasti akupun selalu ikut terlelap bersama dengan Zein.
Saat aku ingin tidur terlelap ku dengar pintu kamarku terbuka. Aku sedikit membuka mataku melihat seseorang yang datang. Dia adalah Bayuaji yang baru saja pulang dari kantornya masih berpakaian rapih khas pakaian seorang CEO pada umumnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Maudya (Mencari Cinta & Kebahagiaan)
RomansaAku sama seperti orang pada umumnya ingin rasanya di cintai dan mencintai seutuhnya, bukan hanya di jadikan sebagai angin lewat. Aku wanita pada umumnya ingin rasanya mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang mencintaiku, bukan menjadi...