cemburu

1.7K 90 19
                                    

Wida dan Wira nampak saling menunjukkan tampang tidak menyenangkan. Tanpa memperdulikan Wira, Wida menyapa Anita.
Ya, benar. Wanita yg disatu sisi membuat ia lega bisa berpisah dengan suaminya, namun juga membuat Wida kehilangan Mike.
"Apa kabar, mba Anita?" Senyum tipis diberikan Wida pada wanita di depannya.
"Ah, Wida. Baik sekali. Kamu sudah selesai studi?" Anita sedikit terkejut, tidak menyangka wanita yg ia hancurkan hidupnya, malah menyapa dengan senyum. Mungkin sebatas formalitas, ataukah memang pria asing di dekat Mike adalah pria yang telah menggantikan Wira di hati Wida.
"Belum mbak. Saya ada tugas, kebetulan sekali bisa kembali saat Mike ulang tahun. Mbak gak keberatan kan?"
"Jelas tidak, Wida. Silahkan datang saat kamu ingin melihat Mike. Oh iya. Siapa pria asing ini?"
Wira yang penasaran menuggu jawaban Wida.
"Perkenalkan, dia salah satu anggota timku. Namanya Kimmy. Saya kira, tidak baik datang sendiri. Tidak enak dilihat."
"Betul juga Wid. Namun kamu tidak perlu sungkan. Saya percaya kamu tidak akan macam2. Iya kan mas Wira?"
"Ha? Oh, iya. Kalau mau ketemu Mike, bisa ke rumah. Ada Bi sum kalau tidak ada istriku."
"Terima kasih. Sebentar lagi saya akan pulang. Kalian juga pasti akan merayakan ulang tahun Mike bukan?"
"Oh iya jelas. Kami akan mengajak Mike dinner." Jawab Wira.
"Mami gak ikut kita makan sama Mike?" Mike membuat celetukan polos.
"Oh. Hmm. Iya. Bagaimana kalau kita makan malam bersama. Hitung2 double date." Anita yang tak enak hati menawarkan dinner.
"Betul. Bukankah kita harus merayakan pesta untuk anak kita." Wira menambahkan sekenanya.
"Kimmy? Apakah tidak keberatan?" Wida bertanya.
"No problem. Good idea." Kimmy tersenyum manis.
Mereka berlima menikmati makan malam yang sedikit canggung.
Wira memperhatikan Kimmy dan Wida, walau tak begitu mesra, tapi Wira dapat merasakan bahwa Kimmy memiliki rasa yg lebih dari sekadar teman Wida. Perasaan dan sikap Kimmy sama dengan saat Wira menginginkan Wida pertama kalinya.
Rasa sesak menyerang Wira, ia yakin bahwa dirinya sedang cemburu. Yah, cemburu terhadap mantan istri yang disia2kan. Bodohnya diri Wira, saat baru menyadari bahwa seharusnya ia dapat bersama Wida, seharusnya yang menikmati senyuman Wida setiap hari adalah dirinya. Hatinya terasa nyeri melihat Wida melayani Kimmy, walau Wira tau bahwa itu hanya profesionalitas Wida.

 Hatinya terasa nyeri melihat Wida melayani Kimmy, walau Wira tau bahwa itu hanya profesionalitas Wida

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
Sedangkan berita tentang Erick telah sampai pada Bram.
"Ahmed, siapa dia ini? Kamu kenal?"
Bram menunjukkan berita tentang Erick.
"Oh, ya. Saya kenal. Keturunan bangsawan di negara ini. Semena2 bila menyangkut perasaannya. Ada apa? Kamu juga suka gosip ya?"
"Dia yang mengganggu calon wanitaku. Tapi lihat, dia dengan wanita lain."
"Bro, sebaiknya kamu lebih berhati-hati dengan Erick. Walau saya memiliki kuasa, tapi orangtuanya bukan orang yang mudah dikalahkan."
"Apakah kamu mau membantu saya, sedikit saja?"
"Tergantung apa rencana kamu. Kita punya beberapa bulan bersama. Lumayan cukup untuk membuat strategi balas dendam anda. Tapi kalau hanya berdua, saya rasa cukup sulit."
"Kalau Adit?"
"Kita butuh dia. Walau cukup jauh, bukankah akan efektif bila Luke membantu. Hanya, temanmu apakah akan setuju? Dia cukup ambisius."
****
Wida pamit ke Bi sum, hari sudah larut. Dia harus mengejar waktu agar Kimmy dapat istirahat.
"Wida, dia siapa?" Wira bertanya dengan nada tidak senang, namun tidak se otoriter sebelumnya.
"Saya sudah memperkenalkan dirinya tadi. Mas Wira, ah, tidak. Pak Wira, saya pamit."
"Wida, aku kesal."
"Lalu? Anda ingin memukul saya? Saya capek, tidak ingin berdebat."
"Wida, kenapa? Kenapa kamu tidak bisa memaafkan saya? Kenapa meninggalkan saya?"
"Saya rasa, saya tidak perlu menjawabnya. Permisi." Wida masuk ke mobil dan membuat mobilnya perlahan menjauhi rumah Wira.
"Apakah ada masalah?" Kimmy memang peka, dia melihat raut wajah Wida berbeda.
"Tidak. Maaf membuat anda menunggu."
"Tidak masalah. Mike lucu."
"Terima kasih."
"Wida.. harusnya, saya berterimakasih kepada anda. Anda memberi saya kesempatan untuk menjadi bagian dalam hidup anda, walau hanya sedikit. Saya senang, bertemu Mike, Mrs. Sum."
Wida tersenyum mendengar Kimmy.
"Terima kasih juga, sudah mau ikut. Kamu teman yang baik Mr.kimmy."
Teman.. dhegg.. Kimmy tersenyum agak kecut. Dia menyalahi dirinya, dia lupa, Wida masih terlalu dini membuka hati untuk dirinya. Bagi Wida, kita sebatas teman.
Mobil Wida telah tiba di hotel.
"Kita sudah sampai mr. Kim. Maaf mengganggu istirahat Anda."
"Sudah kubilang tidak apa. Apakah kamu tidak mau menginap. Eh, maksudku kamu kan punya kamar di sini bersama tim. Apakah tidak letih untuk mengendarai mobil sendiri?"
"Tidak, saya akan kembali ke rumah. Terimakasih tawarannya."
"Baiklah, hati2 di jalan."
Kimmy menarik tangan Wida dan mencium tangannya.
Wida sedikit terkejut, namun berusaha tenang. Karena Kimmy memang terbiasa menggunakan salam itu.
Wida hanya tersenyum dan berpamitan.
***
Dalam mobil, Wida menerima telepon dari Bram.
"Halo Bram."
"Hai. Maaf mengganggu."
"Ada apa?"
"Bu.. bagaimana?"
"Kenapa balik bertanya?"
"Hehe.. apakah ada yang bisa anda ceritakan ke saya?"
"Terimakasih."
"Untuk?"
"Untuk hadiah dan perhatian mu untuk Mike."
"Ibu lagi di jalan?"
"Iya."
"Sendirian?"
"Iya. Saya habis mengantarkan teman."
"Pria tadi?" Nada bicara Bram berubah.
"Benar. Kenapa? Kamu kenal?"
"Tidak. By the way. Sekarang kita ga formal nih. Skrg pake 'aku, kamu'??"
Mendengar itu, Wida gelagapan. Sejak kapan ia jadi seperti tanpa sekat dengan Bram. Mana sisi profesional dirinya.
"Ah, maaf Ananda Bram. Saya sedikit lelah, jadi berbicara begitu."
"Hei, jangan gitu donk mbak Wida."
"Saya bukan kakakmu."
"Galak amat. Oh iya balik lagi ke topik asal. Pria itu siapa?"
"Sebutkan alasan kenapa saya harus menjawab pertanyaan ini?"
"Karena saya cemburu."
Wida terdiam beberapa saat. Tidak tau akan menjawab apa.
"Wida. Aku boleh cemburu kan? Hehe.."
"Bercanda mu kelewatan. Dan tolong pake embel2 mbak donk. Saya lebih tua."
"Tadi katanya kamu bukan kakakku."
Shitt, kalimatnya menjadi bumerang.
"Ya, tapi bukan berarti kamu memanggilku nama langsung."
"Kalau begitu, sayang."
"Bram. Tidak sopan."
"Aku kangen sama mbak."
"...... Kita bahkan belum kenal lama."
"Cinta tidak memandang seberapa lama kenal."
"Bram, anda ada kepentingan apa menelpon saya?" Wida mengalihkan pembicaraan, dia tidak tau apakah dirinya akan masih bisa bersikap normal bila pembicaraan ini berlangsung lebih lama lagi.
Ya, dirinya wanita biasa. Trauma baru saja terjadi, dirinya muak dengan pembahasan laki2. Namun, Bram Dimata dirinya hanyalah anak remaja yang sedang penasaran dengan cinta. Dia merasa Bram tidak berbahaya seperti Erick, hanya saja dia geli sendiri, Bram yang jauh lebih muda merayu dirinya yang sudah tua.
"Kepentingan saya ya? Hmm.. ingin memastikan calon wanitaku baik2 saja."
"Kalau tidak ada kepentingan lagi saya anggap selesai."
Wida menutup telepon.
Dirinya yakin, Bram sedang penasaran dengan dirinya yang janda ini.
Sementara bram menyadari, ia salah langkah. Harusnya, kata2 seperti tadi keluar dari mulutnya saat berhadapan empat mata bersama Wida, bukan melalui sambungan telepon. Wida bisa saja mengira dirinya hanya omong doank dan hanya menggodanya.
***

Hai hai.. maaf ya telat update. Selamat membaca. Dan silahkan kritik dan sarannya.
Gbu semuanya

Beautiful Widow (Dosenku, Cintaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang