DamJoy Couple | 4

48 3 0
                                    

"Kakak mau kemana?"

Dilsha panik kala Damian sudah bangkit dari duduknya, dan berjalan entah kemana. Tapi, Dilsha bisa melihat betapa cemasnya sang kakak sebelum memutuskan untuk bangkit berdiri.

Damian sudah melangkah cepat, sosok Joya yang nampak sedih dan lesu itu makin jauh darinya.

Tapi Damian tidak punya keinginan untuk berhenti. Ia mengejar Joya hingga ia sudah berjarak beberapa langkah saja dari belakang gadis itu.

Damian berhenti kala Joya sudah tiba tepat di depan rumah. Dilsha yang sejak tadi ikut mengejar Damian menghembuskan napas panjang. Tubuhnya membungkuk karena ia sudah sangat lelah. "Kakak ngikutin siapa, sih? Sampai Dilsha tanya nggak kakak jawab."

Damian menoleh pada adiknya. "Nanti kakak cerita. Ayo pulang!"

Dilsha mengangguk patuh, dan ikut pulang bersama Damian.

*****

"Kak Joya!"

Joya yang tidur dengan posisi menyamping mengusap cepat kedua pipinya. Matanya melirik sedikit ke arah pintu kamarnya yang sengaja ia kunci. Setelah memastikan wajahnya nampak baik, Joya membuka pintu kamar. Sosok Zara yang menyambutnya pertama kali, kala pintu itu ia buka. "Ini, kembalian duit habis beli kuota."

Kepala Joya mengangguk kaku, bersamaan dengan tangannya terangkat dan menerima uang yang Zara berikan.

"Tumben lo kagak korupsi. Biasanya duit kembaliannya lo embat juga," cibir Joya.

Zara tersenyum lebar. "Gue udah mau tobat, kak. Soalnya, di jalan gue ketemu cowok ganteng, kak. Bahkan, dia sempat berdiri di depan rumah loh, kak!"

Dahi Joya berkerut. Dengan cepat ia menuju ke jendela dan mengecek halaman depan rumah. Napas lega keluar dari mulut Joya. Aman.

"Kakak tenang aja, kayaknya tuh cowok ganteng bukan orang jahat. Mungkin aja dia suka sama gue, terus ngikutin sampai ke rumah," seloroh Zara malu-malu.

Joya melengos. "Halu terus!"

Zara berdecih pelan. "Yaudah deh kak, gue balik kamar dulu."
Zara berlalu, dan Joya kembali menutup pintu kamar.

Gadis bertubuh mungil duduk di tepi tempat tidur. Ucapan dua gadis di kedai es krim tadi berputar di dalam pikiran Joya.

Pembicaraan soal penyakit, yang akan selalu diiringi wajah sendu, suara parau, dan suasana yang selalu berhasil membuat sedih. Wajah pucat dan juga obrolan seputar penyakit berat, kanker darah, membuat Joya bingung.

Entah ia harus lebih banyak bersyukur atau malah bersedih hati.

Bersyukur, sebab walaupun kondisi sesungguhnya adalah 'lemah', tetapi hal yang membuat Joya sakit tidak sekronis yang dialami gadis berwajah pucat itu.

Bersedih hati, sebab ia terlalu banyak mengeluh selama ini. Dalam kesendirian selalu mengeluhkan jika ia 'tidak kuat' seperti kebanyakan orang. Namun kenyataannya, Joya masih lebih beruntung.

Rasa pusing itu mendera kepala Joya. Gadis itu terbaring lelah.

*****

"Damian, sini mama mau bicara sama kamu."

Damian yang duduk bersama Dilsha di depan televisi langsung bangkit berdiri dan menemui mama. "Iya, Ma?"

"Sini duduk."

Damian perlahan mendekat, menarik salah satu kursi dan duduk di dekat mama. "Mama mau nanya soal apa?"

Mama tersenyum, memandang Damian lalu pandangannya berpindah pada Dilsha yang duduk dan tertawa pelan sembari menonton televisi. "Mama senang liat Dilsha, yang beberapa waktu ini jadi lebih ceria. Nggak kayak dulu. Sering menyendiri di kamar, nggak mau keluar, jarang ketawa, lebih sering murung. Tapi sekarang, dia sudah mulai bisa menerima keadaan dan dunia luar. Lebih sering tersenyum, dan melakukan apapun tanpa rasa ragu. Keberaniannya ternyata bisa sebesar itu." Mama nampak tak bisa menyembunyikan, betapa takjubnya dia dengan perubahan sikap Dilsha yang makin membaik seiring waktu.

Damjoy CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang