"JOYA, BERHENTI!"
Tak peduli orang-orang memandangnya dengan tatapan aneh kini, Damian hanya ingin Joya berhenti dari aksi mengendarai motor ugal-ugalannya.
"JOYA!"
Joya sama sekali mengabaikan teriakan Damian. Air matanya sudah tumpah sekarang. Rasa sesak di dadanya tidak berkurang sama sekali.
Damian tak ada pilihan lain. Dia harus menghentikan gadis itu secara paksa.
Tangan Damian menarik gas kuat-kuat, matanya menyorot tajam sosok Joya yang kini mengendarai motor dengan ugal-ugalan tanpa kenal rasa takut.
Motor Damian melaju makin cepat, hingga motor pemuda itu berada di bagian sedikit lebih depan dari motor Joya, Damian langsung menyalip jalan motor Joya, yang membuat gadis itu sontak menghentikan kendaraannya.
Tanpa berpikir panjang Damian langsung melepas helmnya. Menaruhnya di depan motor, dan berjalan dengan raut jengkel ke Joya.
"Apa-apaan , Joy?! Apa lo pikir main kebut-kebutan begitu masalah lo bakalan kelar?!", cecar Damian keras, tidak peduli jika Joya terus saja terisak. Ia perlahan melepas helm yang gadis itu gunakan, meletakkannya di depan motor.
Mendengus pelan, Damian langsung mendekap pinggang mungil Joya, mengangkat tubuh gadis itu lalu membawanya di salah satu toko kelontong. Ia mendudukkan Joya di salah satu kursi plastik yang kebetulan tersedia disana.
"Bu, air mineralnya satu," kata Damian lalu menyerahkan uang lima ribu pada penjual di toko kelontong.
Usai air mineral itu telah Damian beli, ia langsung memberikannya pada Joya. "Lo minum dulu," ucap Damian menyerahkan sebotol air mineral pada Joya. Gadis itu tak kunjung menerima. Damian berjongkok dihadapan gadis itu, menatap Joya lekat-lekat. "Maaf karena tadi gue ngebentak lo, Joy. Gue tau kok lo sedih banget sekarang. Tapi, cara lo melampiaskan kesedihan lo tadi itu nggak bisa dibenarkan. Nyawa lo itu berharga, Joy."
Isakan Joya terhenti. Matanya menyorot sosok Damian yang berjongkok dihadapannya. Joya langsung memeluk Damian, menenggelamkan wajahnya di pundak pemuda itu.
"Gue sedih banget, Dam...nyesek liat cowok yang gue suka malah nembak cewek lain, yang lucunya, cewek itu malah suka sama lo."
Tangan Damian bergerak dan mengusap lembut kepala dan punggung Joya secara bergantian. Syukurlah, tangis Joya mulai mereda.
Joya memundurkan tubuhnya, memandang Damian dengan raut tak enak. "Maaf, Dam. Gue langsung main peluk lo aja."
Damian tersenyum maklum. "Nggak masalah. Gue paham kok. Lo lagi sedih sekarang, lo butuh dukungan dan semangat."
"Lo mau dengerin curhatan gue?" Joya berkata tiba-tiba. Damian menatap Joya dalam, lalu setelahnya kepala pemuda itu mengangguk pelan.
"Iya. Gue mau. Tapi gue anterin lo pulang, yah? Sekalian gue mau numpang sholat maghrib di rumah lo, setelah itu gue janji, bakalan dengerin curhatan lo."
*****
"Toilet lo dimana? Gue mau wudhu," kata Damian melangkah canggung dan masuk ke rumah Joya.
"Lo tinggal lurus aja," kata Joya mengangkat tangannya dan menunjuk lurus tempat toilet yang dimaksudnya.
"Oh, oke." Damian melirik Joya. "Lo nggak mau ikutan wudhu juga?"
Gadis itu malah tersenyum tipis. "Kebetulan gue nggak lagi bisa sholat, biasalah."
"Oh, iya, iya. Gue ngerti. Ya udah, gue wudhu dulu. Jangan lupa sediakan sarung, sama sajadah lo." Damian berkata dengan nada memerintah.
"Iya, iya. Sana lo ambil wudhu."
Damian berlalu, menyisakan Joya berdiri seorang diri. Gadis itu melirik ruang kecil yang memang dikhususkan untuk sholat, bagi orang-orang yang mau menjalankan ibadahnya disana.
Joya melangkah masuk ke dalam. Ia meraih sajadah dan juga sarung. Joya segera membentangkan sajadah di atas lantai dan meletakkan sarung diatasnya. Jadi dengan begitu, Damian tinggal menggunakannya saja.
Joya menunggu Damian yang saat ini masih berada di toilet. Senyum Joya mengembang perlahan. Saat dimana Damian yang selalu menjadi rekan bertengkarnya malah menjadi begitu dekat dengannya akhir-akhir ini.
Bagaimana Damian memperlakukannya dengan sangat baik, benar-benar membuat Joya tersentuh. Ia melihat sisi lain Damian yang begitu baik, ia benar-benar melupakan sisi menyebalkan Damian yang hampir menyebabkan Joya terkena darah tinggi.
Walaupun beberapa kali sisi menyebalkan Damian muncul.
Kepala Joya langsung menoleh cepat, kala mendapati Damian baru saja kembali dari toilet, dan kini pemuda itu sibuk menyugar rambutnya ke arah belakang.
Pemandangan yang membuat Joya terpaku dan ingin memandangi Damian....lebih lama.
"Woy!"
Joya sedikit termundur kala Damian mengibaskan jari-jarinya yang masih terdapat buliran airnya.
Joya meringis. "Gue udah siapin sajadah sama sarung."
Damian mengangkat dua jempolnya. "Makasih, Joy! Udah cocok, nih."
Dahi Joya berkerut bingung. "Cocok apaan? Jadi ART?"
Damian menggeleng cepat. "Bukan."
"Terus cocok apa?", tanya Joya semakin bingung.
"Cocok jadi...makmum gue!"
Sebelum Joya menyadari ucapannya, Damian segera masuk dan menggunakan sarung yang telah disediakan. Setelah sarung itu melekat sempurna, barulah Joya menyadari ucapan Damian.
"Heu! Dasar modus! Cowok kerdus!"Damian tertawa pelan. Lalu setelahnya ia fokus, lalu mengangkat kedua tangannya setelah melafalkan niat.
*****
Joya memilih duduk di teras depan rumah setelah membiarkan dua gelas coklat panas untuknya dan Damian. Tangan Joya kini membingkai kedua pipinya sendiri. Ucapan Damian beberapa menit yang lalu masih mengiang dipikirannya. Joya merasakan ada sensasi panas di kedua pipinya.
"Wih, ada coklat panas, nih!", celetuk Damian lalu duduk disebelah Joya. Ia meraih satu gelas coklat panas dan meminumnya sedikit. "Makasih Joy, gue udah numpang sholat maghrib di sini. Sekalian juga sih, gue mau denger curhatan lo."
Joya menggulum senyum. "Yakin lo mau dengerin curhatan gue?"
"Yakinlah. Buruan lo curhat," desak Damian. Ia sebenarnya penasaran bagaiman awal mula Joya dan Fardan saling mengenal.
Joya menghembuskan napas panjang, dan dia kini sudah menyiapkan hati untuk menceritakannya pada Damian. "Jadi gini, kak Fardan itu..cowok yang lumayan lama gue naksir. Sejak...akhir kelas X kalau nggak salah. Kebetulan juga, kak Fardan itu kakak sepupu Meyva."
"Serius? Si Fardan itu sepupuan sama Meyva?", tanya Damian dengan wajah tidak percaya.
"Iya. Meyva yang bantuin dan jadi perantara supaya gue sama Kak Fardan bisa dekat." Nampak Joya menghela napas dengan kepala menunduk dalam. "Gue baru sadar, selama ini gue bodoh banget. Sebegitu gampangnya gue naksir sama Kak Fardan, padahal mah gue baru liat dia sekali dua kali doang. Gue malah berusaha nebak-nebak perasaan dia. Nggak realistis kalau dia suka gue sejak pertama kali kami ketemu. Emangnya ini cerita kayak di buku kisah cinta yang akhirnya indah?"
Sekarang Damian baru paham. Itulah sebabnya saat di restoran ayam bakar tadi, Joya bertanya soal apakah Damian pernah menyukai seseorang atau tidak, dalam artian Damian bingung karena harus menebak isi hati orang yang dia suka.
Sepertinya, obrolan tentang Joya dan Fardan perlu ia simak hingga selesai.
*****
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita DamJoy Couple
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
KAMU SEDANG MEMBACA
Damjoy Couple
Roman pour AdolescentsIni soal Joya Beverlya, gadis bertubuh mungil dengan senyum secerah matahari pagi. Gadis itu kuat dengan caranya, tangguh dengan gayanya, walau kenyataannya tidak seperti itu. Damian Sultan Alam, pemuda yang dijuluki 'Boy Stylist'-nya IPA-1 karena s...