bagian; 5

187 13 5
                                    

-2018-

Masa SMA Dita memang nggak berakhir mulus dan bahagia. Banyak masalah yang ditanggungnya dua minggu sebelum kelulusan. Belum lagi, tiga bulan setelahnya Dita benar-benar harus menghadapi perceraian orang tuanya.

Tapi, selama menjalani masa kuliah, Dita berusaha menata kehidupannya lagi.

Oh, mungkin Dita belum bilang sebelumnya kalau dia sekolah di Sumatera, lantas melanjutkan kuliah di Jawa.

Iya. Dia memang berniat kabur dari segala tetek-bengek yang ada.

Untungnya, di umur Dita yang ke dua puluh dua tahun, dia benar-benar melanjutkan hidup dengan baik. Menerima keadaan adalah salah satu hal yang pertama kali Dita lakukan. Dia lebih menerima takdir bahwa masa tenggangnya dulu sempat dipenuhi dengan keributan rumah tangga. Dia juga menerima kalau dulu dia pernah jadi perempuan haus kasih sayang dan nyaris kalap mencari-cari cinta.

Pada akhirnya, satu hal yang membuat kita jadi lebih lega dan bahagia adalah menerima diri sendiri. Menerima dari latar macam apa kita dilahirkan, menerima masa lalu apa yang kita lalui, menerima masa depan apa yang dicetak Tuhan untuk kita.

Semua memang butuh proses. Dan senangnya, Dita berhasil melalui proses itu.

Dita di umur dua puluh tujuh jadi wanita yang berkarir di rumah. Sebagai penulis.

Setelah dipikir-pikir lagi, Dita kayanya nggak cocok jadi musisi. Apalagi sampai mengadakan konser besar. Dia masih suka demam panggung kalau harus tampil di depan orang banyak. Biar alunan pianonya jadi penemannya di rumah aja.

Oh, iya. Hubungannya dengan ketiga pemuda itu juga sempat goyah. Sempat beberapa tahun nggak dengar kabar -atau sekedar cuitan tentang mereka setelah kuliah. Dita kira itu wajar. Setiap masa lalu pasti dilupakan perlahan-lahan.

Tapi, beberapa minggu terakhir, satu pesan masuk ke ponselnya. Dan yang lebih buat kagetnya lagi, si pengirim pesan jelas-jelas menyebutkan namanya Raka.

Dita jelas kaget dan nyaris nggak percaya kalau aja pemuda itu nggak bilang, 'Gue Raka. Mantan lo yang paling cakep itu. Nggak ada yang lebih cakep dari gue, kan?'

Perempuan itu masih ingat jelas dia teriak-teriak di kamarnya sendiri -nyaris terjungkal kalau nggak ada lemari yang menumpu tubuh.

Lantas, setelahnya Dita masuk ke dalam group chat. Ada mereka semua disana.

Sama persis kaya awal mereka ketemu, mereka godain perempuan itu. Kali ini profil WhatsApp Dita. Padahal, menurutnya nggak ada yang istimewa dari sana. Sekedar pelengkap profil aja.

Ya, kendati dia nggak menampik kalau foto itu cantik dari persepsinya. Makanya Dita jadikan foto profil, kan?

Bisma
Duh.
Dita, lo cantik banget.

Raka
Heh, bujang!
Inget istri, astaghfirullah.

Bisma
Muji itu nggak salah, bor.
Yang salah itu kalo gue bilang gini, 'Dit, jadi bini kedua gue mau nggak?'

Tirta
Ngajak kawin udah kaya ngajak pacaran waktu SMA, ya?

Bisma
Yoi.
Jadi ingat masa lalu.

Dita
Loh?
Bisma, lo udah nikah?
Kok gue nggak tau?

Bisma
Udah, dong.
Cantik lagi.
Mau cepaka-cepiki ala-ala unch nggak?

storge✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang