epilog

246 14 4
                                    

-2019-

"Tante Dita!"

Dita tersenyum begitu sapaan tersebut menguar. "Gemes banget!" pekiknya. "Entar malam aku kesana, ya, Ra!"

Wanita di seberang sana mengangguk. Bayi di gendongannya kembali mencuri perhatian Dita.

Omong-omong, yang lagi diajak video call sama Dita itu istrinya Bisma. Beliau baru aja lahiran anak keduanya.

Dita diam-diam membatin, Ah, cepat banget ya waktu berjalan.

"Mas, liat! Si adek gemes banget!"

Dita memamerkan 'si adek' yang dimaksud ke Tirta yang kini berbaring di sebelahnya. Tirta mengintip ke layar ponsel Dita, lantas sepersekon kemudian tersenyum.

Pria itu nggak tahan untuk nggak mencium gemas pucuk kepala sang istri begitu wanita itu memekik gemas sekali lagi.

"Heh, kecup-kecup sembarangan! Anak gue mata polosnya dinodai!" Suara Bisma langsung terdengar setelahnya, membuat Tirta maupun Dita terkekeh pelan. "Jadi, tante sama om nggak ada akhlak kalian."

"Anak bayi baru lahir mah belum bisa liat apa-apa, Bis," balas Dita.

Tirta ketawa. "Waktu belajar pertumbuhan dan perkembangan manusia kabur terus, sih. Bego kan jadinya."

Ah, iya. Dita dan Tirta udah menikah. Dari tahun lalu malah.

Dita tau beberapa pasti heran dan bingung. And Dita won't let that happen.

Semuanya berawal dari reuni mereka tahun lalu. Dita waktu itu lagi duduk sendirian di halaman belakang rumah Tirta sembari melihat dua pemuda yang entah kapan berubah jadi bapakable itu.

Kayanya, masih belum lama ini Dita lihat dua orang itu berebut antrian buat beli bakso dua ribu di kantin. Tapi, lihat aja sekarang. Mereka udah dewasa. Bisma yang lagi usaha mati-matian menuruti sang anak untuk nerbangin layang-layang di suasana nggak berangin gini dan Raka yang sekarang lagi ditunggangi anak pertamanya sedangkan si anak kedua yang sibuk kasih makan -maksa, lebih tepatnya, pakai rumput.

Dita beberapa kali ketawa begitu Raka menggigit rumput, lantas memuntahkan rumput itu lagi. Jangankan Dita, istrinya aja (baca: Arsya) ketawa terbahak-bahak lihat suaminya jadi korban anak sendiri.

Kasian.

"Coba aja kalo anaknya tau ayahnya jadi kandidat cowok terganteng di sekolah dulu."

Suara Tirta yang tiba-tiba itu mengagetkan Dita. Perempuan itu lantas cepat-cepat bangkit dan membantu pemuda itu untuk duduk di sampingnya.

Nggak bisa ditampik, walaupun Dita tau khawatir yang berlebihan bisa buat orang yang punya disabilitas kecil hati, perempuan itu tetap khawatir ke Tirta. Dia juga tau kalau Tirta pasti udah sering melakukan hal-hal kecil kaya gini sendirian. Tapi, tetap aja. Untuk Dita yang belum terbiasa, rasa takut dan khawatir pasti ada.

"Lucu, ya?" tanya Dita.

"Apanya?"

"Mereka." Perempuan itu menunjuk Raka dan Bisma yang masih sama-sama berjuang menuruti kemauan anak masing-masing. "Lucu aja ngeliat gimana kerennya mereka pas SMA dulu. Tapi, sekarang malah dinistain anak sendiri."

"Udah tanggung jawab. Kalo jadi orang tua mah emang harus gitu, Dit."

Dita terkekeh. Tirta apalagi.

"Lo kapan balik?"

"Wes, baru nyampe kemarin, udah ditanya kapan balik aja. Nggak betah ya lo gue tinggal disini."

storge✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang