bagian; 2

131 14 5
                                    

-2006-

"Kalo dipandangin terus mah nggak jadi pacar, Dit."

Dita terkesiap begitu presensi Tirta tiba-tiba duduk di sampingnya. Halaman belakang asrama hari ini luar biasa ramai, nggak tau kenapa. Tapi, dari keramaian itu fokus Dita cuma ditujukan untuk Raka di seberang sana.

Gila. Kenapa dia harus dilahirkan dengan wajah bak dewa gitu, sih?

"Gimana mau jadiin dia pacar," Dita merengut, lantas melanjutkan, "Ngelirik gue aja nggak."

"Dia juga suka, kok," balas Tirta. "Serius."

"Sok tau."

"Serius." Tirta menolehkan kepalanya kepada Dita, mengisyaratkan perempuan itu untuk melakukan hal serupa. "Only boys who know boys well."

"Terus? Kalo dia suka gue juga, gue harusnya gimana?" Dita masih aja mengeluh. Cewek itu bahkan menghela napas seakan beratnya masalah yang lagi dia hadapi lebih berat dari mencari tau apa yang ada di dalam segitiga bermuda.

Tapi, bukannya masalah hati emang nggak gampang, ya?

"Ya, bilang sama orangnya."

"Gue cewek."

"Yang bilang cowok siapa?"

"Nggak kodratnya cewek nembak duluan."

"Emansipasi, boy."

Dita menatap kedua mata Tirta, berusaha menemukan harapan dari pancarannya. "Lo yakin?"

Tirta tersenyum tipis, lantas mengangguk. Pemuda itu nggak berhenti sampai mengangguk, karena setelahnya dia memaksa Dita berdiri dan meminta gadis itu menemui Raka.

Dita sempat menatap Tirta sekali lagi sebelum akhirnya memutuskan mendekati pria berkulit tan itu, meminta waktunya, lantas mengajak Raka ke suatu tempat yang nggak banyak orang ramai.

Tirta senyum, manis sekali. Dia yakin perasaan Dita dibalas oleh Raka, tapi dia nggak yakin kalau dia bisa tahan dengan dua sejoli itu setelah ini.

[]

Bukan hal mudah buat orang-orang yang nggak berpengalaman dalam dunia magis percintaan untuk berada dalam posisi sekarang. Terlebih lagi, kali ini Dita yang berusaha menyatakan perasaan.

Duh. Mati gue, mati.

"Mau bicara apa, Dit?" Raka nanya dengan gaya blangsak minta dibaku hantamnya, kaya biasa. "Dit?"

Dita nggak fokus dengan suara Raka. Yang sekarang berkumpul di kepalanya cuma cara-cara supaya Raka tau kalau dia suka.

Ya... sebatas tau juga nggak apa-apa buat Dita. Itu udah cukup. Seenggaknya, Dita punya jawaban dia harus ngapain setelah ini.

"Hei?"

Tangan Raka kini menyentuh dagu Dita, membuat gadis itu menoleh. "A-apa?" tanyanya.

"Lo mau ngomong apa?"

"Lo serius nggak masalah sama apa yang bakal gue bilang?"

storge✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang