Bagian 11. Kau mengatakannya

304 51 16
                                    

2013

"Gila, Hanbin belom juga menembakmu?" kata Yuri yang terlihat kesal, sedangkan Jennie masih duduk lesu bersandar di ranjangnya.

"Bagaimana kalau kau katakan saja dulu" saran Yuri yang langsung di tolak oleh Jennie. Rasa gengsi yang besar membuat Jennie sama sekali tidak menyutujui saran dari Yuri yang gila.

Yuri masih mondar-mandir untuk mencari cara. "Hmmm, baiklah" kata Jennie dalam telponnya.

Yuri mengangkat alisnya bertanya siapa yang aru saja menelpon Jennie. "Hanbin"

Terlihat antusias, kini Yuri ikut duduk di tepi ranjang Jennie, "Apa yang dia katakan?"

Dengan malas, Jennie manatap mata Yuri dan menurunkan kaki ari ranjanganya. Mengikat rambutnya asal dan beranjak dari kasurnya. "Dia ingin bertemu". Dan benar saja, kini YUri kegirangan.

Jennie mulai menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Yuri mulai berhipotesis bahwa Hanbin akan menambaknya hari ini. Jennie tidak ingin berpikiran terlalu tinggi, bulan lalu Yuripun mengatakan hal yang sama dan Hanbin tidak mengatakan hal semacam itu. Jadi, untuk pertemuan malam ini Jennie tidak akan berekspektasi terlalu besar pada Hanbin.

Kegiatan makan malam di restoran mahal membuat Jennie sedikit berdandan. Dengan dress biru muda Jennie turun dari mobil Yuri. Ya, seperti inilah sahabatnya yang selalu menginginkan dirinya berpacaran dengan Hanbin hingga membuatnya mau mengantar Jennie meski jarak antara apartemen Jennie dan lokasi pertemuan dengan Hanbin jauh.

"Kabari aku jika kau sudah berpacaran dengannya" goda Yuri tepat ketika Jennie akan membuka pintu mobilnya.

"Hmmm"

Jennie mulai merekam kesegala sudut untuk mencari keberadaan Hanbin. Senyumnya merekah ketika Jennie bisa melihat seorang pria dengan pakaian yang sangat rapi. "Tumben rapi, baru selesai meeting?" tanya Jennie sambil menaruh tas tangannya di atas meja dan mendaratkan bokongnya di kursi.

Hanbin menggeleng. Tak ada pembicaraan, Hanbin terus saja diam dan terlihat sangat gelisah dan kakinya sejak tadi tak berhenti bergerak. Jennie memiringkan kepalanya, menatap lekat mata legam Hanbin. Mencoba mencari jawabannya sendiri, tapi percuma karena Jennie tak mendapatkannya sedikitpun.

Meski tak terlalu memikirkan tetap saja ia berharap besar pada malam ini. Tapi semuanya nihil, sampai kini Jennie sudah sampai di depan apartemennya Hanbin tak mengatakan apapun. Bahkan Hanbin tak menahannya ketika dirinya akan turun dari mobil mewah Hanbin.

Jennie tak akan berharap besar kepada Hanbin.

Setelah berpamitan Jennie langsung masuk ke dalam apartemennya. Menaiki perlantai denga lift hingga berhenti di lantai 5. Jennie langsung memasukkan kode apartemennya melempar tas tangannya dengan kasar di sofa. Meminum dengan rakus air mineral dingin dari kulkas. Kemudian ingin langsung melanjutkan membersihkan dirinya hingga satu bunyi menggagalkannya.

"Hanbin?" Ujar Jennie ketika membuka pintu apartemennya.

"Apa aku meninggalkan sesuatu?" Tanya Jennie kembali.

Hanbin masih diam, hingga Jennie menyuruhnya untuk masuk ke dalam apartemennya. Ini pertama kalinya Hanbin memasuki apartemennya Jennie. Sebelumnya Hanbin akan menunggu di parkiran.

Jennie memberikan botol minum yang ia ambil dari kulkas. Hanbin yang menerimanya langsung meminum dengan sedikit rakus. "Ada apa?" Lagi Jennie bertanya pada Hanbin yang tak kunjung berbicara.

Kini Jennie bahkan bisa melihat Hanbin tengah membasahi bibir bawahnya. "Hei," panggil Jennie untuk menyadarkan Hanbin.

Karena tak kunjung berbicara Jennie berniat untuk kembali ke dapur mencari makanan.

"Aku mencintaimu Jen. Mau berpacaran denganku?" Kata Hanbin yang masih berdiri dengan memegang botol air pemberian Jennie.

Jennie langsung berbalik dan tersenyum. Sedangkan Hanbin masih menatap ke arah Jennie untuk meminta jawaban. "Haruskah kau mengatakannya di sini?"

Hanbin menutup matanya sedikit menyesal, "Aku sudah bersiap mengatakan di restoran tadi tapi aku tak cukup beran,....."

Jennie mencium bibir Hanbin sambil berjinjit untuk menyetarakan tingginya. Sambil memegang wajah Hanbin erat Jennie mencoba memperdalah ciumannya.

Hanbin yang sebelumnya hanya menerima perlakuan dari Jennie kini mulai mengikutinya dengan menekan tengkuk milik Jennie.

Hanbin menaikkan tubuh Jennie, hingga kini Jennie sudah melingkarkan kakinya di pinggang Hanbin. Lumatan mereka belum berhenti, kini bahkan Hanbin sudah mendaratkan bokong Jennie di atas meja pantry yang sepertinya agar lebih mudah untuk melakukannya.

Napas keduanya terengah ketika lumatannya berhasil terlepas. Hanbin mendaratkan dahinya dengan milik Jennie. Membersihkan bibir Jennie dengan jempol kanannya.

"Jadi kau menerimaku Jen?" tanya Hanbin untuk memastikan pertanyaan sebelumnya.

Jennie tersenyum, tangannya menyetuh kedua pipi Hanbin. "Bukankah kau sudah tau jawabannya?" lirihnya

Hanbin terkekeh dan mengecup lagi bibir Jennie sebentar.

----

2020

Yuri berjalan meneliti setiap sudut di kamar Jennie yang kini sedikit berubah. Entah sejak kapan Jennie lebih menyukai warna gelap. Bahkan Yuri tak bisa menemukan warna pink sedikitpun di kamar Jennie, hanya hitam, navy dan abu-abu gelap. Yuri terdiam menatap seluruh foto di atas nakas ranjang Jennie, tersneyum getir ketika mrndapati foto dengan frame yang disusun rapi hanya menampilkan wajah Jennie dan Hanbin.

Yuri mengambil satu dan mengangkatnya, melihat dengan lekat bagaimana bisa Jennie akan melupakan Hanbin jika semua barang-barang yang menyangkut pria bernama Kim Hanbin itu tisak pernah disingkirkan.

Yuri mengambil satu dan mengangkatnya, melihat dengan lekat bagaimana bisa Jennie akan melupakan Hanbin jika semua barang-barang yang menyangkut pria bernama Kim Hanbin itu tisak pernah disingkirkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cr : storybydamnkriss (ig)

Yuri menaruh kembali frame foto di tempat semula ketika melihat Jennie sudah keluar dari kamar mandi dengan mengganti pakaiannya yang Yuri tahu milik Hanbin.

"Ada apa?" tanya Jennie yang sadar mata Yuri tak terlepas darinya.

"Tidak mau menyimpan foto ini di lemari?" tanya Yuri hati-hati sambil menunjuk rentetan foto yang tadi ia lihat.

Jennie tersenyum dan menggeleng, "Tidak akan"

Yuri kemudian duduk di sisi ranjang Jennie sambil melihat Jennie yang sedang menyisir rambutnya "Hanbin" lirihnya pada akhirnya.

"Kenapa?"

Mencoba berhati-hati dalam bicaranya, Yuri menarik napas panjang "Jika dia masih ada dia tak akan pernah membolehkanmu bersedihkan?"

Jennie memalingkan wajahnya dan mulai menatap mata Yuri, "Jika Hanbin masih ada, aku tak akan pernah merasa sedih" ucapnya.

Yuri menggit bibir bawahnya, menggelengkan dan menundukkan kepalanya. Memejamkan matanya untuk berpikir, jawaban Jennie masih terdengar tegas apabila menyangkut Hanbin. Yuri sudah mencari waktu yang tepat untuk mendapatkan respon Jennie agar lebih tenang tapi tak pernah ia dapatkan. Kini, apakah Yuri harus menyerah? atau Yuri memaksa Jennie untuk menemui teman Jinhwan kembali?

"Jangan mencoba untuk mengenalkanku pada teman Jinhwan" seperti bisa membaca pikiran Yuri dan menegaskan agar kejadian terdahulu tak perlu terulang.

----

Jangan berekspektasi terlalu tinggi sama aku gaes😆

Alone (Jenbin)- endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang