11. Drama Chiko (2)

1.6K 201 100
                                    

Kelas tambahan yang diadakan hingga sore menahan Lola di sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelas tambahan yang diadakan hingga sore menahan Lola di sekolah. Pak Rusdi mengakhiri penjelasannya tentang Enzim sejak lima menit lalu. Kelas tambahan pun dibubarkan seketika. Hari sudah teramat sore dan badan Lola seketika serasa sakit karena aktivitas yang tiada henti.

Menjelang ujian kenaikan kelas, otaknya harus diperas lebih keras lagi karena kelas tambahan. Tentu saja untuk OSN-S. Setiap kali melaporkan progresnya kepada Nani, Lola merasa puas. Ibunya selalu tersenyum bangga dan bahkan menyempatkan diri membuat camilan untuk menemani sang putri saat belajar. Suasana hati ibunya sedang membaik akhir-akhir itu karena tupperware yang laku keras.

Saat berjalan melintasi lapangan besar, ia melihat sekumpulan cowok kelas 12 tengah bermain futsal. Ia tidak sempat memperhatikan langkahnya hingga menabrak punggung seseorang.

“Kalau jalan pakai mata!” hardik Chiko.

“Maaf, maaf, gue nggak sengaja.”

“Lola,” panggilnya. Menghadirkan keterkejutan dari gadis itu. “Lo ngapain masih di sekolah jam segini?”

“Gue ada kelas tambahan,” jawab Lola, “ya, udah, gue permisi dulu.”

“Mau ngobrol sebentar?” tawar Chiko sebelum Lola bena-benar menjauh. “Di tempat terbuka.”

Telunjuk Chiko memandu tatapan Lola ke arah tribun lapangan basket. Tempat itu lumayan ramai dengan beberapa anggota tim basket yang sedang latihan. Meski agak sangsi, Lola berjalan duluan. Tadinya Lola berpikir lebih baik menolak, tetapi barangkali mereka bisa berbicara dengan tenang. Kalau Chiko berani kurang ajar lagi, Lola akan berteriak kencang.

Langit jingga terlihat menyatu dengan bangunan lantai dua SMA Bakti Nusa. Tawa riang saling bersahutan dari bibir-bibir para anggota ekskul yang sedang sibuk di luar ruangan. Chiko dan Lola terus menatap sudut sekolah dengan bebas.

“Lo mau ngomong apa?” tanya Lola berusaha setenang mungkin.

“Sebenarnya nggak jauh-jauh dari kata maaf.” Chiko menunduk memperhatikan jari-jarinya yang saling bertautan. “Gue mau ke Berlin.”

“Pindah?”

Anggukan singkat Chiko membuat Lola sedikit terkejut. Bukankah harusnya Lola senang? Sebab tak ada lagi yang akan mengganggu, memperlakukannya dengan kasar dan terus mengucapkan maaf. Namun, menyadari ada sisi lain di balik sikap itu, Lola sedikit merasa bersalah. Mungkin saja ia melukai Chiko dengan penolakan. Mau bagaimana lagi, kata orang hati tak bisa dipaksakan.

“Kalau lo berubah pikiran dan mau terima gue, mungkin gue nggak akan pergi.”

“Chiko,” panggil Lola terdengar begitu lembut. Dia mengubah posisi agar bisa meneliti Chiko lebih jelas. “Terima kasih atas perasaan lo, tapi gue nggak bisa.”

 Putar Balik√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang