Seorang gadis yang setiap harinya berkunjung ke bukit untuk menunggu senja tiba. Ntah apa yang dia lakukan, yang pasti gadis tersebut melihat senja dengan membawa luka di tangan, kaki, atau wajahnya di setiap harinya. Menurutnya melihat matahari ter...
Sedangkan disisi lain, tepatnya di cafe. Riani dan Nina menggigit jari mereka masing-masing. Dan kedua kaki mereka tak pernah diam. Mereka benar-benar khawatir tentang Mahinka. Karena kejadian ini sama persis seperti 6 tahun yang lalu. Ntah apa masalah utamanya. Setelah kejadian itu Mahinka tak masuk sekolah lebih dari seminggu.
Dulu mereka masih kecil, mereka tidak tau apa-apa. Yang mereka tau Mahinka sakit. Itu saja tidak lebih. Tapi setelah kejadian 6 tahun lalu, 2 tahun berikutnya Mahinka menceritaka semuanya. Kelakuan ibu sambungnya dan adiknya dan ayahnya yang berubah total.
Dan kejadian ini seperti Dejavu. Saat Mahinka seperti ini, Riani dan Nina akan membawa Mahinka ke rumah Riani atau Nina. Tapi kali ini mereka benar-benar terlambat.
"Bagaimana ini?" Nina benar-benar khawatir. Sesekali Nina menyingkirkan air yang berada di sudut matanya
Riani mendengar ucapan Nina pun mengacak-acak rambut nya. "Sekarang sudah jam 4. Dan Mahinka masih belum menelpon kita! Gw takut kejadian 6 tahun la..!"
"Lu jangan bikin gw tambah panik dong ni. Aduh kalau gw telpon gimana?" Tanya Nina benar-benar frustasi
Riani mendongkak menatap Nina tak percaya, "seriously? You kissing me? Lu tau kan sedari dulu kita tuh musuh bebuyutan sama Mak lampir dan anaknya.!"
"Gw bener-bener udah buntu ni, gw..!"
"Kalian punya nomor mahin?"
Nina dan Riani menoleh saat mendengar pertanyaan seseorang yang memotong ucapan Nina.
"Kak varo?" Nina dan Riani sangat terkejut melihat Alvaro di depan mata mereka apalagi Alvaro seperti berlarian bermil-mil karena keringat membasahi rambut dan badannya.
Nina dan Riani mengedarkan pandangannya dan melihat pelanggan dan pegawai disini menatap Alvaro terpesona.
"Kalian punya gak?" Tanya Alvaro lagi
Riani dan Nina tersadar, berdiri dengan cepat. "Duduk dulu kak!" Nina mempersilahkan Alvaro untuk duduk di bangku sebelahnya
"Gak butuh, gw butuh nomor Mahinka!" Tolak Alvaro yang masih berusaha meminta nomor Mahinka
Disaat Riani ingin berkata tiba-tiba Denis dan Alvi berteriak membuat semuamata teralihkan
"Lu gila ya, lari sejauh 10 km gak berhenti-berhenti. Vampir lu ya? Percuma lu bawa mobil nyet!" Alvi benar-benar emosi melihat Alvaro yang kuat berlari dari sekolah sampai cafe ini.
Riani dan Nina terkejut mendengar ucapan Alvi. Bukan mereka saja pelanggan dan pegawai yang mendengar perkataan Alvi sama terkejutnya.
"Kak lu...!"
"Lu punya nomornya? Gw males nanya lagi!" Alvaro benar-benar mengacuhkan perkataan dan pekikan semua orang. Tujuannya adalah mendapatkan nomor handphone Mahinka, itu saja.
Riani dan Nina menatap satu sama lain dan menatap Alvaro. "Duduk dulu kak, gw mau ngejelasin juga!"
Ucapan Riani membuat Alvaro, Denis dan Alvi mengerutkan dahinya ya meskipun ujung-ujungnya mereka mengikuti ucapan Riani
"Mahinka gak punya handphone!" Nina langsung berkata seperti itu tanpa menunggu Alvaro, Denis dan Alvi duduk dengan nyaman.
Alvaro mendongkak menatap Nina, lalu tersenyum remeh. "Gw gak bego. Dia orang yang mampu. Kenapa harus gak punya handphone?" Pertanyaan Alvaro sama dengan pertanyaan Denis dan Alvi di dalam benaknya
Riani menghembuskan napasnya berat, "gw dari dulu mikirnya emang gitu. Tapi Mahinka bener-bener gak punya handphone kak. Kita aja gak punya nomor dia!" Riani menatap Alvaro lalu menatap Nina
Alvaro, Alvi dan Denis mengerutkan keningnya, "terus selama ini kalian komunikasi gimana?" Tanya Alvi yang sedari tadi diam mendengarkan mereka
"Mahinka bakalan nelpon kita, setelah nelpon kita. Kita iseng telpon balik nomor yang dia pakai. Malah gak aktif!" Benar. Apa yang dikatakan Nina.
Alvi dan Denis benar-benar bingung dengan perkataan Nina. Mereka masih tidak percaya, bagaimana bisa orang yang mampu dalam ekonomi tidak memiliki handphone? Handphone untuk menelpon saja tidak punya? Apakah masih ada remaja yang hidup tanpa handphone? Mereka masih tak percaya.
Denis dan Alvi yang masih kebingungan, Alvaro tiba-tiba berdiri membuat mereka ikut berdiri menatap Alvaro.
"Mau ke mana lu Al?" Tanya Denis
"Jam 5!" Alvaro berkata dengan menatap jam yang ada ditangannya
"Terus kenapa kalau udah jam 5? Biasanya kan kita pulang malem juga!" Denis tambah bingung. Alvaro benar-benar berkata sesuka hatinya. Kadang jelas kadang tidak jelas. Meskipun banyak yang tidak jelasnya
Riani dan Nina menatap Alvaro terkejut, "kakak mau ke bukit?" Pertanyaan Nina membuat Alvaro, Denis dan Alvi menatap Nina
Denis tertawa dengan memukul pahanya, "ya gak mung...!"
"Iya!"
Ucapan Alvaro membuat Denis terdiam dan menatap Alvaro tak percaya, sejak kapan Alvaro ke bukit? Benar-benar sulit di percaya oleh Denis
"dia gak akan ke sana kak!" Riani menatap Alvaro lekat lalu memalingkan kepalanya ke arah jendela
Alvaro membalikkan badannya dan mendekati Riani, "apa maksud lu? Dia selalu ke sana. Dua minggu ini gw liat dia selalu ke bukit!" jelas Alvaro
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.