Fajar yang menandakan pagi adalah penanda lembaran baru tiap harinya, pemberi semangat dan keberanian untuk mendekati senja hingga malam.
Sayangnya, hal itu tidak berlaku kepada Xin. Semakin matahari menyinari wajahnya, semakin dia takut untuk membuka mata. Banyak hal menghantui yang membuat dia takut menjalani hari.
'Argh... Aku nggak mau sekolah. Aku takut datang kesekolah. Aku benci. Aku takut.' batinnya. Setelah kejadian berkelahi beberapa hari yang lalu, Xin selalu dihantui banyak masalah karena over thinking yang dia pegang.
Sejujurnya dia memilih untuk tak menyadari perasaan nya ini daripada harus tersiksa sendirian. Dia bahkan harus menjauh dari Xue untuk menyembuhkan perasaan nya ini. Tak ada seorangpun yang tau dan nggak akan pernah ada.
Beberapa hari dia mulai menjauhi Xue, tanpa alasan yang jelas. Untung saja Xue masih marah padanya, jadi rasa bersalah itu tak ditanggung nya sendiri.
-
Matahari semakin cerah menunjukkan Xin yang harus bergegas kesekolah. Walau dia tak ingin, tapi kewajibannya harus dijalankan. Dia harus melupakan yang tidak pasti karena harus memperjuangkan yang berarti. Walau kenyataannya tidak akan semudah menciptakan mimpi.
Xin telah bersiap menuju sekolah, sama seperti hari kemarin dia tak melukis senyum diwajahnya. Hanya perasaan khawatir menyelimuti hatinya 'Tuhan jika aku berdosa, balas dengan cara lain. Jangan begini. Semoga hari ini tetap seperti biasa' batinnya sambil menatap cermin dihadapannya.
"Aku harus optimis ngejauhin Xue, sesakit apapun pasti bisa" ucap Xin sambil tersenyum kecut.
Tidak ada yang tau masa depan. Hanya masa lalu selalu bisa dikenang atau menjadi memori yang memberi luka. Xin tak ingin menciptakan keduanya, sebab itu dia memilih melupakan semuanya.
-KELAS
Hari ini terlihat seperti hari biasa, sejujurnya tidak ada yang spesial dihari-hari kemarin. Hanya kehadiran Xue yang membuat hari Xin semakin berwarna dan sebaliknya.
Hampir seminggu. Xueer belum juga menegur Xin yang terlihat lebih bodo amat kepadanya. Bahkan Kiki yang berada diantara mereka ikut stress karena masalah yang tidak seharusnya dia pikirkan.
Biasanya Xue yang akan menghampiri Xin deluan atau Xin yang akan menyapa Xue deluan, tapi beberapa hari ini tidak. Kiki yang sejak awal adalah sahabat Xue harus tetap setia disamping Xue walau dia seharusnya memihak keduanya, tapi Xin lebih memilih untuk bersama Esther teman curhat yang lebih mengerti posisinya saat ini.
Tidak ada percakapan atau pesan yang mereka titipkan kepada Kiki atau Esther. Hanya perang dingin yang terlihat jelas, sampai membuat seisi kelas terasa canggung ketika mereka berdua ada didalam.
Seperti biasanya Kiki dan Xue duduk didepan. Sedangkan Xin duduk sendiri dibelakang. Namun, kali ini Xin tidak membaca buku sendiri, dia ditemani Esther yang setia mendengarkan setiap review dari buku yang Xin baca.
"Jadi pemeran utamanya milih nyerah gitu? Nggak perjuangin perasaannya?" Tanya Esther penasaran
"Dia udah perjuangin. Tapi keknya takdir Tuhan memilih lain" jawab Xin sambil tersenyum tipis
"Berarti sad ending dong" ucap Esther dengan raut muka sedih
"Nggak papa. Toh mereka masih idup berdua" ucap Xin menjelaskan
"Hidup berdua apanya?! Si pemeran lawan mainnya udah sama orang lain" jawab Esther membantah
"Maksudnya. Mereka udah ngejalanin idup sama-sama. Hidup bahagia walau ditempat berbeda. Nggak harus dengan orang yang dia cinta" ucap Xin membenarkan

KAMU SEDANG MEMBACA
~ About You, Baobei ~
DiversosNO SPOILER "Xue katakan padaku mengapa seseorang begitu sulit untuk mengungkapkan isi hatinya?" Tanya Xin "hhmmm artinya dia seorang pecundang" Jawab Xue seadanya "Bagaimana kalau ternyata perasaannya di tolak?" Ucap Xin penasaran "Aku bangga padan...