6) Surat Misterius

21 6 1
                                    

Sekuat apapun kamu melawan, jika sudah takdir, kamu bisa apa? -Ombrophobia

Happy Reading! ❤

*

"Abang bangun!" teriak Sheila yang terus menarik-narik baju Reza. Sedari tadi, Reza hanya menggeliat saja. Sudah hampir tiga puluh menit Sheila membangunkan Reza, tetapi Reza tak kunjung bangun juga.

Sheila berdecak pinggang. Ia kesal, susah sekali abangnya ini dibangungkan. "Ih, Abang bangun! Kata mama Abang disuluh ke bawah!"

"Hm."

"Ih! Hm, hm, telus loh dali tadi Abang ini!" omelnya terus-menerus. Sheila ini seperti ema-ema yang sedang menagih uang kos-kosan saja. Bawel sekali ....

Sheila berniat untuk naik ke atas kasur. Ia memundurkan langkahnya dan mulai merancang kuda-kuda. Sheila menggesek-gesekkan kakinya ke depan dan ke belakang secara berulang-ulang.

"Satu ... Dua ... Tiga!"

Sheila berlari dengan kencang, lalu dengan sigap ia melompat ke atas kasur.

Hap!

Sheila mendarat dengan sempurna, ia bertepuk tangan ria. Kuncir kudanya bergerak ke sana-ke mari. "Ye, ye, Shei berhasil!"

Setelahnya, Sheila langsung menaiki tubuh Reza. Reza tetap diam dan tidak bergerak. Reza ini memang susah dibangunkan, terlebih-lebih jika begadang sampai pagi. Mungkin saja Reza akan bangun besok malam jika tidak dibangunkan.

Sheila menjewer telinga Reza. "Bangun, gak? Kalo gak, Shei jewel telus ni kuping Abang," ancamnya dengan tangan yang terus menjewer telinga Reza.

Bukannya sakit, Reza malah tersenyum geli. "Hm." dehemnya dengan sengaja. Sebenarnya Reza sudah bangun dari tadi, hanya saja ia ingin Sheila terus menggangunya.

Sheila mendelik sebal. "Abang ini loh! Shei cape ah, sama Abang. Kalo kata olang-olang, Abang pucekk!"

Sheila turun, ia malas jika harus terus seperti ini. Ia akan memanggil mamanya saja, agar abangnya ini cepat bangun.

Sheila mulai beranjak turun, tetapi Reza malah mencekal tanganya. Ia menarik Sheila ke dalam pelukannya. Sheila memberontak, tetapi Reza terus memeluknya dengan erat. Reza menciumi seluruh wajah Sheila, yang dibalas dengan mimik muka yang datar.

"Ih, Abang! Abang tuh bau tau, gak? Gak boleh deket-deket sama, Shei. Lepasin, Shei, sekalang!"

Reza menggeleng, ia tak peduli. Bukannya melepaskan, Reza malah mempereratnya. "Bodo, terserah Abang dong, Shei," ucap Reza dengan santai.

"Tapi, kan, Abang bau!" sergahnya. Sheila berpangku tangan. Matanya menyorot tajam pada Reza.

Reza menjulurkan lidahnya. "Abang gak denger, Abang pake kacamata," ejeknya dengan pura-pura menutup hidungnya.

"Abang gak pelnah diajarin sama gulu, ya? Itu idung, Bang." Sheila menunjuk hidung yang tadi dipegang oleh Reza. Kini tangannya beralih pada Telinga Reza. "Ini namanya kuping, buat dengel suala, Shei. Abang bego!"

Reza menganga tak percaya. Sheila diajari oleh siapa berbicara seperti itu? Omongannya sudah seperti orang dewasa saja. Ia harus mencari tahu nanti. Diusianya yang sekarang, rasa ingin tahu anak-anak terhadap sesuatu memang lebih tinggi. Sehingga Sheila kini tahu bahasa-bahasa orang dewasa seperti itu. Reza tidak ingin jika Sheila dewasa sebelum masanya.

Dalam hal lain, Reza ingin Sheila tetap menjadi seperti ini. Gadis kecil yang bawel, manja dan selalu ingin berada di dekatnya. Berbicara dengan gaya cadelnya, juga tingkah lucunya yang membuat siapapun gemas ketika melihatnya.

OMBROPHOBIA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang