35 🌵 Guru Besar

5.4K 658 50
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy reading --
🥢👣

JANGAN pernah bertanya mengapa manusia selalu bergantung antara satu dengan yang lainnya. Tentu saja karena mereka tercipta sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan antar sesamanya.

Kehidupan akan memberikan banyak pengalaman untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Aya masih berkutat dengan Macbooknya ketika beberapa ibu-ibu datang ke rumah untuk membicarakan agenda tahunan yang akan diselenggarakan di kompleks perumahan mereka untuk menyambut hari kemerdekaan. Tidak ingin kalah dengan para pemuda, sepertinya ibu-ibu juga akan mengadakan beberapa kegiatan yang akan meramaikan suasana bulan Agustus menjadi semakin meriah.

"Loh, Bu Andi masih sibuk ternyata."

"Ah tidak loh ibu-ibu. Mari silakan duduk, saya hanya memeriksa beberapa tulisan ilmiah yang memang harus saya kerjakan segera." Aya menjawab tanpa merasa keberatan dengan kehadiran tetangganya dan menjadi tuan rumah rapat terbatas para permaisuri itu.

"Kalau dosen memang seperti itu ya, Bu?"

"Ya begitulah, tergantung orangnya juga. Mas Andi malah jarang nulis-nulis padahal dosen juga. Tapi memang pekerjaannya tidak berjeda."

"Iya, sepertinya memang sama seperti dr. Amour yang jarang sekali bisa kumpul-kumpul bersama tetangga kalau ada event-event seperti ini."

"Ya begitulah Bu, Mbak Hafida pasti juga merasakan seperti yang saya rasakan." Aya tersenyum memandang Hafida yang yang setuju dengan pernyataannya. Suami mereka memang sama-sama sibuk. Sebagai dokter bedah yang sangat sedikit spesialisasinya di kota tempat tinggal mereka. Sedangkan banyak rumah sakit yang membutuhkan tenaga mereka berdua.

"Biasalah mereka berdua suka lupa kalau sudah kencan dengan stetoskop, rasanya stetoskop itu jauh lebih seksi dan menarik dibandingkan kita berdua yang jelas-jelas jadi istri mereka." Hafida menjawab dengan kalimat absurd sebagai perwakilan ungkapan hatinya.

Tawa seisi ruangan bergemuruh membuat Fazza yang baru saja pulang dari latihan sepak bola menggelengkan kepalanya. Ternyata meski mereka tinggal di kompleks perumahan menengah keatas namun sosialisasi dengan tetangga cukup baik.

"Loh, Pangeran Fazza sudah pulang?"

Jangan salahkan mereka yang memanggil Fazza dengan sebutan pangeran karena Andi sendiri selalu menyebutnya seperti itu sedari anak itu kecil hingga kini sudah menjelang SMP.

"Iya Tante." Aya tersenyum. Melihat Fazza saat ini seperti merasakan throwback perjalanan hidupnya. Pernikahan yang dijalani bersama suaminya sudah lebih dari sepuluh tahun berlalu namun rasanya masih juga kemarin Aya bisa membau harumnya melati yang menghias sunting indah jilbabnya dulu ketika Andi mengucapkan janji kepada Allah untuk menjadi imam dunia dan akhiratnya.

"Mandi dan bersiap jemput papa, Sayang."

"Kita jemput papa, Ma?"

"Iya, sekalian nanti ke rumah uti. Budhe Winta mengajak kita makan malam bersama di sana."

"Mbak Ayya?" pertanyaan Fazza membuat Hafida mengingat jika Ayya sedang berada di rumahnya mengerjakan tugas bersama Kinnar.

Aya sendiri justru terlupa untuk memberitahu putri sulungnya. Dan bingung harus menjawab apa kepada putranya.

"Oh iya Dek, kok mama lupa memberitahu Kakak ya?"

"Ayya di rumah tadi mengerjakan tugas bersama Kinnar." Hafida memberitahukan keberadaan Ayya kepada mereka berdua.

BERHENTI di KAMU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang