⭐Part 13⭐

5.8K 547 41
                                    

Bayangkan, siapa yang tidak risih jika sedang sibuk dengan adonan di depannya lalu ada yang menatap tanpa henti. Mungkin, tidak berkedip. Itu lah yang di rasakan Afra. Diingatkan pun percuma, suaminya itu tidak akan mempan. Bahkan jika mulutnya bisa berbusa setelah memperingatkan suaminya, akan melimpah busa tersebut.

Afra melihat sang suami dari ujung matanya. Masih sama seperti posisi pertama. Muka di topangkan dengan dagu. Dan mata yang terus memperhatikan dirinya mengolah adonan.

"Mas." ujar Afra dengan nada yang di tekankan.

"Hhmm?" Yuda senang jika melihat sang istri marah. Menggemaskan baginya.

"Mending ya, kamu tuh liatin Mami gih. Dari pada duduk di situ ngga jelas."

"Lah siapa bilang ngga jelas? Jelaslah. Orang aku lagi liatin bidadari kok." Yuda mulai mengeluarkan rayuan mautnya.

Walaupun sudah hidup berdampingan dengan sang suami, kurang lebih 2 tahun. Tapi tetap saja, jika Yuda menggombalinya seperti itu, pasti akan muncul semburat merah di pipinya. Mau dia sembunyikan, tetap saja sang suami menyadari itu.

"Cciiee, merah itu pipi." ledek Yuda.

Afra pura pura membuang mukanya, berusaha menyembunyikan wajahnya. Dia merasakan panas di permukaan pipinya.

Yuda bangkit dari kursi pantry, dan berjalan ke arah istrinya.

Afra merasakan sepasang tangan yang melingkar di pinggangnya. Walaupun tangan tersebut tidak melingkar sempurna seperti dulu sebelum perutnya membesar. Tapi Afra tetap merasa kehangatan yang menjalar ketika sang suami melakukan hal tersebut.

"Sekarang udah ngga bisa di peluk ya." gumam Yuda di ceruk leher Afra. Afra merasa geli, apa lagi bulu bulu halus yang tumbuh di rahang sang suami yang menyentuh permukaan kulit lehernya.

Afra mengedikkan bahunya, "Mas, geli ih." dia tidak risih, hanya kegeliannya yang di timbulkan Yuda.

Yuda diam saja, tidak merubah posisinya walaupun sang empu sudah melayangkan kalimat protesnya. Namanya juga Yuda Pradipta, keras kepala. Tapi tidak separah Afra, Yuda masih bisa di kendalikan.

"Ehm."

Afra langsung melepaskan rengkuhan suaminya, ketika mendengar suara orang berdeham. Yuda tahu siapa sang pelaku yang menggangu keharmonisannya.

"Teros aja terosss." sindir Bobby seraya menutup kulkas setalah mengambil sebotol air dingin dan menuangkannya ke dalam gelas.

Yuda hanya memutar bola matanya, "Mangkannya nikah sono. Ngapain aja bebas." sindir Yuda balik tak kalah pedas.

"Tau ah." Bobby langsung bergegas ke halaman belakang. Dia membutuhkan udara segar saat ini. Emosinya masih membara akibat pertengkaran yang lumayan dengan sang kekasihnya. Kekasih? Entah Putri masih menganggap dirinya kekasih atau tidak. Yang penting, Bobby pribadi masih mengklaim Putri sebagai kekasih hatinya.

"Mas?" panggil Afra, tapi seperti gumaman.

"Kayaknya ada sesuatu ya bee." Yuda pun merasakan hal yang sama dengan sang istri.

"Samperin gih Mas. Nanti aku kalo muffin aku udah jadi, aku bawain ke belakang."

Yuda menurut tanpa membantah kali ini. Dia merasa, sahabatnya yang satu itu membutuhkan sandaran.

"Yaudah, aku ke belakang ya."

Cup,

Seperti biasa, Yuda pasti mencium kening sang istri. Sudah menjadi candu baginya. Tidak akan pernah lupa. Bahkan ketika dia tidak melakukannya, seperti ada yang kurang.

DOSGAN (DosenGanteng) ~After Marriage~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang