[Empat]

4.2K 746 19
                                    

Seorang gadis kecil, (full name). Masih berusia 6 tahun. Di malam hari, sebelum ia menjalani hari pertamanya di sekolah dasar. Sosok ayah menghampirinya ketika ia sedang bersama kedua kakaknya, Rei dan Shin.

"(Name), mau ikut ayah? Kita beli susu kesukaanmu" Tanya pria itu menampilkan senyum pada anak-anaknya.

"Wah.. kemana?" Tentu saja (name) kecil berbinar mendengarnya. Menghampiri sang ayah yang juga langsung membawanya keluar rumah tanpa berkata apa-apa lagi.

Mereka berdua pergi, meninggalkan dua anak tertua, Rei dan Shin. Seolah dua anak itu hanyalah boneka di hadapan mereka. Si anak tengah menarik-narik lengan kakak perempuannya.

"Kak, kenapa sih? Kenapa sih sejak (name) lahir, (name) terus yang diajak? Dia yang selalu diajak ngobrol sama ayah. Kenapa kita ga pernah?" Tanya Rei beruntun.

Shin hanya mengusap rambut adiknya. Kemudian memeluknya. Sejak adik bungsunya lahir, setelah kehilangan kasih sayang Ibu, lalu mereka juga merasa kehilangan kasih sayang ayah. Shin kadang berpikir, kalau begitu apa bedanya mereka berdua dengan anak yatim piatu?

"Kakak juga gak tau, Rei... mungkin karena (name) itu masih kecil. Kita kan sudah besar" hibur Shin. Walau tersimpan rasa iri dalam hatinya, Shin tetap menyayangi kedua adiknya. Semenyebalkan apapun mereka.

Sementara itu, di luar rumah mereka. Jauh dari sana. Di tempat terpencil dan hampir tak terlihat oleh pemukiman manapun. Berdirilah sosok pria yang dipanggil sebagai 'ayah' tadi.

Nafasnya tak beraturan. Kedua tangan menutup wajahnya, lalu beralih mengacak rambutnya kasar. Menangis, terisak, mengingat istrinya yang meninggal 6 tahun lalu.

Oh ya, bagaimana anak bungsu yang diajaknya tadi?

Malangnya, anak itu terlihat terkapar lemah. Tak berdaya di hamparan salju musim dingin. Perlu diingat, dia langsung ditarik ayahnya keluar dari rumah. (Name) tidak sempat membawa, apalagi memakai baju hangat.

Tangan, juga kepalanya penuh luka memar. Juga goresan dengan darah mengalir. Tangan dan kepala. Tidak dengan wajahnya. Pandangan si kecil kabur. Malang sekali. Anak itu hanya menginginkan susu cokelat yang dijanjikan ayahnya sebelum pergi.

Yang diterima, bukanlah sekotak susu keinginannya. Melainkan tamparan, tendangan, dan banyak lagi. Perlakuan yang sangat tidak pantas diterima oleh anak kecil yang pikirannya masih polos itu.

Tertatih-tatih, dia berusaha menjelaskan pandangannya. Perlahan, dia melihat ayahnya terduduk menangis dengan rambut berantakan. Gadis kecil itu merangkak menarik kecil lengan baju ayah.

"Ayah... kenapa nangis?"

Ya ampun, begitu kuatnya hati (name) kecil. Dia tau, ayahnya lah yang barusan memukulnya. Dia tau, ayahnya tidak memenuhi janji susu kesukaannya. Tapi tidak sedikitpun dia menaruh kesal.

Tidak mendengar jawaban apapun atas pertanyaannya, (name) kembali menarik lengan baju ayah. Menanyakan pertanyaan yang sama dengan suara yang sedikit lebih keras.

"Diam kau anak sialan! Kalau bukan karena ibumu yang menyuruhku untuk merawatmu, mungkin kau sudah kubunuh dari awal!" Serunya.

Dibunuh...

Kejam sekali. Di umurnya sekarang, (name) sudah tau apa itu arti dari 'dibunuh'. Tapi sekali lagi, tidak. Walaupun itu sangat menyakitkan di dadanya. (Name) tidak akan pernah membenci ayahnya. Pria itulah yang membuatnya terlahir ke dunia.

"Ayah, ayo pulang.." ajaknya tersenyum manis. Dengan suara pelan yang imut.

"Jangan pernah panggil aku ayah kecuali di depan kedua kakakmu! Dan jangan pernah kau berani mengatakan apa yang kulakukan padamu! Pada siapapun!" Perintahnya lalu beranjak pergi.

(Name) berdiri dengan susah payah. Berjalan cepat mensejajarkan dirinya dengan pria itu. Di pikiran dan hatinya,

Anak-anak harus patuh pada orangtuanya

Tak hanya malam itu, hampir setiap hari. Pria itu membawa (name) keluar, dengan alasan manis di depan Shin dan Rei. Membawanya ke tempat yang sama, lalu mengulanginya.

Beruntung, (name) anak yang pintar. Kemampuan otaknya bisa dibilang di atas rata-rata. Dia mampu mengikuti pelajaran sekolahnya dengan baik.

Lalu, (name) terlalu cerdik. Sifatnya yang ceria selalu berhasil menutupi sakit di kepalanya. Pakaian panjang, juga rambut yang mendadak poninya diturunkan, berhasil mengelabui. Kawannya, sahabatnya, guru, bahkan kedua kakaknya.

Sampai suatu saat, dia dipertemukan dengan dua orang. Tsukishima Kei dan Yamaguchi Tadashi. Perlahan luka di hidupnya bisa ia sembuhkan satu per satu. Setidaknya, ada yang bisa membuatnya tersenyum lagi setelah kejadian itu. Ada cahaya bulan dan bintang di tengah gelapnya hati (name).

Tahun terakhir di sekolah dasar. (Name) mengacaukan semuanya. Kebohongan yang ia lakukan, demi mencapai impian polosnya itu. Kebohongan yang membuat kedua orang yang telah menjadi bulan dan bintang di hidupnya itu kecewa. Kemudian mengusirnya pergi.

Mengusir (name) pergi. Sebelum dia sempat menjelaskan. Sebelum permintaan maafnya sempat didengar.

Malam harinya, ayah tidak ada di rumah. Hal yang sangat jarang terjadi. Gadis kecil itu masih terdiam di kamarnya. Membenamkan seluruh wajahnya di bantal. Tubuhnya ditutupi seluruhnya oleh selimut. Air matanya terus jatuh. Menyesali perbuatannya sendiri. Dan berpikir untuk mencoba meminta maaf sekali lagi esok hari.

Brak!

Pintu kamarnya didobrak dengan keras. (Name) menyembulkan kepala, keluar dark persembunyiannya. Pria itu berdiri di ambang pintu. Terlihat sangat berantakan. Pikiran si anak bungsu masih kebingungan setelah berjam-jam bersembunyi.

Samar-samar, terdengar suara rintihan di luar ruangan.

"Keluar, (name)! Keluar dari sana!" Teriakan Shin yang terdengar menyakitkan.

Tapi dari kata-katanya, (name) mengerti. Pria itu mulai menghampiri. Mengambil lampu belajar yang ada di atas meja. Mengarahkan pada si bungsu dan melemparnya.

Beruntung refleksnya menuntunnya untuk berlindung di sisi lain ranjangnya. Dengan cepat dia mengambil kunci kamarnya. Pria itu kembali datang dengan barang lain. Namun saat siap untuk melemparnya, anak di depannya sudah melemparnya lebih dulu menggunakan sebuah buku.

"Sialan!!" Rintih pria yang masih anak itu anggap sebagai ayahnya.

(Name) segera berlari keluar dari kamar. Mengunci pintu yang beberapa detik kemudian memunculkan suara dobrakan. Bersama kedua kakak yang kondisinya sama berantakannya, mereka lari dari neraka itu.

Sangat jauh sampai mereka sendiri tidak tau berada dimana. Sampai di tempat terbengkalai. Mereka beristirahat sementara disana.

Kenapa malam ini begitu menyakitkan? Padahal bulan purnama sedang bersinar di langit sana. (Name) teringat dengan bulan dan bintang hidupnya. Kembali menangis tersedu.

"Sepertinya aku tidak bisa mencobanya dalam waktu dekat. Kuharap kau masih menungguku"

°●--------------------●°

Chance (Tsukishima X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang