[Instagram, 12 September]
Kak Shua, kamu ketemu Putra di Tinder, ya?
Haha iya. Bebemu ya?
Hooh. Dia emang suka cek ombak.
Apa tuh?
Nyari kenalan baru gitu deeehhh. Ingin aku balas begitu, hanya saja aku nggak kesampaian. Aku kesal. Saaangat kesal, hingga yang bisa aku lakukan hanyalah membuat snapgram tentang kelakuan Putra.
Dibuat status dongs
Iya, soalnya aku kesel hahaha
Kesel gimana?
Kesel aja hihihi
Ciee. Maap ya. Aku nggak tau kalau dia sudah punya kamu. Aku Cuma ngelike, dia yang follow up ngajak kenalan.
Iya, tahu kok. Kamu nggak salah. Dia emang kebiasaan suka gitu. Cek ombak nyari temen. He loves being loved.
Hanya saja, yang diajak kenalan itu gebetan aku sebelum aku bertemu Putra. Dimana kami udah deket berbulan-bulan, tapi nggak jadian. Nggak tahu, aku rasanya kesel aja sama Putra. Kok masih main aplikasi kencan gitu, lho. Padahal kemarin udah dihapus.
Aku aja, ketika udah ada bau-bau dideketin Putra aja langsung hapus aplikasi. Aku merasa kalau aku nggak perlu nyari lagi karena ada yang udah nemuin aku. Gitu, kan?
Naif banget aku. Atau aku ini bego, ya? Mungkin kolaborasi dari keduanya, ditambah dengan keras kepala jika menganggap Putra tidak akan menggunakan aplikasi kencan lagi.
Nggak tahu, deh. Pokoknya aku kesel dan nggak mau ngerespon apapun chat dari Putra, sampai kami ketemu dan ngomong tatap muka.
[]
[8 Agustus]
"Kamu inget nggak, kenapa aku mau ngerespon kamu sampai akhirnya kita bisa begini?"
Putra sedang duduk di sebelahku. Kami berdua duduk di taman dekat daerah tempat tinggal Putra. Agak jauh, sih, tapi masih daerahnya. Dia mencoba untuk mengingat-ingat sepertinya.
Merespon untuk awal perkenalan kami. Bagaimana aku mulai berpikir untuk membuka hati untuk orang lain setelah mendapatkan penolakan, maupun berdamai dengan diri sendiri setelah melihat dan merasakan sendiri apa itu perselingkuhan.
"Tiga mantan aku semuanya Aquarius. Satu doang yang Cancer. Aku nggak mau jatuh ke dalam perangkap cowok Aquarius dan gagal sama Cancer. Yang kemarin pedekate sama aku Cancer, lho. Ingat yang namanya Shua?"
Putra sepertinya sudah ingat. Aku bisa melihat sebuah binar di matanya. Dia sudah bisa masuk ke dalam obrolan kami yang mulai aku bangun.
"Shua itu orang yang kamu ajak kenalan di Tinder kemarin. Aku nggak masalah, cuman aku ngerasa kesel aja gitu. Kamu kayaknya nggak tahu dengan pasti siapa Shua itu sebenernya. Apa karena aku nggak pernah tunjukin foto? Kayaknya aku tiap cerita pasti aku kasih tahu fotonya, deh."
"Nggak gitu, Babe. Maaf."
Aku tersenyum lemah. "Aku udah cerita siapa-siapa aja orang yang deket sama aku kemarin sama mantan-mantan aku. Karena emang nggak banyak orang yang bisa akses dalam hidup aku yang begini, kan? Aku membatasi diri.
Aku kesel aja gitu kamu pakai aplikasi kencan lagi. Itu kayak ngingetin aku sama kisah kita yang ketemu di Tinder dan posisi kamu masih punya pacar. Ngerti yang aku maksud?"
Untung suasana taman siang ini agak sepi. Jadi, kami bisa ngobrol agak intim seperti ini dengan agak mudah, meski volume suara kami tidak sebesar orang yang ngobrol seperti biasa. Padahal, aku sedang meluapkan emosi atas insiden Putra memakai aplikasi kencan kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fiksi UmumCerita ini lanjutan dari An Acquaintance, mong-ngomong. Kisah antara Adam dan Putra setelah mereka jadian.