09. Akhir

196 18 0
                                    

Hari itu adalah Senin, 16 September 2019. Aku belum mendapatkan libur sebulan karena aku posisi masih menjadi traning di tempat kerjaku yang baru. Sehari sebelumnya adalah hari Minggu dan aku mendapat shift siang dan Senin langsung jumping ke shift pagi.

Minggu siang dan Senin pagi adalah sebuah momok terbesar karena berada dalam jam-jam ramai. Seluruh energi akan terkuras dan kurang tidur adalah salah satu kelemahan yang bisa membuat moodku jatuh. Bahkan, aku bisa uring-uringan tidak jelas. Untuk hari itu saja, aku berusaha untuk menahan semua, bahkan aku yang baru pulang kerja langsung buru-buru mandi dan pergi ke kota untuk mengikuti paket tur yang sudah Putra daftarkan.

Aku tidak makan siang itu dan hanya brunch di kerjaan. Sudah emosi karena transportasi umum di tempatku cukup lelet dan bus trans dari penuh. Apalagi kalau bagian cowok itu hanya ada sedikit tempat duduk. Aku emosi sepanjang jalan karena takut telat dari jam yang sudah ditentukan oleh panitia. Untungnya kami sampai di Kota Lama hanya telat lima menit dan langsung bisa masuk ke dalam rombongan.

Ada satu hal yang menarik dengan rombongan kami. Satu cowok lain yang mengganggu pemandanganku karena aku selalu ingin curi-curi lihat kepadanya. Begitupun juga dia.

Dia merupakan cowok manis yang mungkin sudah lama tidak pergi gym. Bahunya panjang, dadanya bidang dan aku berani bertaruh jika dia memiliki otot dada yang bagus. Tidak untuk perut, karena dia terlihat kelebihan muatan. Bercanda. Istilahnya, dia merupakan cowok yang menarik perhatianku.

Putra terlihat juga memerhatikan cowok itu. Beberapa kali, dia dengan sengaja merangkul atau berdiri di sisiku. Aku merasa jika ada sesuatu yang tidak beres dengan hal ini.

"Kamu lihat cowok yang pakai tas kanvas tadi nggak?"

"Kamu juga merhatiin? Aku pikir cuman aku doang."

"Dia kek kita nggak, sih?" tanyaku.

Putra terkekeh. "Kayaknya sih gitu. Makanya, dari tadi aku sengaja deket-deket sama kamu sama rangkulin kamu."

"Biar apa?"

"Biar dia tahu, kalau kamu sudah ada yang punya?"

"Gitu?"

Aku nggak nyaman untuk memperlihatkan hal seperti ini di umum. Mungkin ini hanya aku saja. Toh, sebenarnya, tanpa Putra memberikan rangkulan itu, orang-orang tahu kalau aku ada bersama dia. Karena kami datangnya bersama-sama. Ya, kan? Gay itu masih sangat tabu.

Aku juga udah jaga sikap. Aku banyak diam dan menyimak cerita oleh pemandu kami petang itu. sesekali, aku mengambil foto untuk mengabadikan momen ini.

Setelah pulang ke rumah, tubuhku beneran demam. Aku kecapekan dan kurang tidur. Kepalaku berdenyut-denyut seperti mau pecah. Aku butuh makan dan tidur sesegera mungkin, karena besok aku harus bangun subuh untuk kerja dan juga menyiapkan keperluan Putra. Aku nggak ingin bercinta malam ini. Hanya saja, ini sepertinya hanya aku yang berpikiran seperti ini.

Putra mengajak aku untuk bercinta. Aku yang sudah beneran pingin roboh, mengiyakan aja. Sulit menjadi orang yang selalu menolak permintaan. We did it quickly. I didn't enjoy it but I 'came'. Keesokan harinya, aku benar-benar tidak punya energi. Tubuhku limbung beberapa kali dan aku lemas juga pusing karena kecapekan.

I won't mention a phrase that made me over thinking. Putra knows it. Our relationship was ruined because of it. After sex, we had a fight about this.

Aku nggak sengaja jatohin hape dam LCDnya rusak. Mati total dan aku nggak bisa kontak Putra. Aku dapet pinjeman HP dan akhirnya selesai tanggal 4 Oktober karena aku sudah benerin. Hal yang pertama kami bahas adalah bagaimana jual mahalnya aku ketika dideketin sama orang dan betapa agresifnya Putra.

Karena insiden ini, aku nggak bisa ingat percakapan apa-apa dengan Putra. Aku sudah kehilangan banyak memori kebersamaan kami. Yang aku tahu, aku mulai merasa cemburu dengan teman-teman Putra.

I mean, bukan cemburu karena mereka deket atau gimana, tapi aku cemburu, kenapa kami kalau ngedate cuman di tempat itu-itu aja dan mereka bisa main di mall. Putra suka banget ngendon di kamar aku dan we did many things. DI samping itu, aku nggak nyaman karena aku tinggal bareng orang tua. You know what I mean, right? Sometimes, aku takut kalau kita terlalu berisik di kamar yang tertutup.

Mantan aku pernah ngelarang aku buat ngekos. Dia takut kalau aku jadi anak nakal. Bisa jadi, sih. Tergantung aku sama siapa, kan, ya?

There are so many things that triggered me and ruined my mood. My insecurities played a big role in my relationship. Aku juga terbiasa memendam semuanya sampai ada pemicu hingga aku bener-bener exploded. Also my identity. I claimed myself as an Ace.

I told this to my friend and he just said that, if I don't enjoy with my relationship, just end up. He and I thought that we were in a toxic relationship. I admitted that. Sometimes, I want to control Putra and I couldn't.

5 November 2019

Aku dengan sengaja memasang kembali Tinder dan menemukan dua atasan Putra yang selalu bersama-sama. Aku juga dengan terang-terangan memberi tahu Putra hal ini. Entah apa motivasi ini, hanya saja aku mungkin sudah tidak bisa menemukan cara yang lebih elegan. Aku hanya bisa menemukan sebuah cara yang menyakitkan agar hal ini bisa berlalu dengan cepat.

6 November 2019

Aku memutuskan hubungan dengan Putra. Tidak dengan cara yang elegan. Mungkin kalian berpikir jika aku pengecut. Hanya saja, aku memang sepengecut itu, kok. Aku sudah tidak bisa bertahan dengan diriku sendiri.

31 Agustus 2020

Hari ini aku selesai mengetik ini dan aku pikir, hubunganku dengan Putra sekarang hanyalah sebatas teman yang menonton story satu sama lain. Ada beberapa hari Putra tidak memasukkan aku ke dalam teman terdekatnya di story WA dan aku terang-terangan ngomong hal ini. Akhirnya aku bisa masuk lagi dan melihat perkembangan dia.

Aku melihat dia sudah lebih dewasa dan bahagia. Putra sudah selesai sidang dan juga mendapat pacar. Coba tebak siapa? Hihihi. Aku awalnya cukup kaget, tapi nggak kaget lagi. Aku pernah mention sebuah nama dalam tulisan ini. Dia adalah seorang sosok yang membuatku rendah diri parah.

Aku harap, dia bahagia dengan hubungannya dengan cowok ini.

Cerita ini juga sudah selesai di sini saja. Dan kalau ada yang bertanya kenapa nggak ada banyak dialog di sini, ya karena aku nggak bisa ingat obrolan kami. Hehehehe. Cerita ini juga sudah terbit karena izin Putra, ya.

TBH, Putra orangnya baik dan gampang berteman dengan siapa saja. Aku saja yang emang terlalu drama dan menggambarkan hal jelek tentang dia. Hihihi. Dan temen aku juga pernah bilang kalau sebenarnya aku masih mengawasi Putra. Benar, kok. Aku masih melihat perkembangan dia dan bersyukur jika dia sudah bersama dengan orang yang jauh lebih baik dariku. Sekali lagi, selamat!

Terimakasih karena sudah membaca buku harian Adam.

FIN

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang