07. One Fine Day

192 23 0
                                    

Aku masih punya bukti pembayaran yang dikirimkan di email tiap kali aku membayar kuliah. Setelah hari H Mas Dedi mentransfer sejumlah uang, aku segera menebus laptopku. Hanya saja, prosesnya memakan waktu 1x24 jam. Yang mana, aku harus menunggu besok, padahal Mas Dedi sudah memintaku untuk segera membayarkan uang kuliahku yang kurang.

Aku membohongi Mas Dedi kalau aku belum bisa ketemu kaprodi dan sedang membicarakan bagaimana kuliahku dan susulan UAS yang sebenarnya sudah lama aku kerjakan. Dari pihak kampus memberikanku sebuah keringanan, sebenarnya untuk belum bisa membayar. Bahkan, nilai untuk semester ini sudah keluar. Karena aku menganggur, aku mendapat IP yang lumayan tinggi karena hanya fokus dengan kuliah.

Ketika aku sudah mendapatkan laptopku kembali, maka aku mempertaruhkan kemampuan editing di photoshop yang aku pelajari sebatas ini-itu ketika sekolah dan masa senggang. Aku sampai stress karena harus menyocokkan font yang sama untuk mengedit beberapa kata di bukti pembayaran yang sudah aku pindah dalam tangkapan layar.

Aku mengirimkan hasil editanku ke Mas Dedi. Yang mula-mula dia sudah heboh minta bukti, akhirnya dia diam dan menyuruhku untuk segera melakukan UAS susulan sebelum KRS.

Sejenak rasanya aku ingin menangis ketika melakukan hal ini. Aku nggak habis pikir, aku bisa senekat ini. Bahkan sampai berbohong kepada orang baru seperti Mas Dedi.

"Mas, aku ngembaliin kalau udah dapat kerja, ya? Nggak masalah, kan?"

"Iya."

Nyatanya nggak semudah itu karena sebulan kemudian aku baru dapat kerja. Belum aku gajian, Mas Dedi ternyata sudah merengek. "Dek, kamu ada uang nggak? Mas lagi butuh duit karena mau bayar obat papa."

Aku yang memang masih meyimpan uang Mas Dedi mengiyakan. "Uang adek nggak banyak, Mas. Kalau adek kembalikan sebagian dulu, nggak pa-pa?"

Mas Dedi mengiyakan. Aku hanya bisa nyengir karna sebenarnya aku tahu nominal gaji Mas Dedi itu sudah berapa. Dia pernah keceplosan dan pernah mengajakku untuk setor tunai. Jadi, ini hanya akal-akalan Mas Dedi saja sepertinya.

Nggak tahu juga, karena sebenarnya Mas Dedi baru saja kehilangan motor N-Max kesayangan dia. Ketika aku berada di rumahnya untuk kedua kali dan ada adiknya di sana, dia bercerita demikian. Adiknya, lah, yang menjadi penyebab motornya hilang. Mungkin digadaikan untuk anggaran menjadi politisi? Aku nggak yakin.

Hanya saja, papa Mas Dedi emang sudah tua dan sakit. Beliau kembali ke Jogja, ke rumahnya untuk dirawat Mas Dedi. Karena hanya dia anak satu-satunya yang nggak ada tanggungan keluarga. Sebatas itu saja yang aku tahu karena aku takut untuk mengulik hal pribadi Mas Dedi. Yang kami bahas hanya soal kerjaan dan kuliah.

Ngomong-ngomong soal kuliah, aku jadi inget momen ketika aku diam-diam diajak Putra ke kampusnya. Hari ini Putra libur kerja dan kami memutuskan untuk ketemuan. Alangkah terkejutnya karena tujuan kami hari ini adalah kampusnya.

Kami menonton dance competition yang ada di kampus. Aku lupa, ini mungkin tahun ke dua diadakan. Hanya saja, aku ingat kalau ada grup yang datang sudah dua kali ke kompetisi ini.

Sepuluh Agustus. Putra mengenakan kaos hitam yang kami beli bersama-hanya Putra yang beli dan aku hanya menemani-dengan jeans dan sepatu putih. Dia mengenalkanku kepada teman-teman satu gengnya.

Sebenarnya aku sudah pernah ketemu dua orang teman Putra. Cowok dan cewek. Ketika aku di kampus, hanya yang cowok saja yang ada. Kemudian, yang lain adalah teman-teman yang belum pernah aku temui.

Ada cewek lain yang pertama ini aku temui, tapi aku sering mendengar namanya di cerita-cerita Putra. Namanya Mei. Dia adalah salah satu teman terdekat Putra yang sudah lumayan tahu luar-dalam pacarku ini seperti apa. Dia ramah, hanya saja aku merasakan hal lain. Aku nggak tahu dan sampai sekarang nggak pernah tanya, atau aku lupa, tentang pendapat Mei tentangku.

Pendapat orang tentangku sebenarnya nggak berpengaruh. Hanya saja, aku tergelitik dengan pertanyaan Mei yang dengan santai mengatakan, "Ini siapa yang di atas dan di bawah?", dengan nada heran.

Nggak tahu. Posisi atas sama bawah hanyalah posisi. Yang benar itu, siapa yang memenetrasi dan dipenetrasi. Ya, kan? Di atas atau bawah, semua bisa dilakukan. Hihihi.

Aku kemudian jadi ingat tentang salah satu cowok di keanggotaan BEM yang pernah Putra ceritain ke aku. Namanya Dika. Dia adalah satu dari tiga princess di angkatan Putra. Aku bertemu dengannya dan enggak sengaja selalu memperhatikan cowok itu. Nggak tahu kenapa, tatapan dia ke Putra berbeda dengan tatapan cowok lain. Ngerti, kan? Ada binar-binar lain yang aku tangkap.

Aku kemudian ingat. Dika adalah salah satu cowok yang pernah 'tidur' dengan Putra di saat dia masih berstatus pacaran dengan mantannya. Ketika pembubaran BEM di salah satu hotel, mereka melakukannya. Nggak tahu siapa yang menjadi pembilang dan penyebut di antara mereka. Aku hanya bisa menerka-terka saja.

Hanya saja, aku nggak tahu kenapa Dika terlihat menjadi seorang pengagum jarak jauh. Dia diam-diam mengambil video Putra yang sedang berada jauh dariku beberapa kali. Entah apa yang memotivasi Dika untuk melakukan hal itu.

Aku tidak cemburu, aku malah merasa heran. Lalu aku mengkonfirmasi hal itu dengan Putra. "Dia masih baper apa gimana? Padahal, dia yang nolak kamu, kan?"

"Nggak tahu," jawab Putra.

Aku juga nggak mau tahu lebih banyak, sih. Bisa-bisa malah aku sakit hati karena mendengar cerita mereka berdua. Aku nanti malah kepikiran dan nggak bisa tidur.

Ngomong-ngomong, momen paling lucu adalah ketika bintang tamu tampil, saat itu adalah cover Blackpink. Banyak yang bergerombol di panggung dan menyoraki mereka. Salah satu dari empat orang itu adalah adik tingkat Putra. Hanya saja, bias dari Putra bukanlah orang ini. Yang paling centil dan gemoy. Jiwa entertain tertanam pada cowok Chinese ini.

Ketika aku melihat gerombolan itu, Putra adalah satu-satunya tiang di sana. Yang lain adalah cewek-cewek dengan tinggi yang tidak jauh dariku, sementara Putra menjulang di bagian belakang. Di saat itulah, aku melihat ke arah Dika beberapa kali.

Ngomong-ngomong, sepertinya Dika tidak terlalu memedulikan kehadiranku di sana. Dia cuek-cuek saja ketika aku memperhatikan tingkahnya. Bahkan, aku sebenarnya penasaran dengan motif Dika melakukan hal itu.

Setahun kemudian, barulah terungkap. Dika ingin Putra menjadi pacarnya, hanya saja yang menjadi pembilang adalah Putra. Dika enggak ingin hubungan mereka hanyalah hubungan cinta satu malam setelah hubungan rumit yang mereka jalani.

Aku harap, saat ini Dika sudah menemukan seseorang yang cocok untuk dia, karena Putra dan aku juga sudah menemukan orang yang cocok untuk kami. Untuk saat ini.

[]

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang