grahita

5.2K 796 205
                                    

Ojo Milik Barang Kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ojo Milik Barang Kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo

(Jangan mudah tergiur akan sesuatu yang tampak indah dan jangan mudah berubah pikiran agar tidak menyesal di kemudian hari.)






































Siapa yang tidak haus akan tahta dan harta?































Jawabannya adalah tidak ada.









































Sifat asli manusia adalah mudah tergiur akan emas dan kejayaan, tidak akan ada yang dapat menyangkal fakta ini. Mungkin pengecualian untuk para biksu yang sudah mampu meninggalkan berbagai macam keindahan duniawi dan memilih untuk menggapai nirvana*.

Sayangnya Jaemin bukanlah seorang biksu atapun minimal orang yang beriman.

Bagi anak bungsu raja Samaratungga itu, menguasai seluruh aset Syailendra adalah cita-cita hidupnya. Dirinya belajar berbagai bahasa asing bukan tanpa sebab, mau membangun sesuatu secara masif tentu perlu sekutu yang cukup banyak. Oleh karena itu, perlu penguasaan bahasa agar dapat berkomunikasi dengan para penguasa di negeri sana.

Katakanlah Jaemin hanyalah seorang pemimpi karena dirinya anak bungsu dari tiga bersaudara. Kesempatannya untuk jadi raja hanya sebesar bulir padi di padang rumput, hampir tidak ada harapan walaupun kerja keras sudah dilakukan. Seperti kata orang tua kepada anaknya yang sudah beranjak dewasa bahwa hidup di dunia itu banyak kenyataan pahitnya, terkadang ada sesuatu yang tidak bisa diubah meskipun puting beliung menghantamnya.

Kakak sulungnya, Balaputradewa, adalah satu dari banyak sumber kebencian Jaemin. Jika rakyat berpikir seorang putra mahkota seperti Chanwoo adalah pribadi yang bijaksana dan rendah hati maka itu adalah pemikiran paling bodoh semuka bumi. Laki-laki tinggi besar itu nyatanya angkuh dan acuh, baik di depan tapi busuk di belakang. Calon raja bermuka dua, bagaimana bisa dia memimpin Jawa.

"Lemah!"umpat Chanwoo pada Jaemin yang jatuh berlumur darah karena sabetan tongkat kayu miliknya. Rompi putih yang dikenakan oleh si bungsu penuh dengan bercak merah kental yang berasal dari hidungnya, jika saja Jaemin tadi tidak segera menepis tongkat Chanwoo mungkin saja kini tulang hidungnya sudah patah.

Dengan terhuyung Jaemin mencoba bangkit dan menepis pukulan-pukulan sang kakak, tenaganya serasa menguap bersamaan dengan banyaknya lebam dan darah yang terus mengucur dari wajahnya. Selalu seperti ini, pelatihan pertarungan jarak dekat adalah ladang kesengsaraan baginya, Chanwoo akan dengan senang hati melampiaskan seluruh tenaganya untuk membuat Jaemin babak belur.





















Buntara Asmara | Nomin☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang