uddhiharta

3.5K 543 164
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

























Ada sebuah pondok kayu yang kokoh pondasinya di kaki gunung Merapi. Bangunan itu sebenarnya milik keluarga Jeno jika mereka sedang berkunjung untuk melihat kerja petani ladang di daerah ini, tujuannya untuk jadi tempat istirahat bagi sang Raja jika lelah dan butuh tempat berteduh.

Fasilitasnya lumayan lengkap, ada tempat tidur nyaman di dalam satu-satunya kamar di pondok ini, meja makan di tengah pondok, dan sebuah kursi panjang di bagian depan pondok.

Malam ini Jeno dan Jaemin berduaan saja di dalam kamar sembari berbincang tentang kabar mereka seminggu ini, tentang musibah yang melanda keduanya.

"Aku minta maaf atas nama Kakangku ya Agastya, aku prihatin melihatnya jadi antagonis seperti itu.", Jaemin duduk di sudut ranjang dengan kedua kakinya yang dilipat diantara tangan dan dadanya.

Jeno tersenyum dan mengangguk atas perkataan kekasihnya tersebut, tangannya terulur untuk menyentuh lembut lutut Jaemin yang tertutup kain jarik selimut. "Yang salah kan Kakangmu, kalau Dahayu polos tidak berdosa. Jadi tidak usah merasa bersalah ya."

Pemuda Budha yang ada disana menggenggam jemari hangat Jeno yang menyentuh lututnya, memegangnya erat dan mengeluskan genggaman tangan itu ke pipi kirinya.

Hangat. Nyaman. Nikmat karena Jeno adalah pemuda yang dia damba.

"Aku selalu ingin lari dari dunia karena rasanya sulit sekali untuk bahagia. Jatuh cinta padamu adalah satu alasanku masih mau berjuang di tanah pendosa ini. Jika saja kita tidak pernah bertemu di sungai kala itu, aku pasti sudah menyerah atas jalan cerita hidupku."

Jeno mengelus kepala Jaemin yang bermahkota surai panjang yang digerai, tatapan berkilau manik lebar karena siraman rembulan banyak sekali menggelitik jiwa dan sanubari si tampan. "Saya bersyukur bisa jadi salah satu dari jutaan bagian kisah hidupmu. Saya juga ingin mengucap banyak syukur karena bumi sudah mau mempertemukan kita hari itu, saat pertama kalinya saya tahu apa itu arti jatuh cinta."

Jaemin melepas genggaman tangannya, mendekatkan tubuh pada kekasih hati dan mempertemukan bibir mereka untuk bercumbu diri. Lengannya dikalungkan pada leher Jeno dengan erat, mengais semua kehangatan yang ada, cinta yang ada, serta hasrat yang ada.

Sesuatu yang membakar itu memaksa Jeno merengkuh erat pinggul ramping si cantik dalam genggaman. Meremasnya pelan, menyalurkan kasih yang membuncah dalam hati serta pikirannya.

Saat kedua pasang mata yang semula terpejam kini membuka untuk mengagumi paras masing-masing, cumbuan manis terlepas.

"Dahayu tahu apa yang lebih kuat daripada cinta?"

"Memangnya apa?"

"Hawa nafsu."












































Buntara Asmara | Nomin☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang