buntarayudha

3.2K 554 117
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Mimpi-mimpi buruk itu, yang selalu datang ketika Uttejana memejamkan mata, dulu dia pikir tidak akan pernah terjadi jika sang tokoh utama tidak bergerak mendekat kepada si penyulut api.

Sekitar satu minggu yang lalu dia mendengar anak tunggalnya menciptakan pasukan perang atas titah seorang cenayang yang mendapatkan cuplikan masa depan yang mengerikan. Lalu disusul adanya pembantaian yang dilakukan Mataram Budha kepada penjaga Mataram Hindu di perbatasan kedua kerajaan dan sekarang dirinya melihat sebab dan penawar dari seluruh rentetan kejadian ini, tepat di depan matanya.

Uttejana tahu ini bukan sebuah kebetulan ketika tubuhnya merasa bukan jadi kendalinya sendiri dan menyebabkan tungkai lemahnya bergerak untuk keluar kamar dan menuju halaman belakang istana. Telapak kakinya yang telanjang menginjak basahnya rerumputan yang penuh embun, sejuk dan segar, sesuatu yang sudah sangat lama tidak memenuhi hati serta jiwanya. Lamat-lamat terlihat punggung seseorang yang tengah duduk di atas kursi batu panjang. Surainya hitam legam dan tergerai sampai punggung, tubuhnya dalam balutan sutra coklat yang mengingatkan Uttejana akan dewa-dewi yang tinggal di langit.

"Oh! Maha Dewa!", pekik Uttejana.

Nirvana, apakah ini jawabannya?

































































Jeno mengusap bilah pedang berkilat itu perlahan, napasnya berat dengan mata yang memancarkan amarah. Jujur saja dia bukan orang yang mudah diperbudak oleh emosi dan dengki, tapi seseorang yang sialnya kerabat dekat kekasihnya itu sudah berani mengobarkan api kekesalan dalam hatinya. Mengapa Chanwoo tidak bisa sebentar saja membiarkan semuanya berjalan bahagia dan harus memilih laju yang sulit?

Bayangkan saja, sudah total 64 orang Hindu dibantai oleh Chanwoo sampai akhir bulan ini. Ada 49 orang penduduk sipil dan 15 yang lainnya adalah aparat penjagaan perbatasan. Divisi hubungan masyarakat Mataram Hindu sudah memberikan pernyataan keberatan atas tindakan keji yang dilakukan Chanwoo, tetapi semua itu tidak pernah digubris. Malahan datang sepucuk surat dari timur Jawa yang berisi kerjasama Singasari dan Mataram Budha yang meminta Jeno untuk mengembalikan Jaemin yang jelas-jelas diusir dari rumahnya sendiri, bukan diculik seperti yang tertulis.

Hari ini sudah sembilan puluh persen persiapan perang yang Jeno lakukan, para jenderal beserta dirinya sendiri berkeliling untuk melihat kembali pekerjaan milik para pemuda yang mengerahkan segala tenaga demi mempersenjatai para pembela negara.

"Baginda, semua persenjataan sudah siap digunakan. Pedang, perisai, busur panah, semua sudah aman terkendali. Hanya perihal obat-obatan yang belum siap sepenuhnya"

Buntara Asmara | Nomin☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang