Siapa & kenapa

5 3 0
                                    

Langkah kaki Mita membawanya ke area kantin. Dari kejauhan sudah dapat dirasakan, betapa ingar-bingarnya tempat yang menjadi kesayangan para siswa sekolah manapun.

Mita memasuki area kantin. Matanya awas menyapu sekitar. Mencari keadaan teman-temannya.

Pupil matanya menangkap objek yang ia cari. Teman-temannya. Ada Arka yang sudah melepas maskernya disana.

Tapi tunggu.. bukankah kawan dekatnya disekolah ini hanya berjumlah 3 orang? Kenapa di meja yang mereka duduki sekarang malah terdapat 5 orang? Siapa 2 orang disana?

Pikiran Mita berkecamuk, ia tak memperhatikan apapun. Bahkan ia tak sadar jika tubuhnya masih terdiam ditempat yang tak seharusnya.

"Minggir dong, jangan ngalangin jalan!"

"Lo kira ini sekolah punya bokap Lo apa. Pake ngalangin jalan segala"

"Mikir dong, badan Lo tuh Segede apa!" Mita terhenyak. Walaupun ia tipikal gadis yang kuat. Tapi tetap saja ucapan orang-orang tadi membuatnya tertegun dan merasa sedikit 'sakit'. Tanpa bicara, Mita mengubah posisinya--tidak menghalangi jalan lagi. Ia menunduk. Orang-orang yang tadi 'mengatai' Mita sudah pergi. Melewatinya begitu saja.

Mita mendongak. Ternyata kejadian tadi menyita perhatian beberapa orang disana. Dan sialnya, teman-temannya--tidak, ralat, hanya Aurora yang melihat. Terlihat disana Aurora seperti ingin memanggil Mita agar gadis itu ikut bergabung bersamanya. Namun belum sempat Aurora mengeluarkan suaranya, Mita sudah membalik badannya dan berjalan cepat keluar dari kantin. Aurora yang melihat itu tentu terkejut. Ia ingin mengejar Mita, tapi tak mungkin ia lakukan. Bisa jadi karena perbuatannya, ia merusak suasana di tengah teman-temannya.

                             🌸🌸🌸

Mita kembali ke kelas dengan perasaan yang tidak karuan. Ia bukan orang yang mudah mengekspresikan emosinya. Tak jarang Mita kesal sendiri karena bingung dengan apa yang sedang ia rasa. Seperti sekarang misalnya. Kejadian di kantin tadi sukses merusak moodnya.

Mita bingung. Ia tak mengerti perasaanya sendiri. Ia ingin menangis karena ucapan pedas yang tadi diucapkan oleh orang yang tidak Mita kenal terngiang kembali di kepalanya. Tapi ia rasa, itu terlalu lebay. Mita tidak suka dan tidak mungkin melakukannya disini. Kali ini. Di tempat ini.

Dan juga kejadian tadi-- saat ia melihat teman-temannya bersama 2 orang yang Mita tidak tau siapa. Anggap Mita berlebihan. Tapi memang itu yang rasa. Gamang. Ia hanya takut jika ia kembali dicampakkan. Ia hanya takut jika harus kembali sendiri. Ia hanya takut... Teman-temannya pergi meninggalkan nya.

Bangku-bangku kelas kosong. Dersik mulai terdengar. Keheningan mulai terasa pekat. Alam seakan mengerti perasaan gadis yang sedang menelungkup kan kepalanya diantara lipatan tangannya. Dinding beserta ruangan ini adalah saksi bisu atas perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan si gadis.

Mita mulai menikmati keheningan yang menyelimutinya. Dengan cepat perasaannya menguap bak asap diterpa angin. Sampai ia tak sadar bahwa ada seorang lelaki yang sudah duduk manis di seberang kursinya.

Merasa janggal, Mita mendongakkan kepalanya. Setelahnya Mita terkejut bukan kepalang

"ALAN?!" Ya, dia Alan. Alan tertawa melihat tingkah Mita. Lucu menurutnya. Mita pun tertegun, ia baru sadar, Alan terlihat tampan jika sedang tertawa. Wajahnya terlihat segar jika seperti itu.

"Kenapa? Baru sadar kalau gue ganteng?" Celetuk Alan asal. Tawanya yang renyah masih tersisa sedikit. Tak disangka, Mita malah mengangguk antusias

"Iya, anjir. Kok gue baru sadar sih kalau Lo ganteng?!" Ucap Mita histeris. Membuat Alan kembali tertawa

"Bisa ae Lo, Mita mitata"

"Itu cita citata, kampret!" Protes Mita. Lalu mereka tertawa bersama.

"Gue baru tau kalau Lo punya sisi humoris juga, Al" Mita menatap Alan sambil tersenyum

"Dih Lo kira gue Limbad yang nggak ada lucu-lucunya"

"Siapa tau Lo titisannya. Kan Lo pendiem. Tadinya aja gue mikir Lo titisan Limbad trus nanti Lo kalau marah malah bikin atraksi mindahin ni sekolah ke alam barzah" ucap Mita polos. Tawa Alan meledak. Maklum, walaupun pendiam sebenarnya humor seorang Alan ini dibawah rata-rata:v

"Receh, anjir wkwk. Ikut acara dangdut Sono Lo, Ta. Puncline Lo udah bagus" Alan memegangi perutnya. Benar-benar gambaran makhluk receh memang. Miris:v

"Bego kok dipelihara. Kalau gue lucu, gue harusnya nggak ikut acara dangdut"

"Trus ikutan apa?"

"Acara ruqyah" Alan tak bisa membendung tawanya. Ia benar-benar terhibur dengan jokes Mita. Dan Mita pun senang dengan keberadaan Alan. Setidaknya ia bisa melepas beban pikiran yang tadi sempat menyiksanya

Ya begitulah jika orang-orang bobrok menyatu. Akan terjadi kerusakan selera humor.

Saat Mita dan Alan tengah asyik dengan dunianya, tiba-tiba orang yang tadi sempat memenuhi pikiran Mita datang. Langkahnya menuju mereka (Alan dan Mita : read)

"Lo nggak jadi ke kantin, ya ,Ta? Tadi gue nggak liat Lo" itu Langit. Di belakangnya ada Aurora dan Arka yang tengah menatap Alan dan Mita bergantian

"Tadi---"

"Iya, Lang. Sorry ya. Gk tau kenapa tiba-tiba nggak pengen ke kantin" Mita cekatan memotong kalimat Aurora dan menyematkan senyum diakhir kalimatnya. Berusaha untuk terlihat senormal mungkin di depan sahabatnya ternyata tidak mudah.

Arka mendekat. Wajahnya seperti menyelidik, seakan tidak percaya dengan Mita

"Yakin cuma gara-gara Mood?" Tanya Arka. Mita terdiam sebentar lalu kemudian mengangguk cepat.

"Yakin, Ka. Kan Lo tau sendiri kalau cewek itu moody-an. Iyakan, Ra?" Mita menatap Aurora. Seakan berharap Aurora meng-iya kan perkataannya. Tatapan mata Aurora tidak terbaca, namun sedetik kemudian ia mengangguk. Hanya anggukan yang dapat ia beri, tak ada satu kata pun yang keluar dari lisannya.

Arka mengangguk-anggukan kepalanya kemudian lekas menuju bangkunya.

"Padahal gue ngeliat Lo tadi dikantin sebelum akhirnya Lo pergi gitu aja" gumam Arka pelan. Memang saat di kantin tadi, posisi duduk Arka tepat di samping Aurora, tidak menutup kemungkinan bahwa Arka melihatnya. Lain halnya dengan Langit, posisi duduknya membelakangi pintu masuk kantin, jadi wajar jika ia tak tau Mita datang.

Merasa mulai canggung, Alan pun memecah keheningan

"Ah yaudah Ta, udah ada temen-temen Lo, gue balik ke kursi gue ya." Mita tersenyum dan mengangguk. Kursi Alan memang terhalang 1 barisan di seberang Mita.

"By the way, thanks ya buat nasehat Lo tadi. Nampar gue banget. Berguna" Alan tertawa kecil.

"Apaan sih Lo, santai aja kali. Thanks juga udah nemenin gue"

Bel sekolah berbunyi nyaring. Pertanda jam istirahat telah usai. Para siswa/i mulai berdatangan memenuhi kelas

"Sans. Gue balik ke bangku ya, Ta, Ra, Lang, Ka" Alan berlalu menuju bangkunya.

"Lah dia ngabsen" ujar Langit, kemudian ia duduk di kursinya. Aurora pun demikian. Gadis itu duduk disamping Mita.

"Kenapa, Ta?" Aurora memecah kecanggungan yang entah sudah berapa lama hadir diantara dirinya dan sahabat yang paling ia sayang ini. Mita menoleh. Mendapati Aurora tengah menatapnya nanar

"Hm?" Mita tidak mengerti

"Kenapa Lo harus bohong?" Mita terdiam. Ia tak akan bisa menceritakannya sekarang

To be continue...

A SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang